Siswa dapat menguraikan masalah yang diberikan sehingga mampu dengan tepat membuat model matematika, dan dapat menyelesaikan masalah dengan
menggunakan metode-metode sistem persamaan linear dua variabel yang telah dipelajari.
Contoh jawaban siswa dengan nilai tertinggi di kelas kontrol :
Gambar 4.4 Hasil Jawaban Siswa Level Kognitif Sedang Kelas Kontrol
Dengan cara yang serupa dapat kita lihat siswa dengan nilai tertinggi di kelas kontrol tidak mampu menyelesaikan secara tepat yang ditanyakan soal.
Siswa kurang tepat dalam menguraikan masalah yang diberikan, sehingga kurang tepat dalam membuat model matematika. Siswa juga tidak mampu menyelesaikan
masalah sistem persamaan linear dua variabel. Hal ini dikarenakan siswa belajar secara hapalan, sehingga siswa lupa dengan metode-metode penyelesaian sistem
persamaan linear yang telah dipelajari.
2 Terdapat pengaruh level kognitif kognitif siswa terhadap kemampuan
berpikir analitis matematis siswa.
Seperti yang telah diketahui desain penelitian ini membagi siswa ke dalam 3 kelompok berbeda berdasarkan level kognitif. Namun karena
keterbatasan penelitian, siswa yang menjadi objek penelitian hanya masuk kedalam 2 level kognitif yakni rendah dan sedang. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai rata-rata siswa dengan level kognitif rendah dari kedua kelas sebesar 161,54 dengan jumlah siswa sebanyak 25 siswa. Nilai rata-rata siswa
dengan level kognitif sedang dari kedua kelas sebesar 228,32 dengan jumlah siswa sebanyak 15 siswa. Berdasarkan pada perbedaan hasil tersebut dan uraian
yang telah diberikan berdasarkan deskripsi data dapat dikatakan bahwa level kognitif memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis matematis
siswa. Dengan hasil siswa yang memiliki level kognitif lebih tinggi akan memiliki kemampuan berpikir analitis matematis yang lebih baik pula.
Sebagai contoh perhatikan jawaban kedua siswa berikut pada soal nomor 4. Kita telah melihat contoh jawaban siswa dengan level kognitif sedang
pada gambar 4.3 dan 4.4. Untuk dapat melihat perbedaannya perhatikan contoh jawaban siswa dengan nilai tertinggi pada level kognitif rendah dibawah ini.
Contoh jawaban siswa dengan nilai tertinggi level kognitif rendah kelas eksperimen :
Gambar 4.5 Hasil Jawaban Siswa Level Kognitif Rendah Kelas Eksperimen
Contoh jawaban siswa dengan nilai tertinggi level kognitif rendah kelas kontrol :
Gambar 4.6 Hasil Jawaban Siswa Level Kognitif Rendah Kelas Kontrol
Dari gambar di atas terlihat bahwa siswa dengan nilai tertinggi pada level kognitif rendah dari kelas eksperimen mampu menguraikan dan membuat
model matematika namun salah dalam menentukan penyelesaian dari model tersebut. Sedangkan siswa dengan nilai tertinggi pada level kognitif rendah dari
kelas kontrol tidak mampu menguraikan dan membuat model matematika, sehingga tidak bisa menyelesaikannya dengan tepat. Hal ini sesuai dengan hasil
uji hipotesis yang mengatakan level kognitif mempengaruhi kemampuan berpikir analitis matematis siswa.
3 Tidak terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan
level kognitif terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa.
Seperti telah kita ketahui hasil uji hipotesis menunjukan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan level kognitif
terhadap kemampuan berpikir analitis matematis dalam penelitian ini. Artinya kedua variabel ini tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya dan interaksi
keduanya tidak juga mempengaruhi kemampuan berpikir analitis matematis yang menjadi variabel dependent. Dengan demikian, metode pembelajaran thinking
aloud pair problem solving TAPPS cocoksesuai untuk semua level kognitif terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa, dalam hal ini siswa
madrasah tsanawiyah.
C. Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal.
Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya:
1. Tidak ada siswa yang mencapai level kognitif tinggi. Seperti yang telah dipaparkan sejak awal, desain penelitian dirancang dengan membagi siswa
kedalam 3 kelompok berdasarkan level kognitif yang dimilikinya. Namun dalam pelaksanaannya tidak ada siswa yang mampu mencapai level kognitif
tinggi. 2. Penelitian ini hanya dilaksanakan pada pokok bahasan sistem persamaan linier
dua variabel, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 3. Sekolah tempat penelitian memiliki karakteristik kelas besar, jadi guru agak
kesulitan melakukan bimbingan perkelompok dikarenakan jumlah kelompok yang banyak.
4. Sebagaian siswa kemampuan berhitung, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian masih rendah sehingga cukup menghambat jalannya
proses pembelajaran selama penelitian. 5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel metode
thinking aloud pair problem solving TAPPS dan kemampuan berpikir analitis matematis siswa. Variabel lain seperti minat, motivasi, inteligensi, lingkungan
belajar, dan lain-lain tidak terkontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.
60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran thinking aloud pair problem solving
terhadap kemampuan berpikir analitis matematis berdasarkan level kognitif siswa di Mts Hidayatul Umam Cinere diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh metode pembelajaran terhadap kemampuan berpikir analitis matematis. Kesimpulan ini diambil mengacu pada hasil uji empiris
menggunakan anava dua jalur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh metode terhadap kemampuan berpikir analitis matematis. Perbedaan metode
pembelajaran yang diajarkan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa. Metode thinking aloud pair problem solving TAPPS
memberikan kemampuan berpikir analitis matematis yang lebih baik. 2. Terdapat pengaruh level kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir analitis
matematis siswa. Kesimpulan ini diambil mengacu pada hasil uji empiris menggunakan anava dua jalur menunjukkan bahwa terdapat pengaruh level
kognitif terhadap kemampuan berpikir analitis matematis. Perbedaan level kognitif berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa.
bahwa siswa dengan level kognitif yang lebih baik akan memiliki kemampuan berpikir analitis matematis yang lebih baik pula.
3. Hasil uji empiris menggunakan anava dua jalur menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi metode pembelajaran dengan level kognitif siswa
terhadap kemampuan berpikir analitis matematis. Sehingga disimpulkan interaksi antara metode pembelajaran dengan level kognitif siswa tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa. Dapat dijelaskan bahwa metode pembelajaran thinking aloud pair
problem solving cocoksesuai untuk semua level kognitif terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, pembelajaran dengan metode thinking alud pair problem solving TAPPS dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan berpikir analitis matematis siswa, sehingga dapat dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh
guru dalam pembelajaran matematika, ada beberapa saran penulis terkait penelitian ini, diantaranya :
1. Guru yang hendak menggunakan metode pembelajaran thinking aloud pair problem solving TAPPS dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan
dapat mendesain pembelajaran dengan seefektif mungkin sehingga pembelajaran bisa selesai tepat waktu.
2. Metode pembelajaran thinking aloud pair problem solving TAPPS sebaiknya lebih sering digunakan dalam proses pembelajaran, agar siswa aktif dalam
mengemukakan pendapat dan menanggapi pendapat temannya. Agar siswa dapat terbiasa menggunakan kemampuan berpikir analitis mereka.
3. Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran
dengan metode thinking aloud pair problem solving TAPPS pada pokok bahasan lain, mengukur aspek yang lain atau jenjang sekolah yang berbeda.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:Rineka Cipta, 1999.
Adjie, Nahrowi dan Maulana. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI Press, 2006.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Barkley, Elizabeth F. Student Engagement Techniques A Handbook for College Faculty. San Fransisco: 2010.
Benham, Harry. Using “Talking Aloud Pair Problem Solving” to Enhance
Student Performance in Productivity Software Course. Vol. X, 2009. Hamalik, Oemar . Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003. Jonassen, David H. Learning to solve Problems An Instructional Design Guide.
San Fransisco: 2004. Kadir. Statistika untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Rosemata
Sampurna, 2010. Kasiram. Metodologi Penelitia. Malang: UIN- Malang Press, 2008.
Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011. Lungan, Richard. Aplikasi Statistika dan Hitung Peluang. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006. Masitoh dan Dewi, Laksmi. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama, 2009. Muhammad, Farouk dan H. Djali. Metodologi Penelitian Sosial.
Muin, Abdul. “Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan
Matematika Siswa SMA”. Tesis pada Pendidikan Matematika UPI Bandung. Bandung. 2005. Tidak dipublikasikan
Multahim, dkk. Pendidikan Agama Islam: Penuntun Akhlak SMP kelas IX. Jakarta: Yudhistira, 2012.