Pengujian Hipotesis Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis

mengalami kesulitan ketika menemukan ide untuk menyelesaikan LKS yang tidak diajarkan sebelumnya. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep matematikanya. Karena sebelumnya diperoleh informasi bahwa pada pembelajaran matematika siswa hanya diberikan setumpuk latihan-latihan soal yang penyelesaiannya serupa dengan contoh-contoh soal yang diberikan guru. selain itu juga ada beberapa siswa yang kemampuan berhitungnya masih kurang seperti penjumlahan dan perkalian, tidak menguasai materi prasyarat seperti materi aljabar, persamaan linear satu variabel, dan persamaan garis pada pertemuan pertama sangat menghabiskan energi dan waktu untuk membimbing mereka. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, siswa mulai antusias mengikuti pembelajaran. Mereka lebih aktif dalam proses pembelajaran, mulai berani mengemukakan gagasan dan ide-ide yang relevan dalam menyelesaikan masalah yang terdapat dalam soal dan listener sudah mulai mampu menanggapi pendapat temannya. Sedangkan untuk kelompok kontrol yang menerapkan pembelajaran secara konvensional. Pembelajaran konvensional disekolah menggunakan strategi ekspositori metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Keterlibatan siswa hanya sebatas mendengarkan dan mencatat konsep-konsep yang diberikan. Apabila ada siswa yang kurang pahammengerti, maka siswa dapat bertanya kepada guru. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan dikelas kontrol ini, siswa tidak terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberi kesempatan untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya didalam kelas. Dengan demikian, siswa belajar dengan hafalan. Namun kelebihan dari kelas kontrol ini adalah siswa dapat mengerjakan dengan lancar dan sistematis terhadap soal yang diberikan guru, dengan catatan soal tersebut sesuai dengan contoh soal yang telah dijelaskan. Apabila soal yang diberikan berbeda dengan contoh yang dijelaskan, maka siswa akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Secara umum siswa kelas eksperimen menunjukan hasil yang lebih baik dari pada siswa kelas kontrol. Sebagai contoh hasil jawaban siswa dengan nilai tertinggi dari kedua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol pada soal nomor 4 sebagai berikut: Dalam sebuah konser musik, terjual karcis kelas I dan kelas II sebanyak 500 lembar. Harga karcis kelas I adalah Rp8000,-, sedangkan harga karcis kelas II adalah Rp6.000,-. Jika hasil penjualan seluruh karcis adalah Rp3.250.000,-. Tentukan banyak karcis masing-masing kelas I dan kelas II yang terjual. Contoh jawaban siswa dengan nilai tertinggi di kelas eksperimen : Gambar 4.3 Hasil Jawaban Siswa Level Kognitif Sedang Kelas Eksperimen Pada jawaban diatas terlihat bahwa siswa dengan nilai tertinggi dikelas eksperimen mampu dengan tepat memberikan jawaban sesuai dengan ketentuan soal. Sesuai dengan indikator dari kemampuan berpikir analitis matematis yaitu menguraikan masalah menjadi sub masalah, menghubungkan sub masalah dengan membuat model matematika, dan menyelesaikan berdasarkan model matematika. Siswa dapat menguraikan masalah yang diberikan sehingga mampu dengan tepat membuat model matematika, dan dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan metode-metode sistem persamaan linear dua variabel yang telah dipelajari. Contoh jawaban siswa dengan nilai tertinggi di kelas kontrol : Gambar 4.4 Hasil Jawaban Siswa Level Kognitif Sedang Kelas Kontrol Dengan cara yang serupa dapat kita lihat siswa dengan nilai tertinggi di kelas kontrol tidak mampu menyelesaikan secara tepat yang ditanyakan soal. Siswa kurang tepat dalam menguraikan masalah yang diberikan, sehingga kurang tepat dalam membuat model matematika. Siswa juga tidak mampu menyelesaikan masalah sistem persamaan linear dua variabel. Hal ini dikarenakan siswa belajar secara hapalan, sehingga siswa lupa dengan metode-metode penyelesaian sistem persamaan linear yang telah dipelajari. 2 Terdapat pengaruh level kognitif kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa. Seperti yang telah diketahui desain penelitian ini membagi siswa ke dalam 3 kelompok berbeda berdasarkan level kognitif. Namun karena keterbatasan penelitian, siswa yang menjadi objek penelitian hanya masuk kedalam 2 level kognitif yakni rendah dan sedang. Berdasarkan hasil perhitungan

Dokumen yang terkait

PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

3 27 213

Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa Dengan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (Tapps)

8 37 157

Pengaruh Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (Tapps) Terhadap Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di Kelas Xi Ipa Sma Muhammadiyah 25 Pamulang)

3 26 192

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

34 139 204

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

PENERAPAN STRATEGI THINK ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI Penerapan Strategi Think Aloud Pair Problem Solving (Tapps) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis (PTK Bagi Siswa Kelas VIII Semester Ganjil S

0 2 18

PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA.

0 3 48

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DISERTAI HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS.

7 24 42

STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KELANCARAN BERPROSEDUR DAN KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMP.

2 8 62

PENGARUH STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) TERHDAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP.

6 17 132