memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa.
Level kognitif juga signifikan terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa p 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
level kognitif siswa terhadap kemampuan berpikir analitis matematis. Perbedaan level kognitif siswa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis matematis
siswa. Level kognitif sedang berpengaruh lebih baik terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa.
Interaksi antara level kogntif dan metode pembelajaran terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa tidak signifikan p 0,05, dapat
dilihat pada grafik berikut:
Gambar 4.2 Grafik Interaksi Metode Pembelajaran dan Level Kognitif terhadap Kemampuan
Berpikir Analitis Matematis Siswa
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perpotongan dalam grafik yang terlihat. Dapat dijelaskan bahwa kemampuan berpikir analitis
matematis level kognitif sedang kelompok eksperimen dengan metode thinking aloud pair problem solving TAPPS lebih tinggi daripada level kognitif sedang
kelompok kontrol dengan pembelajaran secara konvensional. Begitu juga level kognitif rendah kelompok eksperimen lebih tinggi daripada level kognitif rendah
kelompok kontrol. Sehingga tidak ada pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan level kognitif terhadap kemampuan berpikir analitis matematis
siswa. Dengan demikian, metode pembelajaran thinking aloud pair problem solving TAPPS cocoksesuai untuk semua level kognitif terhadap kemampuan
berpikir analitis matematis siswa, dalam hal ini siswa madrasah tsanawiyah.
3. Pembahasan
Berdasarkan uji hipotesis penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik 3 pernyataan sebagai hasil.
1 Terdapat pengaruh metode pembelajaran terhadap kemampuan berpikir
analitis matematis siswa.
Perbedaan metode yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan bagian dari desain penelitian yang telah dirancang sejak awal.
Siswa kelas eksperimen belajar dengan menggunakan metode thinking aloud pair problem solving TAPPS dan siswa kelas kontrol belajar dengan pembelajaran
secara konvensional. Dari hasil deskripsi data kita ketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir analitis matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari
nilai rata-rata siswa kelas kontrol. Siswa kelas eksperimen memiliki rata-rata nilai kemampuan berpikir analitis matematis sebesar 220,21. Sedangkan siswa kelas
kontrol memiliki rata-rata nilai kemampuan berpikir analitis matematis sebesar 149,27. Berdasarkan perbedaan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa metode
thinking aloud pair problem solving TAPPS memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis matematis siswa. Dengan hasil, kemampuan berpikir
analitis matematis siswa yang belajar dengan metode thinking aloud pair problem solving TAPPS lebih baik dibandingkan kemampuan berpikir analitis matematis
siswa yang belajar secara konvensional. Pembelajaran dengan metode thinking aloud pair problem solving
TAPPS membuat siswa sangat antusias dan tertantang dalam menemukan dan menyelesaikan LKS yang diberikan. Akan tetapi tidak sedikit siswa yang
mengalami kesulitan ketika menemukan ide untuk menyelesaikan LKS yang tidak diajarkan sebelumnya. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan pembelajaran
yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep matematikanya. Karena sebelumnya diperoleh informasi bahwa pada pembelajaran matematika siswa
hanya diberikan setumpuk latihan-latihan soal yang penyelesaiannya serupa dengan contoh-contoh soal yang diberikan guru. selain itu juga ada beberapa
siswa yang kemampuan berhitungnya masih kurang seperti penjumlahan dan perkalian, tidak menguasai materi prasyarat seperti materi aljabar, persamaan
linear satu variabel, dan persamaan garis pada pertemuan pertama sangat menghabiskan energi dan waktu untuk membimbing mereka.
Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, siswa mulai antusias mengikuti pembelajaran. Mereka lebih aktif dalam proses pembelajaran, mulai berani
mengemukakan gagasan dan ide-ide yang relevan dalam menyelesaikan masalah yang terdapat dalam soal dan listener sudah mulai mampu menanggapi pendapat
temannya. Sedangkan untuk kelompok kontrol yang menerapkan pembelajaran
secara konvensional. Pembelajaran konvensional disekolah menggunakan strategi ekspositori metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Keterlibatan siswa hanya
sebatas mendengarkan dan mencatat konsep-konsep yang diberikan. Apabila ada siswa yang kurang pahammengerti, maka siswa dapat bertanya kepada guru.
Dalam proses pembelajaran yang dilakukan dikelas kontrol ini, siswa tidak terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberi kesempatan
untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya didalam kelas. Dengan demikian, siswa belajar dengan hafalan.
Namun kelebihan dari kelas kontrol ini adalah siswa dapat mengerjakan dengan lancar dan sistematis terhadap soal yang diberikan guru, dengan catatan soal
tersebut sesuai dengan contoh soal yang telah dijelaskan. Apabila soal yang diberikan berbeda dengan contoh yang dijelaskan, maka siswa akan mengalami
kesulitan untuk menyelesaikannya. Secara umum siswa kelas eksperimen menunjukan hasil yang lebih baik
dari pada siswa kelas kontrol. Sebagai contoh hasil jawaban siswa dengan nilai