Langkah selanjutnya adalah melihat perbandingan hasil perolehan siswa jika ditinjau dari level kognitif masing-masing kelompoknya dan mengabaikan
kelas, yakni siswa level kognitif rendah dan siswa level kognitif sedang.
6. Perbandingan Siswa Kemampuan Kognitif Rendah dengan Siswa
Kemampuan Kognitif Sedang
Jika ditinjau dari level kognitifnya dengan mengabaikan kelas asal siswa maka kita akan memperoleh dua kelompok berbeda, yakni kelompok siswa
level kognitif rendah dengan kelompok siswa level kognitif sedang. Dari tabel 4.1 dapat kita lihat nilai rata-rata kemampuan berpikir analitis matematis siswa level
kognitif rendah sebesar 161,54 dengan simpangan baku 62,17 dan nilai rata-rata kemampuan berpikir analitis matematis siswa level kognitif sedang sebesar
228,32 dengan simpangan baku 42,27. Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa nilai yang diperoleh
siswa level kognitif rendah lebih variatif dibandingkan nilai yang diperoleh siswa level kognitif sedang. Sedangkan jika ditinjau dari nilai rata-rata kemampuan
berpikir analitis matematis dapat dikatakan bahwa siswa level kognitif sedang memiliki kemampuan berpikir analitis matematis yang lebih baik dibandingkan
siswa level kognitif rendah dengan selisih nilai rata-rata sebesar 66,78. Hal ini sejalan dengan hasil temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa siswa dengan
level kognitif lebih tinggi akan memiliki kemampuan berpikir analitis matematis yang lebih baik.
7. Nilai Rata-rata Keseluruhan
Pada tabel 4.1 dapat kita lihat nilai rata-rata kemampuan berpikir analitis matematis siswa dari penelitian ini adalah sebesar 188,45. Jika kita tinjau
berdasarkan kelas maka diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih besar dari nilai rata-rata keseluruhan, sedangkan nilai rata-rata
siswa kelas kontrol lebih rendah dari nilai rata-rata keseluruhan. Hal ini menunjukan bahwa siswa yang belajar dengan metode thinking aloud pair
problem solving TAPPS memiliki skor kemampuan berpikir analitis matematis
lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar dengan metode konvensional. Dengan pembanding yang sama kita juga dapat menarik kesimpulan bahwa siswa
yang memiliki level kognitif yang lebih tinggi akan memiliki kemampuan berpikir analitis matematis yang lebih baik pula. Hal ini berdasar pada nilai rata-rata yang
diperoleh siswa level kognitif rendah dan siswa level kognitif sedang.
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis
1. Pengujian Persyaratan Analisis
1 Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Analitis Matematis Siswa
Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji lilliefors. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika memenuhi kriteria L-
hitung ≤ L-Tabel diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen Level Kognitif Sedang
Hasil pengujian untuk kelompok eksperimen level kognitif sedang diperoleh nilai L-hitung = 0,1899 lampiran 22, sedangkan dari tabel nilai
kritis uji lilliefors diperoleh nilai L-tabel = 0,2 untuk n = 18 pada taraf signifikan
05 ,
lampiran 29. Karena
L- hitung ≤ L-Tabel 0,1899 0,2,
maka H diterima, artinya data yang terdapat pada kelas eksperimen level
kognitif sedang berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen Level Kognitif Rendah
Hasil pengujian untuk kelompok eksperimen level kognitif rendah diperoleh nilai L-hitung = 0,1672 lampiran 23, dan dari tabel nilai kritis uji
lilliefors diperoleh nilai L-tabel = 0,195 untuk n = 19 pada taraf signifikan
05 ,
. Karena L-
hitung ≤ L-Tabel 0,1672 0,195
maka H diterima,
artinya data yang terdapat pada kelompok eksperimen level kognitif rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal.