7
perekonomian dan kegiatan harian lain di Jakarta justru mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Dengan jumlah penduduk yang besar tentu menimbulkan
persaingan kebutuhan lahan antara kebutuhan penggunaan non-RTH seperti perumahan, apartemen, pengembangan business area, dan infrastruktur lainnya
untuk menunjang kehidupan perkotaan dengan kebutuhan RTH. Semakin berkurangnya jumlah RTH akibat penggunaan lahan untuk kepentingan lain
membuat keberadaan RTH tidak sesuai dengan penetapan UU Nomor 26 Pasal 29 Bulir 3 dan Bulir 4 tentang pengadaan Ruang Terbuka Hijau minimal 20 hingga
30 dari luas lahan suatu kota. Selain diakibatkan tingginya jumlah penduduk, minimnya ketersediaan dari
paru-paru kota dan daerah resapan air untuk menjaga kualitas lingkungan juga dapat diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat dan pemerintah serta
pihak-pihak yang bersangkutan dalam penentuan tata kota tentang nilai ekonomi dari RTH, sehingga mengakibatkan kurangnya prioritas mengenai keberadaan
RTH. Selain itu, kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya keberadaan RTH yang masih rendah juga dapat mengakibatkan ketidak pedulian
masyarakat untuk menjaga, merawat, dan mempertahankan keberadaan RTH yang sudah ada.
Berdasarkan uraian masalah di atas maka pertanyaan penelitiannya adalah: 1.
Apakah RTH Taman Kota Waduk Pluit dapat memberikan dampak positif bagi
masyarakat?
2. Berapa nilai ekonomi RTH Taman Kota Waduk Pluit berdasarkan preferensi
masyarakat sekitar?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya Willingness to Pay
masyarakat di sekitar RTH Taman Kota Waduk Pluit? 4.
Bagaimana formulasi strategi implementasi yang tepat dari RTH Taman Kota Waduk Pluit Jakarta Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk melakukan valuasi nilai ekonomi dari apa yang
dirasakan masyarakat akibat peningkatan kualitas lingkungan di sekitar RTH
8
Taman Kota Waduk Pluit dengan menggunakan WTP dan memformulasikan strategi implementasi perlunya RTH Taman Kota Waduk Pluit. Sedangkan tujuan
secara spesifik dilakukannya penelitian ini telah ditetapkan sebagai berikut: 1.
Menganalisis dampak positif yang dirasakan masyarakat dengan keberadaan RTH Taman Kota Waduk Pluit.
2. Mengestimasi nilai ekonomi RTH Taman Kota Waduk Pluit berdasarkan
preferensi masyarakat sekitar dengan menggunakan nilai Willingness to Pay WTP.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya
Willingness to Pay masyarakat disekitar RTH Taman Kota Waduk Pluit.
4. Menganalisis formulasi strategi implementasi yang tepat dari RTH Taman Kota
Waduk Pluit Jakarta Utara. 1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam berbagai hal, antara lain:
1.
Bagi Pemerintah Provinsi Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara: dapat
dijadikan bahan kajian dalam menentukan nilai ekonomi dan formulasi strategi implementasi RTH sehingga dapat melakukan alokasi lahan yang
lebih baik lagi dan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Selain itu juga dapat meningkatkan kepedulian pemerintah terkait dalam melakukan
pengembangan, perawatan, dan pelestarian RTH. 2.
Bagi Masyarakat di sekitar RTH Taman Kota Waduk Pluit: dapat
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai pentingnya keberadaan dari RTH Taman Waduk Pluit. Selain itu, dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat dalam melakukan pemanfaatan, perawatan dan pelestarian RTH. 3.
Bagi Mahasiswa: penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana
pengaplikasian ilmu yang selama ini sudah dipelajari dan bermanfaat sebagai media memperoleh pembelajaran, pengetahuan, dan pengalaman penelitian,
serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya keberadaan RTH bagi lingkungan, khususnya lingkungan perkotaan yang penuh dengan
polusi dan permasalahan lingkungan.
9
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan batasan-batasan dalam penelitian diperlukan untuk menjaga agar penelitian tetap fokus pada obyek yang diteliti dan mempermudah
pelaksanaan penelitian. Ada pun ruang lingkup dan batasan-batasan yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Wilayah penelitian dilakukan pada Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara. RTH merupakan Taman Kota Waduk Pluit yang berada di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan, Jakarat Utara.
2. Obyek penelitian adalah warga yang tinggal dan menetap di daerah Kelurahan
Pluit dan Kelurahan Penjaringan RW 19 Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara yang mengetahui danatau merasakan keberadaan RTH Taman Kota Waduk
Pluit. Selain warga yang tinggal di sekitar RTH, pengelola RTH juga dijadikan objek penelitian sebagai pihak internal dan instansi-instansi pemerintah terkait
dengan RTH Taman Kota Waduk Pluit sebagai objek penelitian dari pihak eksternal.
3. Nilai RTH dalam penelitian ini adalah nilai ekologi, ekonomi, dan sosial yang
diungkapkan masyarakat berdasarkan preferensi dari apa yang mereka rasakan semenjak dibangunnya RTH Taman Kota Waduk Pluit.
4. Formulasi strategi implementasi untuk sebuah RTH khususnya RTH Taman
Kota Waduk Pluit agar tetap lestari dan dapat dikembangkan lebih baik lagi baik dalam hal keamanan, ekologi, sosial, budaya, dan ekonomi.
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ruang Terbuka Hijau RTH
Secara definitif Ruang Terbuka Hijau RTH adalah suatu ruang terbuka memanjang atau berkelompok dengan area geografis tertentu yang di atasnya
tumbuh atau ditanami berbagai macam vegetasi dan tidak terdapat bangunan di atasnya guna mendukung manfaat langsung maupun tidak langsung dari suatu
RTH yaitu kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. Selain itu, Ruang Terbuka Hijau juga memiliki berbagai macam fungsi sebagaimana
yang telah dicantumkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05PRTM2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan seperti untuk tempat rekreasi dan olah raga, tempat pertanian pangan, kebun bunga dan usaha tanaman hias, jalur pemeliharaan
sepanjang sungai dan selokan sebagai koridor kota, sebagai wilayah konservasi atau preservasi alam untuk mengamankan kemungkinan erosi, pengamanan tepi
sungai dan daerah resapan air. Dasar hukum yang memperkuat keberadaan Ruang Terbuka Hijau di
Indonesia telah tercantum dalam beberapa Undang-Undang dan peraturan- peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, antara lain:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H
Ayat 1 tentang hak seseorang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria UUPA.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup UUPLH. 4.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UUPR. 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4242. Dasar hukum yang memperkuat keberadaan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta
telah tercantum dalam beberapa undang-undang dan peraturan-peraturan yang
11
telah ditetapkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW 2030 pemerintah Provinsi DKI Jakarta, antara lain:
1. Peraturan Daerah RTRW 2030 BAB I Pasal 1 No. 41 tentang Kawasan hijau
lindung adalah bagian dari kawasan terbuka hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan ekosistem setempat
maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. 2.
Peraturan Daerah RTRW 2030 BAB I Pasal 1 No. 64 tentang Ruang Terbuka Hijau, selanjutnya disingkat RTH, adalah area memanjang atau jalur danatau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
3. Peraturan Daerah RTRW 2030 BAB I Pasal 1 No. 65 tentang Ruang Terbuka
non-Hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras, maupun yang berupa
badan air. 4.
Peraturan Daerah RTRW 2030 BAB I Pasal 1 No. 66 tentang Ruang terbuka hijau budi daya, yang selanjutnya disingkat dengan RTH budi daya, adalah
ruang hijau di luar kawasan hijau lindung yang dimanfaatkan untuk kegiatan penanaman, pengembangan, pemeliharaan, maupun pemulihan vegetasi yang
diperlukan sebagai sarana ekonomi, ekologi, sosial, dan estetika. 5.
Peraturan Daerah RTRW 2030 BAB I Pasal 1 No. 80 tentang Perbaikan lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk
memperbaiki struktur lingkungan yang telah ada dan dimungkinkan melakukan pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana
yang telah ada. 6.
Peraturan Daerah RTRW 2030 BAB III Pasal 5 No. 5 tentang mewujudkan keterpaduan pemanfaatan dan pengendalian ruang, ditetapkan kebijakan
sebagai berikut : a. melaksanakan konservasi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,
kawasan lindung, sumber daya air, dan pengembangan RTH untuk keseimbangan ekologi kota Jakarta;
b. meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH sebagai upaya peningkatan kualitas kehidupan kota Jakarta.
12
2.2 Pendekatan Valuasi Ekonomi dan Formulasi Strategi RTH
Penilaian nilai ekonomi atau valuasi ekonomi terhadap nilai RTH sudah banyak dilakukan secara global khususnya pada negara-negara yang sudah maju.
Namun hal yang sebaliknya terjadi pada negara yang belum maju atau negara berkembang, dimana pembangunan kawasan urban masih lebih diutamakan dari
pada kawasan yang diperuntukan untuk menjaga kondisi lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan pengembangan kawasan RTH menjadi dikesampingkan.
Para stake holder tidak mengetahui bahwa keberadaan keuntungan dari RTH selain dapat berfungsi untuk menjaga lingkungan juga dapat meningkatkan
harga propeti di wilayah sekitarnya dan juga dapat menjadi nilai tambah bagi wilayah tersebut. Dalam perencanaan pembangunan dan pengembangan RTH, ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan secara seksama untuk mencari hubungan antara pemerintah, urban planners, masyarakat, dan pengembang properti agar
tercipta kerjasama yang baik dan dapat menghasilkan tata kota yang baik pula. Faktor yang mempengaruhi nilai dari suatu properti antara lain adalah lokasi,
kualitas, dan perlengkapan rumah atau apartmen, umur bangunan dan aksesbilitas, tipe atau jenis, struktur, kualitas lingkungan, dan keamanan. Dimana untuk
menilai secara ekonomi manfaat dari RTH dengan menggunakan harga properti dapat menggunakan metode HPM Hedonic Price Method Takacs 2013.
Selain melakukan pendekatan HPM, valuasi nilai manfaat Ruang Terbuka Hijau juga dapat diperoleh dengan Willingness to Pay WTP dimana peneliti
menanyakan secara langsung preferensi dari responden yang sudah ditentukan untuk memperoleh nilai yang diungkapkan oleh responden tersebut. WTP
merupakan bagian dari Contigent Valuation Method yang mana peneliti memerlukan sejumlah responden untuk mendapatkan nilai yang dicari. Dalam
menggunakan WTP, penyusunan dan pembentukan format pertanyaan atau kuisioner serta cara penyampaian informasi dan pertanyaan sangat perlu
diperhatikan untuk memperoleh keakuratan data yang diungkapkan oleh responden. Peneliti harus dapat membuat situasi dan meyakinkan bahwa
responden tidak akan sungguh-sungguh membayar sejumlah uang seperti apa yang mereka ungkapkan Anton 2005. Pada penelitian ini, valuasi ekonomi dari
RTH Taman Kota Waduk Pluit Jakarta Utara akan menggunakan WTP untuk