29 karena berpendapat sesuatu yang secara terukur akan mengalami
resiko. Tipe ini memiliki ciri-ciri: a Sudah melakukan sedikit lalu berhenti ditengah jalan
b Melepaskan kesempatan untuk maju c Mudah puas dengan apa yang telah dicapai
3 Mereka yang sampai di puncak pendakian, pendaki climbers yaitu orang yang selalu berupaya mencapai puncak pendakian yaitu
kebutuhan aktualisasi diri pada skala kebutuhan Maslow, siap menghadapi berbagai rintangan. Kelompok ini memang menantang
perubahan-perubahan. Kesulitan ataupun krisis akan dihadapi walaupun perlu
banyak energi, dedikasi dan pengorbanan. Climbers
dapat juga disebut sebagai golongan yang ulet dengan segala resiko yang mungkin akan muncul sehingga harus dia hadapi serta mampu
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. tipe orang yang memiliki ciri-ciri:
a Orang yang memiliki pikiran terus tentang peluang b Tidak memikirkan suatu hal sebagai hambatan
c Tidak menyesali kebelum berhasilan d Pembelajar seumur hidup
b. Kontribusi Adversity Intelligence
Adversity Intelligence atau yang lebih dikenal dengan bagaimana kesiapan kita dalam menghadapi tantangan ternyata cukup
berpengaruh dalam kehidupan. Jika seseorang yang memiliki IQ tinggi
30 namun tidak dapat mengimbangi dengan EQ atau kecerdasan lainnya,
yang salah satunya adalah tentang kesiapan menghadapi tantangan, maka orang tersebut belum tentulah akan menjadi sukses. Stoltz 2000: 92-97
mengindikasikan bahwa AQ mempunyai kontribusi yang sangat besar karena faktor- faktor kesuksesan yang tertulis dan memilki dasar ilmiah
ini dipengaruhi, kalau bukan ditentukan, oleh kemampuan pengendalian serta cara kita merespon kesulitan, faktor- faktor tersebut mencakup
semua yang diperlukan untuk meraih tantangan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi AQ, yaitu:
1 Daya saing Jason Sattefield dan Martin Seligman dalam Stoltz, 2000: 93,
menemukan individu yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat diramalkan akan bersifat lebih agresif dan mengambil lebih
banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati. Oleh
karena itu, kesiapan dalam menghadapi tantangan sangatlah dibutuhkan agar dapat mencapai kesuksesan.
2 Produktifitas Martin Seligman dalam Stoltz, 2000: 93, membuktikan bahwa
orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi, dan kinerjanya lebih buruk daripada
mereka yang merespon kesulitan dengan baik
31 3 Kreativitas
Joel Barker dalam Stoltz, 2000: 94, kreativitas muncul dalam keputusasaan, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi
kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Joel Barker menemukan orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan
menjadi tidak mampu bertindak kreatif. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang oleh hal-hal
yang tidak pasti. Orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif
4 Motivasi Dari penelitian Stoltz 2000: 94 ditemukan orang-orang yang AQ-
nya tinggi dianggap sebagi orang-orang yang paling memiliki motivasi.
5 Mengambil Resiko Satterfield dan Seligman dalam Stoltz, 2005: 94 menemukan
bahwa individu yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, bersedia mengambil banyak resiko. Resiko merupakan aspek
esensial dalam mengambil sebuah tantangan. 6 Perbaikan
Perbaikan terus-menerus perlu dilakukan supaya individu bisa bertahan hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu juga
karena individu yang memiliki AQ yang lebih tinggi menjadi lebih
32 baik. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih rendah menjadi lebih
buruk. 7 Ketekunan
Ketekunan merupakan inti untuk maju menghadapi kesulitan dan AQ individu. Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus
walaupun dihadapkan
pada kemunduran-kemunduran
atau kegagalan. Jadi AQ menentukan keuletan yang dibutuhkan untuk
bertekun. 8 Belajar
Carol Dweck dalam Stoltz, 2000: 95, membuktikan bahwa anak- anak dengan respon-respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak
akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-
anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.
9 Merangkul Perubahan individu yang memeluk perubahan cenderung merespon kesulitan
secara lebih konstruktif dengan memanfaatkanya untuk memperkuat niat mereka. Mereka merespon dengan mengubah kesulitan menjadi
peluang. Orang- orang yang hancur oleh perubahan akan hancur oleh kesulitan.
10 Keuletan, Stres, Tekanan, Kemunduran Suzanne Oulette dalam Stoltz, 2000: 97, peneliti terkemuka untuk
sifat tahan banting, memperlihatkan bahwa orang yang merspon kesulitan dengan sifat tahan banting, pengendalian, tantangan dan
33 komitmen, akan tetap ulet dalam menghadapai kesulitan-kesulitan.
Mereka yang tidak merespon dengan pengendalian dan komitmen cenderung akan menjadi lemah akibat situasi yang sulit. Hal ini
terbukti dalam penelitian Ermy Werner, ahli Psikolog anak-anak, menemukan bahwa anak- anak yang merespon kesulitan secara
positif akan menjadi ulet, dan akan bangkit kembali dari kemunduran-kemunduran besar.
c. Dimensi-dimensi Adversity Intelligence