1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, pendidikan sekolah saat ini dituntut tidak hanya mampu menghasilkan lulusan yang berijazah saja,
pendidikan juga harus memiliki orientasi yang jelas ke arah mana lulusan akan berkontribusi di masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian
Pendidikan Nasional sejak awal tahun 2005 mulai mengembangkan kembali peran SMK dan lulusan SMK untuk siap kerja dan siap menjadi wirausahawan.
Kebijakan ini tentunya perlu diberi apresiasi yang positif, terutama kenyataan saat ini yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara lapangan kerja, pencari
kerja dan pencari kerja yang berkualitas. Sekolah Menengah Kejuruan SMK sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, merupakan pendidikan pada
jenjang menengah yang menyiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja dengan berbekal ilmu pengetahuan dan keahlian. Sehingga diharapkan
mampu mengembangkan ilmu dan keahlian yang diperoleh demi kemajuan dirinya, masyarakat dan bangsa. Namun setiap kebijakan tidak semuanya bisa
efektif dan langsung sinkron dengan lembaga pendidikan SMK itu sendiri, terutama dalam aspek pembelajaran yang relevan bagi sekolah.
Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini telah meningkatkan jumlah pengangguran di indonesia. Kamar Dagang dan Industri
Indonesia Kadin menilai angka pengangguran di Indonesia sudah cukup tinggi akibat kesenjangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan pekerjaan, akibat
2 ketimpangan tersebut diperkirakan setiap tahunnya pengangguran meningkat
sebesar 1,3 juta orang Replubika.co.id Selasa, 01 Mei 2012 23:40 WIB. Terkait hal tersebut, data Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinsosnakertrans
Kota Yogyakarta menyebutkan, dari total 17.481 pengangguran tahun 2012, hampir separuhnya merupakan lulusan SMA dan SMK Tribun Jogja 7 Februari
2013. Jumlah ini diprediksi akan meningkat apabila tidak disediakan lapangan kerja baru.
Setiap tahun, puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang di Indonesia ingin bekerja atau mendapatkan pekerjaan. Mereka mencoba menjadi pegawai atau
karyawan di sebuah instansi atau perusahaan yang sekiranya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Banyaknya masyarakat di Indonesia yang ingin
menjadi pegawai menjadikan jumlah pengangguran di Indonesia relatif tinggi. Kesenjangan ini merupakan penyebab utama peningkatan angka pengangguran.
Semakin bertambahnya angka pengangguran menjadikan keadaan perekonimian di Indonesia semakin memburuk, hal ini akan semakin memburuk apabila tidak
segera diatasi karena naiknya harga BBM yang diiringi dengan kenaikan harga- harga kebutuhan pokok yang tidak dapat ditolak
Salah satu solusi untuk mengatasi tinginya angka pengangguran adalah dengan berwirausaha, namun sudah barang tentu tidak semua orang akan siap dan
mampu melaksanakannya. Mendengar kata berwirausaha saja mungkin banyak yang langsung berpendapat bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang sangat sulit,
harus berpikir keras, dan banyak pengorbanan. Dengan demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan banyak lulusan SMK yang belum siap untuk
3 berwirausaha, sebagian yang lain memilih bekerja dengan orang lain dan hanya
sedikit yang memutuskan membuka usaha sendiri. Dalam hal ini tentunya tidak terlepas dari minat dan kesiapan
berwirausaha siswa yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Terkait dengan hal tersebut, Muladi Wibowo dalam penelitannya tahun 2011 menyebutkan bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha siswa SMK setelah lulus sekolah, faktor-faktor tersebut meliputi: faktor internal, faktor
eksternal, faktor pembelajaran dan kesiapan instrumen. Lebih jelas lagi, setiap faktor-faktor tersebut meliputi beberapa hal, yakni: 1 faktor internal meliputi:
motivasi pribadi, minat belajar, kepribadian. 2 faktor eksternal meliputi: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pergaulan. 3 faktor
pembelajaran meliputi: praktik kerja industri, mata pelajaran kewirausahaan, pelatihan sekolah. 4 kesiapan instrumen meliputi: akses modal, ketersediaan
informasi, jaringan. Faktor-faktor dari minat berwirausaha siswa tersebut tentunya juga memiliki peranan penting didalam pembentukan kesiapan berwirausaha.
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga pendidikan yang mencetak tenaga terampil untuk mempersiapkan siswa dalam memasuki dunia
kerja dengan pemenuhan kompetensi di berbagai pengembangan. Program pengembangan SMK terhadap faktor-faktor teknis telah banyak dilakukan, tetapi
pembenahan tersebut kurang diimbangi dengan usaha pengembangan faktor- faktor non teknis pada siswa yang tidak kalah penting, seperti soft skill, ESQ,
adversity quotient AQ, kemampuan metakognitif, kecakapan kerja dan kemampuan yang terkait dengan kesiapan yang bersifat non teknis lainnya.
4 Pengembangan faktor-faktor psikologis seharusnya lebih mendapatkan
perhatian dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya, karena situasi belajar dan persiapan memasuki lapangan pekerjaan yang paling penting di dalam
pengembangan manusia adalah faktor psikologis tersebut. Peningkatan kualitas lulusan pendidikan kejuruan perlu dikembangkan dengan sistem pengembangan
faktor-faktor psikologis siswa, hal ini memiliki keterkaitan dengan faktor internal yang mempengaruhi minat siswa SMK untuk berwirausaha setelah lulus. Salah
satu yang perlu dikembangkan adalah Adversity Intelligence atau yang sering disebut dengan Adversity Quotient AQ, hal ini menjadi penting karena berkaitan
dengan kemampuan siswa dalam menghadapi suatu rintangan. Sehingga setelah siswa tersebut lulus dari SMK siswa tidak lagi takut untuk mengambil resiko,
tidak takut gagal, dan memiliki kemantapan untuk berwirausaha. Mendukung pendapat tersebut, Tony Wijaya dalam penelitiannya tahun 2007 juga
mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara adversity intelligence dan intensi berwirausaha. Dalam diri siswa tentunya
memiliki tingkat AQ yang berbeda-beda, sehingga untuk menghadapi ketatnya persaingan kerja dalam era globalisasi ini perlu dikembangkan AQ tersebut di
dalam diri siswa. Faktor non teknis lainnya yang perlu dikembangkan adalah faktor
kemampuan siswa untuk mengetahui kemampuan kognitif yang dimilikinya. Kemampuan seperti ini biasa dikenal dengan kemampuan metakognitif.
Kemampuan tersebut perlu dimiliki oleh soerang siswa SMK yang setelah lulus akan memutuskan untuk berwirausaha. Sebab dengan kemampuan metakognitif
5 siswa dapat mengukur dirinya sendiri dan mengukur kemampuan orang lain.
Dengan kemampuan ini, harapannya siswa dapat melihat peluang dan visi kedepan untuk menjalankan dan mengembangkan suatu wirausaha.
Selain faktor psikologis, faktor lain yang perlu dipersiapkan oleh siswa ketika ingin terjun ke dunia wirausaha adalah relasi sosial. Relasi sosial tersbut
adalah bentuk dari jaringan sosial yang termasuk dalam bentuk kesiapan intrumen yang mempengaruhi minat berwirausaha setelah lulus. Relasi sosial seorang siswa
tentunya juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan pergaulan. Karena lingkungan sekitar juga mempunyai peranan yang
penting dalam perkembangan siswa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, seseorang yang tumbuh di
lingkungan pedagang secara relatif akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pedagang. Demikian pula dengan individu yang tumbuh di
lingkungan petani, nelayan, wirausaha, pegawai negeri, dan sebagainya. Dari lingkungan tersebut biasanya mempengaruhi minat dan motivasi dari individu
tersebut akan ke arah manakah ia setelah lulus sekolah. Kemudian pergaulan yang terbentuk dari lingkungan siswa tersebut juga akan memberikan dampak terhadap
relasi sosial yang dimilikinya, semakin banyak relasi yang dimiliki maka semakin besar pula peluang peluang wirausaha yang mungkin dapat dikembangkan, juga
semakin banyak mengenal watak dan karakter tiap orang. Kemudian jika ditinjau dari faktor pembelajaran di sekolah, tentunya
mata pelajaran kewirausahaan yang memiliki peranan penting untuk menyiapkan siswa agar siap terjun ke dunia wirausaha. Namun untuk menyiapkan siswa agar
6 mampu untuk berwirausaha, bukan pelajaran secara teoritis saja yang diperlukan.
Perlu adanya penanaman nilai-nilai kewirausahaan di dalam diri siswa tersebut. Nilai-nilai kewirausahaan merupakan landasan yang perlu ditanamkan sejak siswa
tersebut duduk di bangku SMK, hal ini bertujuan agar siswa tersebut memiliki pemahaman yang cukup tentang kewirausahaan sehingga tidak lagi
menggantungkan pada orang lain atau perusahaan untuk mencari pekerjaan nantinya setelah ia lulus sekolah. Sehingga setelah lulus sekolah, dapat tercapailah
tujuan siswa masuk sekolah kejuruan karena ingin cepat bekerja dan ingin membuka usaha sendiri.
Dari penjelasan diatas maka dapat disusun peta konsep permasalahan seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Peta Konsep Permasalahan
7
B. Identifikasi Masalah