Teori Inflasi Inflasi 1. Defenisi Inflasi

Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk di Bursa Efek Indonesia, 2010.

2.1.2.3. Teori Inflasi

Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mengemukakan masalah inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi Boediono, 1990: 167: a. Teori Kuantitas Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi yang terdiri dari: 1. Jumlah Uang yang Beredar. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar baik penambahan uang kartal maupun penambahan uang giral. Tanpa ada kenaikan jumlah uang beredar, misalnya kegagalan panen, hanya akan menaikkan harga-harga untuk sementara waktu saja. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya walau apapun yang menyebabkan kenaikan harga tersebut. 2. Ekspektasi Masyarakat Laju inflasi ditentukan oleh penambahan jumlah uang beredar dan oleh psikologi harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. Ada 3 tiga kemungkinan keadaan, yaitu: 1 Keadaan yang pertama adalah bila masyarakat tidak belum mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya. Ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikan dari jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Selanjutnya, ini berarti bahwa tidak akan ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang. 2 Keadaan yang kedua adalah dimana masyarakat atas dasar pengalaman di bulan-bulan sebelumnya muali sadar bahwa ada inflasi. Orang-orang mulai mengharapkan kenaikan harga. Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi diterima oleh masyarakat untuk menambah pos kas-nya, tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang. Hal ini dilakukan karena orang-orang berusaha untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Dari segi kemasyarakat secara keseluruhan hal ini berarti adanya kenaikan permintaan akan barang-barang. Akibat selanjutnya adalah naiknya harga barang-barang tersebut. 3 Keadaan ketiga terjadi pada tahap hiper inflasi. Dalam keadaan ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Keengganan untuk memegang uang kas tersebut diterima di tangan menjadi semakin meluas dikalangan masyarakat. Orang cenderung mengharapkan keadaan semakin memburuk: laju inflasi untuk bulan- bulan mendatang diharapkan semakin besar dibandingan dengan laju inflasi dibulan sebelumnya. Keadaan ini ditandai oleh semakin cepatnya peredaran uang velocity of cisculation yang menaik. Hiperinflasi menghancurkan bukan hanya sendi-sendi ekonomi moneter tetapi juga sendi-sendi sosial-politik dari suatu masyarakat. Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk di Bursa Efek Indonesia, 2010. Struktur masyarakat yang baru akan timbul menggantikan struktur yang lama. b. Teori Keynes Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya yang menyoroti aspek lain dari inflasi. Meneurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses infalsi, menurut pandangan ini tidak lain adalah proses perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginka bagian lebih dari pada yang bisa disediakan oleh disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang- barang yang tersedia timbul apa yang disebut dengan inflantionary gap. Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang. Dengan lain perkataan mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana. Golongan masyarakat seperti ini mungkin adalah pemerintah sendiri, yang berusaha memperoleh bagian yang lebih besar dari output masyarakat jalam menjalankan defisit dalam anggaran belanjanya yang dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan tersebut mungkin juga pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan untuk melakukan investasi- investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit dari bank. Golongan tersebut bisa pula serikat buruh yang berusaha memperoleh kenikan gaji bagi anggota-anggotanya melebihi kenaikan produktivitas buruh. Bila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut, pada tingkat harga yang berlaku, melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka inflationary gap timbul. Karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga berarti bahwa sebagian dari rencana-rencana pembelian barang dari golongan- golongan tersebut tidak bisa terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan- golongan tersebut akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi dari pencetakan uang baru atau kredit dari bank yang lebih besar atau kenaikan gaji yang lebih besar. Tentunya tidak semua golongan tersebut berhasil memperoleh tambahan dana yang diinginkan. Golongan yang bisa memperoleh dana yang lebih banyak bisa memperoleh bagian dari output yang lebih banyak. Meraka yang tidak bisa memperoleh dana akan medapatkan bagian output yang lebih kecil. Yang termasuk golongan yang kalah dalam proses perebutan ini adalah golongan- golongan yang berpenghasilan tetap atau yang penghasilannya tidak naik secepat laju inflasi. Proses inflasi akan terus berlangsung selam jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat. Inflasi akan berhenti bila permintaan efektif total tidak melebihi, pada tingkat harga yang berlaku, jumlah output yang tersedia. Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk di Bursa Efek Indonesia, 2010. c. Teori Strukturalis Teori strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran rigidities dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian yang, menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang, maka teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”. Menurut teori ini ada kekakuan dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu: 1. Ketegaran yang pertama berupa “ketidak-elastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena a Harga dipasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan, atau sering disebut dengan istilah bahwa dasar penukaran terms of trade makin memburuk. b Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi maupun investasi. Akibatnya negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang yang sebelumnya diimpor, meskipun sering kali prodsuksi dalam negeri memiliki ongkos produksi yang lebih tinggi dari pada barang-barang yang sejenis diimpor. Biaya produksi yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi. Dan bila proses substitusi impor ini makin meluas, kenaikan biaya produksi juga makin meluas ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga barang yang naik. Dengan demikian inflasi terjadi. 2. Ketegaran yang kedua berkaitan dengan “ketidak-elastisan” dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Dikatan bahwa produksi bahan makanan dalam di dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita, sehingga harga-harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbul tuntutan dari para karyawan untuk memperoleh upahgaji. Kenaikan upah berarti kenaikan ongkos produksi, yang berarti pula kenaikan harga dari barang- barang tersebut. Kenaikan harga barang-barang seterusnya mengakibatkan timbulnya tuntutan kenaikan upah lagi. Kenaikan upah kemudian diikuti oleh kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya. Proses ini akan akan berhenti dengan sendirinya seandainya harga bahan makanan tidak terus menaik. Tetapi oleh karena faktor struktural tadi, harga bahan makanan akan terus menaik, sehingga proses saling dorong mendorong atau proses “spiral” antara harga dan upah tersebut terus selalu mendapat “umpan” baru dan tidak berhenti. Leo Ibrahim Sihombing : Pengaruh Inflasi, Kurs, Investasi dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Saham PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk di Bursa Efek Indonesia, 2010. Proses inflasi yang timbul karena kedua ketegaran tersebut dalam praktek jelas tidak berdiri sendiri-sendiri. Umumnya kedua proses tersebut saling berkaitan dan seringkali memperkuat satu sama lain.

2.1.1.4. Dampak Inflasi