Kualitas Kolesom Terkait Metabolit Sekunder dan Biosintesisnya

Gambar 6.10 Peranan lintasan fenilpropanoid terhadap biosintesis senyawa fenolik kolesom pada umur 2 MST di musim kemarau. PAL = phenylalanine ammonia lyase, CAD = cinnamyl alcohol dehidrogenase, POD = peroksidase. Keterangan lain pada gambar ini sama dengan Gambar 6.6. Saat akhir pengamatan 6 MST di musim kemarau, kandungan total fenolik tinggi, namun aktivitas PAL rendah. Hal ini menunjukkan senyawa fenolik yang terbentuk sebagian besar berasal dari lintasan asam malonat dengan prekursornya berupa asetil koenzim A hasil glikolisis, bukan dari lintasan fenilpropanoid. Jika hal ini dibandingkan dengan kandungan protein kolesom maka terlihat bahwa protein kolesom berasal dari kelompok asam amino alifatik. Gambar 6.11 Peranan lintasan asam malonat terhadap biosintesis senyawa fenolik kolesom pada umur 6 MST di musim kemarau. PAL = phenylalanine ammonia lyase. Keterangan lain pada gambar ini sama dengan Gambar 6.6. Saat musim hujan, terjadi penurunan nilai IC 50 kolesom dari umur 2 ke 4 MST, namun meningkat sesudahnya Gambar 6.9.C. Jika dibandingkan dengan kandungan total fenolik Gambar 6.3.E dan kandungan total flavonoid kolesom Gambar 6.8.F, maka terlihat bahwa 1 dari umur 2 ke 4 MST, kemampuan antioksidan kolesom sebagian besar didapatkan dari kandungan total flavonoid karena kandungan total fenoliknya rendah; 2 dari umur 4 ke 6 MST, kemampuan antioksidan kolesom didapatkan dari kandungan total flavonoid dan kandungan fenolik non-flavonoidnya. Akan tetapi, besar kemungkinan aktivitas antioksidan senyawa flavonoid lebih besar dari senyawa fenolik non-flavonoid karena pada umur 4 MST didapatkan nilai IC 50 terendah dengan kandungan total flavonoidnya yang tinggi. Telah diketahui bahwa kemampuan antioksidan flavonoid dan asam fenolat terkait dengan jumlah dan posisi dari gugus hidoksil pada molekul tersebut; peningkatan jumlah gugus hidroksil menyebabkan peningkatan aktivitas antioksidan Cartea et al. 2011. Dengan demikian, kemampuan antioksidan kolesom sangat bergantung kepada kandungan total fenolik non-flavonoid, kandungan total flavonoid, umur tanaman, dan musim Gambar 6.12. Saat musim kemarau, terjadi peningkatan nilai IC 50 kolesom dari umur 2 ke 4 MST, namun menurun sesudahnya. Jika dibandingkan dengan kandungan total fenolik dan kandungan total flavonoid kolesom, maka terlihat bahwa pada dari umur 2 ke 4 MST dan 4 ke 6 MST, kemampuan antioksidan kolesom sebagian besar didapatkan dari kandungan total flavonoid karena kandungan total fenolik rendah. Walaupun terjadi peningkatan senyawa fenolik dari umur ke umur, namun jika dibandingkan dengan kandungan di musim kemarau maka kandungan total fenolik musim kemarau lebih kecil dari kandungan di musim hujan dan rata-rata kandungan total flavonoid di musim kemarau hampir 2-4 kali lebih tinggi dari kandungan di musim hujan. Hal ini menunjukkan kecil kemungkinan terdapat sumbangan antioksidan dari senyawa fenolik non- flavonoid. Gambar 6.12 Dinamika kandungan senyawa fenolik yang terkait dengan kapasitas antioksidan kolesom pada kedua musim. A kandungan total fenolik, B kandungan total flavonoid. Keterangan gambar ini sama dengan Gambar 6.3. Selanjutnya, kandungan total klorofil kolesom di musim hujan didapatkan lebih tinggi dari kandungan total klorofil di musim kemarau pada umur 6 MST Gambar 6.9.B. Jika dibandingkan dengan kandungan total fenolik, PAL, dan kandungan protein maka penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa pembentukan klorofil melalui tetrapirol dengan prekursornya asam glutamat Beale 1990, Wettstein et al. 1995, Meskauskiene et al. 2001, Rissler et al. 2002; dan hal ini terjadi pada kedua musim. Saat musim hujan tidak terjadi persaingan prekursor berupa asetil koenzim A dalam pembentukan klorofil dan senyawa fenolik Gambar 6.13. Akan tetapi, saat musim kemarau terjadi persaingan penggunaan asetil koenzim A, prekursor ini digunakan dalam lintasan asam malonat untuk sintesis senyawa fenolik dan siklus asam trikarboksilat untuk membentuk tetrapirol Gambar 6.14. Persaingan prekursor ini menyebabkan fluktuasi kandungan total klorofil di kedua musim. Walaupun klorofil merupakan senyawa mengandung N, namun pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan A B yang konsisten antara kedua peubah tersebut. Hasil analisis hara jaringan menunjukkan di musim hujan dan kemarau kolesom masing-masing mengandung 2.11 dan 3.02 N. Dengan demikian, terbentuknya klorofil di kedua musim bergantung kepada lintasan yang digunakan dalam biosintesisnya. Gambar 6.13 Biosintesis klorofil kolesom di musim hujan. PAL = phenylalanine ammonia lyase. Keterangan lain pada gambar ini sama dengan Gambar 6.6. Antosianin didapatkan tinggi di musim kemarau, namun rendah di musim hujan Gambar 6.9.A. Hal ini terutama berkaitan dengan fungsinya dalam tanaman, yaitu fotoprotektif dan perannya sebagai antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Antosianin yang berada dalam vakuola sel akan melindungi kloroplas dari efek fotoinhibitori dan fotooksidatif yang ditimbulkan energi cahaya yang kuat Field et al. 2001, Pietrini et al. 2002, Steyn et al. 2002, Gould 2004, Karageorgou Manetas 2006. Ketika kolesom ditanam saat musim kemarau, maka akan terjadi keadaan kurang air. Keadaan ini memacu kolesom untuk membentuk antosianin. Curah hujan selama penelitian di musim hujan berkisar antara 3.50-25.40 mmminggu dan di musim kemarau berkisar antara 0- 14.81 mmminggu. Rata-rata suhu maksimun di musim hujan dan kemarau masing-masing sebesar 31.91 dan 32.06 °C. Gambar 6.14 Biosintesis klorofil kolesom di musim kemarau. PAL = phenylalanine ammonia lyase. Keterangan lain pada gambar ini sama dengan Gambar 6.6.

6.3 Produksi dan Kualitas Kolesom: Pupuk vs Residu

6.3.1 Produksi Pucuk

Kolesom yang diberi pupuk memberikan produksi pucuk 68 lebih tinggi dibandingkan dengan kolesom yang tidak diberi pupuk 165.31 gtanaman. Produksi pucuk yang rendah pada perlakuan residu menunjukkan kolesom dalam menghasilkan produksi yang tinggi perlu mendapatkan pemupukan. Pemupukan yang diberikan terutama sumber N akan menunjang pertumbuhan kolesom sehingga menghasilkan tajuk yang besar, dengan demikian pucuk yang dihasilkan juga banyak. Hasil analisis pada kolesom dengan pemupukan menunjukkan kandungan hara jaringan dan tanah masing-masing sebesar 3.04 N dan 112.08 ppm NO 3 - . Potensi produksi pucuk kolesom dapat dilakukan dengan menghitung produktivitas per hektar. Telah diketahui jarak tanam yang digunakan adalah 100 cm x 50 cm, maka didapatkan populasi tanaman per hektar adalah 200 000 tanaman. Dengan demikian, produktivitas kolesom dengan pemupukan adalah 55.4 ton pucuk segarha dan produktivitas kolesom dengan residu adalah 33.1 ton pucuk segarha.

6.3.2 Kualitas Kolesom Terkait Metabolit Primer dan Biosintesisnya

Tidak terdapat perbedaan kandungan total gula rata-rata 38.09 mg SGg BB untuk kedua jenis perlakuan dan kandungan protein rata-rata 56.74 mg SBSAg BB untuk kedua jenis perlakuan kolesom dengan pemupukan dan residunya. Hal ini menunjukkan kolesom dengan pemupupukan ataupun tanpa pemupukan akan menghasilkan kualitas yang tidak berbeda. Protein merupakan senyawa mengandung N, namun kandungan hara N kolesom tidak berbeda rata- rata 2.96 N untuk kedua jenis perlakuan antara yang diberi pupuk atau residunya sehingga kandungan protein keduanya tidak berbeda. Kolesom yang diberi pupuk memberikan kandungan vitamin C 13 lebih rendah dibandingkan dengan kolesom yang mendapat residu 14.88 mgg BB. Kolesom yang tidak diberi pupuk akan menghasilkan vitamin C yang tinggi karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti kekurangan hara dan kekeringan. Lebih lanjut, keadaan tajuk yang kecil pada kolesom yang tidak diberi pupuk memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam tajuk, sehingga aktivitas fotosintesis meningkat yang menyebabkan gula banyak terbentuk. Valpuesta dan Botella 2004 dan Giovannoni 2007 menjelaskan bahwa gula merupakan prekursor umum dari vitamin C, namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan kandungan total gula yang menyebabkan perbedaan kandungan vitamin C. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan fraksi gula dalam kandungan total gula kolesom dihitung sebagai glukosa, seperti gula dalam bentuk fruktosa, manosa, dan galaktosa. Dengan demikian, ketika kolesom tidak diberi pupuk maka kolesom akan menghasilkan beberapa senyawa antara lain yang bukan glukosa dalam jumlah besar sehingga sintesis vitamin C meningkat. Hal yang sebaliknya dapat ditemukan pada kolesom yang diberi pupuk.

6.3.3 Kualitas Kolesom Terkait Metabolit Sekunder dan Biosintesisnya

Kolesom yang diberi pupuk menghasilkan kandungan total antosianin dan nilai IC 50 yang lebih tinggi; kandungan total fenolik yang lebih rendah; serta kandungan total flavonoid, kandungan total klorofil, aktivitas PAL, CAD, dan POD yang tidak berbeda jika dibandingkan dengan kolesom yang tidak diberi pupuk. Penelitian ini menunjukkan kolesom yang tidak diberi pupuk memiliki kandungan total fenolik 6.85 mg SAGg BK yang tinggi sehingga menyebabkan nilai IC 50 2.66 mg BKml yang rendah atau kapasitas antioksidan yang tinggi. Walaupun flavonoid merupakan bagian dari senyawa fenolik, namun dalam penelitian ini flavonoid kurang berperan dalam kemampuan antioksidan kolesom. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan total flavonoid kolesom yang tidak berbeda antara pemupukan dan residunya. Dengan demikian terdapat senyawa fenolik non-flavonoid lain yang memiliki sifat antioksidan yang lebih kuat. Aktivitas PAL rata-rata 22.41 x 10 -2 Umg protein untuk kedua jenis perlakuan tidak berbeda antara kolesom yang diberi pupuk atau residunya. Hal ini menunjukkan PAL kurang berperan dalam pembentukan senyawa fenolik, sehingga pembentukannya sebagian besar tidak melalui lintasan fenilpropanoid, namun melalui lintasan asam malonat. Dengan demikian protein yang terbentuk sebagian besar berasal dari asam amino alifatik. Beberapa literatur menyatakan untuk membentuk rantai alifatik dan cincin aromatik membutuhkan energi yang berbeda Araujo et al. 1999, Matulis et al. 2001. Protein yang berasal dari asam amino alifatik kemungkinan besar merupakan strategi efisiensi energi kolesom karena kolesom dalam keadaan tidak kondusif, seperti kekeringan, kekurangan hara, dan sebagainya.