elektron dan menjadi target radikal. Struktur 3-OH dari cincin C juga menguntungkan untuk aktivitas antioksidan flavonoid, 2 konjugasi ikatan
rangkap pada C2-C3 dengan gugus 4-keto, berperan untuk delokalisasi elektron dari cincin B, meningkatkan kapasitas penangkapan radikal, 3 adanya gugus 3-
OH dan 5-OH dalam kombinasi dengan fungsi 4-karbonil dan ikatan rangkap C2- C3 menaikkan aktivitas penangkapan radikal Amic et al. 2003.
2.3 Perbandingan Kualitas Produk Akibat Pemberian Pupuk Organik dan Inorganik
2.3.1 Pengertian Kualitas
Kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu kadar, derajat atau taraf mutu. Di dalam bidang agronomi, kualitas dikatakan sebagai segala sesuatu
yang melekat pada hasil produk budidaya tanaman, dan hal tersebut memberikan nilai tambah yang kriterianya sesuai dengan permintaan konsumen. Pengertian
seperti ini sering digunakan untuk mendefinisikan kualitas hortikultura.
2.3.2 Beberapa Macam Kualitas
Kualitas dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kualitas berdasarkan standar pasar purchase quality dan layak dikonsumsi consumption quality.
Purchase quality terdiri atas semua karakteristik yang penting bagi konsumen ketika memutuskan untuk membeli atau tidak membeli komoditas tertentu.
Komponen dari purchase quality, yaitu warna, ukuran, bentuk, cacat, kekerasankelembutan, dan aroma. Consumption quality terdiri atas semua
karakteristik yang dikehendaki oleh konsumen untuk menentukan tingkat kesukaan ketika komoditas tersebut dimakan. Komponen dari consumption
quality, yaitu flavor rasa dan aroma dan mouthfeel. Komponen lainnya, seperti keutuhan wholesomeness, kandungan nutrisi, kandungan fitokimia, dan
keamanan merupakan bagian dari inner quality yang termasuk kedalam purchase dan consumption quality. Inner quality dikatakan
‘tersembunyi’ karena tidak dapat diketahui secara langsung baik melalui visual maupun dimakan. Komponen
inner quality membutuhkan analisis kimia untuk mengetahuinya. Analisis yang
dilakukan pada penelitian ini lebih kepada inner quality, seperti fitokimia dan antioksidan.
2.3.3 Kualitas Tanaman Produk Organik Dibandingkan Inorganik
Sejak awal tahun 1980 hingga akhir 2007 telah banyak dilakukan studi banding antara kualitas produk tanaman organik dibandingkan dengan inorganik
konvensional, namun hasil yang didapatkan beragam Worthington 2001, Amodio et al. 2007, Herencia et al. 2007, Rembialkowska Srednicka 2009.
Studi perbandingan kualitas ini pada kolesom belum diteliti. Dengan demikian studi mengenai perbandingan kualitas ini menarik untuk diteliti dan diharapkan
dapat memberikan lebih banyak informasi pada komoditas lain. Kandungan metabolit sekunder tanaman yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia merupakan topik yang banyak dibahas pada banyak makalah penelitian. Beberapa studi menunjukkan kandungan total polifenol lebih tinggi pada tanaman
organik jika dibandingkan dengan konvensional Benbrook et al. 2008, Carbonaro et al. 2002, Young et al. 2005, Abu-Zahra et al. 2007, Khalil et al. 2007.
Polifenol mewakili kelompok besar metabolit sekunder tumbuhan dengan komponen yang berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya, terdapat banyak
sekali studi yang melaporkan fungsi neuroprotektif, kardioprotektif, dan kemopreventif dari senyawa ini Frei Hingdon 2003, Carlson et al. 2007,
Kampa et al. 2007, Ortuno et al. 2007. Kelompok polifenol penting yang diketahui terdapat dalam jumlah banyak pada tanaman organik adalah flavonol
Caris-Veynard et al. 2004, Rembialkowska et al. 2005. Flavonol diketahui dapat menurunkan insiden penyakit jantung, kanker, gastrointestinal, neurological, hati,
aterosklerosis, obesitas, dan alergi Frei Hingdon 2003, Fresco et al. 2006, Ramos 2007, Shankar et al. 2007.
Jus asal bayam, bawang bombai, dan kol organik memiliki aktivitas antioksidan 50-120 lebih tinggi daripada jus dari produk pertanian
konvensional Ren et al. 2001. Aktivitas antioksidan dari beri organik juga lebih tinggi 30 Kazimierczak et al. 2008. Hal ini selaras dengan hasil penelitian
sebelumnya yang melaporkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada tanaman organik dibandingkan dengan lainnya Benbrook et al. 2008.
Studi komparatif menggunakan analisis meta untuk membandingkan tanaman organik dengan inorganik konvensional menunjukkan tanaman organik
mengandung lebih banyak komponen yang bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa komponen tersebut adalah kuersetin, kaemferol, vitamin C, Vitamin E, dan fosfor
Benbrook et al. 2008. Studi yang lain menunjukkan bahwa rata-rata kandungan vitamin C, besi, magnesium, dan fosfor pada beberapa tanaman organik berturut-
turut masing-masing 27.0, 21.1, 29.3, dan 13.6 lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk pertanian konvensional Worthington 2001. Tanaman organik
juga diketahui lebih banyak mengandung gula Stertz 2005, Hallmann Rembialkowska 2006. Hal ini diduga merupakan penyebab kualitas sensori yang
lebih baik. Penelitian Benbrook et al. 2008 mendapatkan indikasi kandungan
protein yang lebih rendah pada tanaman organik jika dibandingkan dengan inorganik konvensional. Sebaliknya, penelitian Magkos et al. 2003
menunjukkan kualitas protein dihitung sebagai kandungan asam amino esensial pada beberapa tanaman serealia dan sayuran organik lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil konvensional. Hal ini juga telah disebutkan oleh Worthington 2001.
Kandungan senyawa berbahaya, seperti nitrat, ditemukan dalam jumlah sedikit pada tanaman organik jika dibandingkan dengan inorganik Benbrook et
al. 2008, Wang et al. 2008. Penelitian pada beberapa komoditas menunjukkan bahwa tanaman organik memiliki kandungan nitrat 15.1 lebih rendah jika
dibandingkan dengan konvensional Worthington 2001. Tanaman organik juga mengandung residu pestisida yang lebih rendah Baker et al. 2002. Pestisida dan
residunya diketahui dapat menyebabkan efek karsinogenik, mutagenik, neuro- destruktif, endokrin, dan alergenik Rembialkowska Srednicka 2009.
2.4 Pemupukan