Personal Hygiene Ibu .1 Kebersihan Tangan

Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup. Semua kegiatan pengolahan makanan juga harus terlindungi dari kontak langsung dengan tubuh Chandra, 2006 5.3 Personal Hygiene Ibu 5.3.1 Kebersihan Tangan Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas kebersihan tangan responden tidak baik yaitu sebanyak 40 responden 72,7. Hal ini disebabkan sebagian besar responden tidak mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan popok bayi dan tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah makan. Menurut Zein 2010, tangan adalah bagian tubuh manusia yang paling sering berhubungan dengan mulut dan hidung secara langsung. Sehingga tangan merupakan salah satu penghantar utama masuknya kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh manusia. Apabila tangan manusia menyentuh tinja akan terkontaminasi lebih dari 10 juta virus dan 1 juta bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Menurut Depkes 2009, cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak lemak kotoran di permukaan Universitas Sumatera Utara kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun.

5.3.2 Kebersihan Kuku

Hasil peneltitian diketahui bahwa mayoritas kebersihan kuku responden baik yaitu sebanyak 44 responden 78,2. Hal ini disebabkan sebagian besar responden telah memotong kuku sekali seminggu dan membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat mandi. Berdasarkan hasil observasi, terlihat bahwa kuku ibu tidak panjang dan juga bersih. Ibu sebagai seseorang yang paling dekat dengan bayi sangat mempedulikan kebersihan kuku dikarenakan interaksi 24 jam dengan bayinya sehingga ibu memiliki kesadaran untuk membersihkan diri termasuk memperhatikan kebersihan kuku. Adapun tujuan perawatan kuku yaitu membersihkan kuku, mengembalikan batas-batas kulit ditepi kuku dalam keadaan normal serta mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit maka dari itu perlu perawatan kuku dengan cara menggunting kuku sekali seminggu dan menyikat kuku menggunakan sabun Stevens, 2000. Menurut Andarmoyo 2012, mengabaikan tangan, kaki, dan kuku rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi. Kebersihan dimulai dengan mencuci tangan dan kaki menggunakan sabun dan mengeringkannya dengan handuk, menghindari pemakaian sepatu sempit, sedangkan perawatan kuku dilakukan dengan memotong kuku jari tangan dan kaki. Universitas Sumatera Utara

5.3.3 Kebersihan Payudara

Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas kebersihan payudara responden tidak baik yaitu sebanyak 44 responden 80. Hal ini disebabkan sebagian besar responden tidak membersihkan payudara dengan air hangat atau dengan air bersih ketika akan memberikan ASI kepada bayi dan sebagian besar responden tidak mencuci tangan dengan bersih ketika memegang payudara sebelum memberikan ASI. Menurut Anggraini 2006 dalam penelitian Dewi 2008, perpindahan kuman penyebab penyakit yang terdapat pada payudara yang tidak dibersihkan dapat ditularkan melalui mulut bayi ketika bayi menyusui sehingga dapat menyebabkan bayi diare. Kebersihan payudara sangatlah penting agar tidak mudah terkena infeksi, bakteri biasanya masuk melalui putting susu yang lecet atau terluka. Dengan melalukan perawatan payudara secara benar dan teratur dapat menguatkan, melenturkan dan mengatasi terpendamnya putting susu sehingga bayi mudah menghisap ASI dan juga menjaga kebersihan payudara. 5.4 Kejadian Diare pada Bayi Hasil penelitian diketahui bahwa kejadian diare pada bayi dalam satu bulan terakhir adalah sebanyak 12 bayi 21,8. Bayi yang terkena diare lebih sedikit dibandingkan dengan bayi yang tidak terkena diare yaitu sebanyak 43 bayi 78,2. Hal ini dikarenakan dari data yang diperoleh berdasarkan pemilihan bahan makanan untuk MP-ASI yang mayoritas adalah jenis nasi tim 24,1, seluruh ibu memilih bahan makanan yang masih segar seperti kentang dan wortel dan untuk MP- Universitas Sumatera Utara ASI jenis beras giling, ibu memilih beras dengan kualitas yang baik dan masih baru. Berdasarkan data yang diperoleh dalam pertanyaan kebersihan tangan bahwa responden yang menjawab mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar atau buang air kecil sebanyak 58,2 dan responden yang menjawab mencuci tangan setiap kali tangan kotor yaitu sebanyak 96,4 dan untuk kebersihan kuku responden yang menjawab memotong kuku sekali seminggu sebanyak 92,7 dan yang membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat mandi sebanyak 85,5. Kemungkinan besar bayi untuk terkena diare berkurang karena kontaminasi terputus dikarenakan ibu memilih bahan makanan yang baik dan masih segar serta memiliki kebiasaan baik mencuci tangan menggunakan sabun setelah buang air besar atau buang air kecil dan memiliki kebiasaan untuk membersihkan kuku yang kotor dengan sabun saat mandi. Berdasarkan hasil wawancara, kejadian diare pada bayi 6 bulan mayoritas disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak sesuai dengan makanan yang biasa dikonsumsi bayi seperti ibu memberikan makanan dengan tekstur lebih padat dari yang biasanya dikonsumsi bayi sehari-hari. Secara teoritis penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya 3 hari perhari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa darah dan lendir Suraatmaja, 2007 dan penularan penyakit diare melalui jalur fecal oral terutama karena menelan makanan atau kontak dengan tangan yang terkontaminasi, tidak Universitas Sumatera Utara memadainya penyediaan air bersih, kekurangan sarana kebersihan dan pencemaraan air, penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya, untuk mencegah terjadinya diare dapat dilakukan upaya pencegahan diantaranya kebersihan perorangan, membiasakan defekasi di jamban, kebersihan lingkungan untuk menghindari penyakit, makanan harus tertutup dan bersih, penyediaan makanan yang hygienis dalam pengolahan makanan Ngastiyah, 2005. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 Insiden diare pada anak 1 tahun di Indonesia adalah 5,5 persen. Jika dibandingkan dengan kejadian diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh dengan jumlah bayi yang menderita diare pada satu bulan terakhir, yaitu 12 bayi, serta jumlah populasi bayi yang beresiko yaitu 55 bayi, didapatkan angka insiden rate sebanyak 21,8 . Angka ini sangat tinggi dari insiden diare pada anak 1 tahun di Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara, kejadian diare pada bayi 6 bulan mayoritas disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak sesuai dengan makanan yang biasa dikonsumsi bayi seperti ibu memberikan makanan dengan tekstur lebih padat dari yang biasanya dikonsumsi bayi sehari-hari dan personal hygiene ibu yang tidak baik seperti tidak membersihkan payudara dengan air hangat atau air bersih sebelum memberikan ASI kepada bayi . Diare dapat disebabkan karena kesalahan dalam memberikan makan sebelum berusia 6 bulan. Perilaku tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan sebagai berikut; pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang Universitas Sumatera Utara hanya dapat diperoleh dari ASI serta adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan dan minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda dengan makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan paling sempurna Kamalia, 2005. Pencegahan penyakit diare yang berasal dari makanan dapat dilakukan dengan memperhatikan pola hygiene perorangan yang bertujuan untuk memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan dan juga meningkatkan kesehatan individu agar dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi hygiene perorangan harus diperhatikan yang salah satunya adalah tingkat pengetahuan karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan, namun berbekal pengetahuan saja tidak cukup karena kedewasaan seseorang akan memberi pengaruh tertentu pada kualitas orang tersebut oleh karena itu pengetahuan penting dalam meningkatkan status kesehatan individu Wartonah, 2006. 5.5 Hubungan Hygiene Sanitasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu Olahan Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Bayi Pengukuran hygiene sanitasi makanan pendamping air susu ibu pada responden diukur berdasarkan variabel hygiene sanitasi makanan seperti : pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan dan penyajian makanan. Universitas Sumatera Utara 5.5.1 Hubungan Pemilihan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Hasil analisis hubungan pemilihan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi menggunakan Uji Fisher’s, tidak ada hubungan pemilihan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, bahan makanan yang sering diolah ibu untuk di jadikan makanan pendamping air susu ibu seperti beras, bayam, wortel, tahu dan kentang. Semua ibu telah menggunakan bahan dengan kondisi utuh dan tidak rusak serta beraroma segar dan tidak busuk. Bahan makanan seperti tahu dibeli dalam keadaan tidak rusak dan tidak berlendir, bayam yang masih dalam keadaan segar dan tidak berwarna kekuningan, kentang dengan kondisi yang masih utuh. Beras yang merupakan bahan untuk membuat bubur saring dalam keadaan bersih dan tidak berkutu. Hasil wawancara yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu yang memiliki bayi merupakan ibu rumah tangga sehingga ibu memiliki waktu untuk berbelanja di pagi hari dan memilih bahan makanan yang masih segar seperti tahu, sayuran dan buah-buahan. Bagi ibu yang tidak sempat untuk berbelanja di pasar tradisional, pedagang keliling yang biasa menjajakan bahan-bahan pokok dijadikan alternatif untuk berbelanja. Bahan makanan dalam kemasan seperti bubur instant dan susu formula juga dibeli ibu di pasar tradisional sesuai dengan kebutuhan bayi untuk sehari. Universitas Sumatera Utara Menurut Ningsih 2014, bahan makanan yang tidak bersih dapat menimbulkan penyakit pada bayi akibat terkontaminasi oleh bakteri, virus maupun parasit penyebab penyakit termasuk diantaranya diare. Pemilihan bahan makanan yang menyehatkan penting bagi bayi, dengan bahan makanan yang menyehatkan daya tahan tubuh bayi akan meningkat sehingga bayi tidak gampang sakit. Pemilihan bahan makanan yang masih segar dan tidak busuk merupakan pilihan utama untuk dikonsumsi. Pemilihan bahan makanan yang tidak baik dapat mengakibatkan berbagai penyakit salah satunya diare yang berasal dari kontaminasi bakteri seperti Staphlococcus aureus yang terdapat pada bahan makanan. Bakteri ini sering ditemukan pada bahan makanan yang berprotein tinggi seperti produk-produk telur dan daging. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Devania 2010, yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemilihan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi. 5.5.2 Hubungan Penyimpanan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi Hasil analisis hubungan penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi menggunakan Uji Chi Square, terdapat hubungan penyimpanan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi. Perilaku menyimpan bahan makanan dengan benar merupakan salah satu cara pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar responden membeli keperluan bahan makanan hanya untuk kebutuhan Universitas Sumatera Utara makan dalam satu hari dikarenakan sebagian besar ibu tidak memiliki lemari pendingin. Bahan makanan yang mudah membusuk dan mudah layu seperti tahu dan bayam tidak disimpan di dalam lemari melainkan ditutup menggunakan tudung saji. Bahan makanan yang tidak cepat busuk seperti telur disimpan di dalam lemari kayu yang ditutup kuat tetapi masih terdapat lubang di pinggir lemari sehingga bisa menimbulkan kontaminasi secara fisik dari tanah atau lantai, kelembaban dan pencemaran karena vektor atau hewan penganggu seperti binatang pengerat. Bahan makanan seperti beras disimpan di dalam karung berwarna putih dan diletakkan di sudut dapur sehingga besar kemungkinan dimakan oleh binatang pengerat dan juga serangga. Makanan yang akan diolah langsung oleh ibu tidak disimpan di dalam lemari penyimpanan, tetapi dibiarkan terbuka atau dimasukkan ke dalam mangkuk peralatan untuk pengolahan makanan. Bahan makanan dalam kemasan seperti bubur instant disimpan di dalam toples dan bercampur dengan makanan kemasan lain seperti gula, kopi dan garam. Untuk bahan makanan seperti pisang hanya diletakkan di lantai dapur tanpa di tutup dengan penutup makanan. Penyimpanan bahan makanan sebelum diolah perlu perhatian khusus mulai dari wadah tempat penyimpanan sampai dengan cara penyimpanannnya perlu diperhatikan dengan maksud untuk menghindari terjadinya keracunan karena kesalahan penyimpanan Zaenab, 2008 Universitas Sumatera Utara Penyimpanan bahan makanan ditempat terbuka juga memungkinkan serangga seperti lalat, kecoa, dan tikus datang menghinggapi makanan sehingga makanan akan terkontaminasi tinja maupun organisme pathogen yang ada ditubuh hewan tersebut maupun melalui sampah yang tidak dikelola dengan baik. Hal ini yang akan membuat anggota keluarga terutama bayi mengalami diare. Ningsih, 2014 Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Rachmanti 2006, bahwa ada hubungan antara penyimpanan bahan makanan dan penyimpanan makanan dengan kejadian diare pada bayi.

5.5.3 Hubungan Pengolahan Bahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan pengolahan bahan makanan dengan kejadian diare pada bayi menggunakan uji Chi Square, terdapat hubungan pengolahan makanan dengan kejadian diare pada bayi. Perilaku pengolahan makanan yang baik merupakan salah satu cara pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, masih banyak ibu yang salah dalam mencuci bahan makanan yaitu tidak mencuci bahan makanan menggunakan air mengalir langsung dari kran air, mereka hanya mencelupkan bahan makanan kedalam ember berulang-ulang tanpa mengganti airnya. Hal ini sangat beresiko karena kotoran pada bahan makanan tersebut akan dapat terbawa kembali sehingga dapat menimbulkan kontaminasi bakteri, virus, maupun parasit penyebab diare. Universitas Sumatera Utara Buah dan sayur serta bahan makanan lain yang dikonsumsi oleh bayi dapat terkontaminasi oleh salmonella typhi karena kemungkinan dipupuk oleh kotoran manusia. Sebelum diolah bahan makanan seperti daging, ikan, sayur dan buah harus dicuci terlebih dahulu. Lebih-lebih pada makanan yang langsung dikonsumsi atau mentah. Bahan-bahan hewani seringkali mengandung kuman pathogen sedangkan buah dan sayur seringkali mengandung pestisida atau pupuk James, 2006. Menurut penelitian Ningsih 2014, didapatkan hasil bahwa perilaku mencuci makanan jika dikaitkan dengan kejadian diare didapatkan bahwa ibu yang cara mencuci bahan makanan yang benar sebesar 11,4 bayinya mengalami kejadian diare, sedangkan ibu yang cara mencuci bahan makanan yang salah sebesar 24,2 bayinya mengalami kejadian diare. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan setelah mengolah makanan, sebagian ibu hanya membersihkan tangan menggunakan kain lap yang diletakkan di dapur. Untuk pengolahan MP-ASI jenis bubur saring, sebelum merebus bahan makanan sebagian besar ibu tidak mencuci tangan melainkan hanya membersihkan tangan menggunakan kain atau menggosok-gosokkan tangan ke baju yang sedang dipakai. Untuk pengolahan MP-ASI jenis pisang, sebagian besar ibu tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memegang pisang, ibu menganggap tangan mereka sudah bersih dan sebagian besar ibu hanya mencuci tangan ketika tangan sudah terlihat kotor. Cuci tangan pakai sabun dapat dilakukan di 5 penting yaitu Universitas Sumatera Utara sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan. Cuci tangan pakai sabun CTPS akan dapat mengurangi hingga 47 angka kesakitan karena diare. Beberapa fakta tentang mencuci tangan pakai sabun adalah tangan salah satu pengantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh. CPTS dapat menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia melalui perantara tangan, tangan manusia yang kotor karena menyentuh feses mengandung kurang lebih 10 juta virus dan 1 juta bakteri, kuman penyakit seperti virus dan bakteri tidak dapat terlihat secara kasat mata sehingga sering diabaikan dan mudah masuk ke dalam tubuh manusia, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian Susanna 2003, yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kebersihan tangan penjamah makanan dengan kontaminasi makanan. Menurut Fathonah 2005 tangan sering menjadi sumber kontaminan atau mengakibatkan kontaminasi silang. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar sampah rumah tangga tidak diangkut dalam 24 jam melainkan mereka meletakkan sampah di dapur hanya di dalam kantong plastik dan tidak selalu membuangnya ke tempat pembuangan sampah umum. Sampah juga dibiarkan berserakan di belakang rumah dikarenakan mereka memiliki lahan dibelakang rumah yang cukup luas. Hal ini memungkinkan serangga seperti lalat, kecoa dan tikus datang dan mengkontaminasi Universitas Sumatera Utara makanan yang akan diolah. Kontaminasi oleh serangga seperti lalat, kecoa dan tikus yang akan membuat anggota keluarga terutama bayi mengalami diare. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu tidak membedakan peralatan untuk mengolah bahan mentah dengan peralatan untuk mengolah makanan yang telah jadi. Talenan yang digunakan untuk mengiris bahan makanan seperti wortel, kentang dan tahu juga digunakan kembali untuk meniriskan makanan yang telah direbus. Talenan hanya dicuci sedikit menggunakan air di dalam baskom tanpa dicuci menggunakan sabun. Hal ini dapat mengkontaminasi makanan yang telah jadi yang berasal dari bahan makanan mentah yang bisa saja telah terkontaminasi oleh bakteri penyebab diare . Hal ini dapat menyebabkan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu mencuci bersih peralatan makanan setelah pengolahan tetapi ibu tidak menyimpan peralatan makanan di lemari yang tertutup melainkan penyimpanan dilakukan di lemari yang terbuka, sehingga memungkinkan kontaminasi peralatan makanan dengan kuman patogen yang dapat menyebabkan diare pada bayi. Hasil penelitian yang sama didapatkan pada penelitian Nurfadhilla 2014, yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistic antara kebiasaan mencuci peralatan makanan dengan kejadian diare pada bayi p=0,024 Setiap peralatan makanan harus dicuci dengan air yang mengalir dan menggunakan detergen atau bila menggunakan ember harus sering diganti airnya, Universitas Sumatera Utara peralatan yang sudah bersih harus disimpan ditempat yang tertutup dan tidak memungkinkan terjadinya pencemaran, dan demikian pula lap harus sering diganti agar tidak terjadi pencemaran ulang lap yang kotor pada peralatan yang sudah bersih Depkes RI, 2006. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana 2012, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengolahan makanan dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sukoharjo tahun 2012 dengan p=0,016

5.5.4 Hubungan Penyimpanan Makanan Jadi dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan penyimpanan makanan jadi dengan kejadian diare menggunakan Uji Chi Square, terdapat hubungan penyimpanan makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi. Perilaku penyimpanan makanan jadi yang benar merupakan salah satu cara pencegahan diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu masih menyimpan makanan MP-ASI tidak dalam wadah tertutup, ibu tidak menutup makanan dikarenakan ibu akan segera menyajikan makanan setelah makanan dingin. Pada umumnya ibu tidak membuat makanan yang baru bagi bayi setiap mereka akan makan, makanan yang telah direbus dipisahkan terlebih dahulu dan ketika akan makan baru dilumatkan menggunakan sendok dan saringan kawat yang halus. Universitas Sumatera Utara Menurut Ningsih 2014, perilaku menutup dan menyimpan makanan jika dikaitkan dengan kejadian diare didapatkan bahwa ibu yang benar menyimpan makanan pada wadah yang mempunyai tutup dan berventilasi untuk mengeluarkan uap air sebesar 6,9 bayinya mengalami kejadian diare, sedangkan yang tidak menyimpan makanan pada wadah yang mempunyai tutup dan berventilasi untuk mengeluarkan uap air sebesar 23,9 bayinya mengalami kejadian diare. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Febriana 2012, yang manyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara penyimpanan makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Gagak Kabupaten Sukoharjo tahun 2012.

5.5.5 Hubungan Pengangkutan Makanan Jadi dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan pengangkutan makanan jadi dengan kejadian diare menggunakan Uji Fisher’s, tidak ada hubungan pengangkutan makanan jadi dengan kejadian diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, ibu telah menggunakan penutup ketika mengangkut makanan MP-ASI. Penutup yang digunakan ibu merupakan penutup makanan yang sesuai dengan ukuran mangkuk dan jarak antara pengangkutan dengan penyajian yang dekat dari tempat pengolahan. Pengangkutan makanan menggunakan penutup merupakan faktor yang penting agar debu tidak masuk ke dalam makanan. Makanan yang tidak ditutup dapat Universitas Sumatera Utara memungkinkan serangga seperti lalat datang menghinggapi makanan sehingga makanan akan terkontaminasi tinja maupun organisme pathogen yang ada ditubuh hewan. Hal ini yang akan membuat bayi mengalami diare. Menurut Depkes 2006, prinsip pengangkutan makanan yang baik adalah tidak terjadinya pencemaran selama proses pengangkutan baik pencemaran fisik, mikroba maupun kimia. Kemungkinan pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan yang dipengaruhi oleh alat pengangkut, teknik pengangkutan dan tenaga pengangkut.

5.5.6 Hubungan Penyajian Makanan dengan Kejadian Diare pada Bayi

Hasil analisis hubungan penyajian makanan dengan kejadian diare pada bayi menggunakan Uji Chi Square, tidak ada hubungan penyajian makanan dengan kejadian diare pada bayi. Hasil pengamatan yang dilakukan saat penelitian, sebagian besar ibu menggunakan pakaian yang rapi dan bersih ketika akan menyajikan makanan dan tidak kontak langsung dengan makanan melainkan menggunakan sendok kecil untuk menyuapi bayi agar tangan ibu tidak bersentuhan dengan makanan. Penyajian makanan di rumah merupakan tempat penyajian yang relatif berdekatan dengan dapur pengolahan, sehingga untuk terjadinya kontaminasi dengan lingkungan luar sangat sedikit. Penyajian merupakan rangkaian akhir dalam tahap pengolahan makanan. Dalam penyajian makanan harus diperhatikan tempat penyajian, alat penyajian dan Universitas Sumatera Utara tenaga penyajian. Makanan yang disajikan di tempat yang bersih, peralatan yang digunakan bersih dan orang yang menyajikan harus menggunakan penjepit makanan, sendok dan sarung tangan. Slamet, 2009.

5.6 Hubungan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Bayi

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGKANG.

0 5 13

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI KABUPATEN MERAUKE

0 4 72

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN USIA AWAL PEMBERIAN MP ASI DENGAN LAMA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 8-12 BULAN DI Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Usia Awal Pemberian MP ASI Dengan Lama Kejadian Diare Pada Bayi Usia 8-12 Bulan di Puskesmas Coloma

0 4 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN USIA AWAL PEMBERIAN MP ASI DENGAN LAMA KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 8-12 BULAN DI Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Usia Awal Pemberian MP ASI Dengan Lama Kejadian Diare Pada Bayi Usia 8-12 Bulan di Puskesmas Coloma

0 2 18

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP ASI) PADA ANAK USIA 0-24 BULAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWODADI KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010.

1 5 114

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEMURUP KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI TAHUN 2009.

0 0 10

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STATUS GIZI BAYI PADA USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU MANADO | Datesfordate | JURNAL KEPERAWATAN 16930 34063 1 SM

0 2 7

View of HUBUNGAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 6 – 24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIBAGOR KABUPATEN BANYUMAS

0 0 8

HUBUNGAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADUAN RAJAWALI KECAMATAN MERAKSA AJI KABUPATEN TULANG BAWANG

0 0 6

HUBUNGAN KETEPATAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-12 BULAN DI PUSKESMAS UMBULHARJO I

0 0 10