43
c. Cognitive Load T heory dalam pembelajaran
Cognitive Load Theory memiliki pandangan bahwa pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang memerhatikan keseimbangan antara materi pembelajaran dengan arsitektur kognitif manusia Sweller, 1998. Ada dua
jenis cognitive load yang memiliki dampak pada working memory, yakni intrinsic load
dan extraneous load.
Intrinsic load atau intrinsic cognitive load merupakan bagian intrinsik
atau kompleksitas materi pembelajaran. Intrinsic load tidak dapat diubah melalui pengajaran akan tetapi dapat diminimalisir dengan megelola materi
pembelajaran karena adanya interaksi antara materi pembelajaran dan kemampuan siswa. Sweller, 1998. Materi pembelajaran yang memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi akan memfasilitasi siswa lebih mudah membangun skema sehingga dapat membantu pemrosesan hubungan
antarelemen dalam materi pembelajaran. Prior-knowledge
berpengaruh pada intrinsic load karena bagi siswa yang belum menguasai elemen-elemen dari suatu materi pembelajaran akan
mempermudah untuk menguasai elemen tersebut sedangkan bagi siswa yang sudah menguasainya maka akan mempermudah untuk membangun skema
Moreno Park, 2010: 1. Hal ini selaras dengan pendapat Retnowati, Sugiman dan Murdanu 2015:17, suatu materi mempunyai intrinsic
cognitive load tinggi atau rendah disesuaikan dengan prior-knowledge yang
dimilikinya. Hal ini disebabkan karena menurut Kalyuga 2011: 36 intrinsic
44 cognitive load
sangat penting dalam memahami materi dan mengontruksi pengetahuan siswa.
Extraneous load atau extraneous cognitve load merupakan proses
kognitif yang terjadi pada working memory yang tidak berkaitan atau dibutuhkan dalam pembelajaran misalnya schema acquisition dan schema
automation akan tetapi dapat diatasi dengan bagaimana cara atau metode
mendesain dan menyajikan materi pembelajaran kepada siswa. Extraneous load
dapat dimodifikasi dan dimanipulasi melalui pengelolaan pengajaran dan kegiatan pembelajaran. Tinggi atau rendahnya extraneous load bisa jadi
disebabkan oleh format atau layout materi pembelajaran Chandler Sweller, 1991: 294.
Pembelajaran dan pemecahan masalah menggunakan berbagai aktivitas kognitif yang berpengaruh pada seberapa tinggi extraneous load sehingga
berkaitan erat dengan cara pengajaran Sweller, Ayres Kalyuga, 2011: 66- 67. Menurut Sweller 1998, CLT mengkaji sepenuhnya tentang bagaimana
pengajaran dan pembelajaran serta pemecahan masalah yang dirancang untuk menurunkan extraneous load.
Salah satu cara yang digunakan agar dapat menurunkan extraneous load adalah melalui teknik worked example Sweller Cooper, 1985. Atkinson,
Derry, Renkl dan Wortham 2000, berpendapat bahwa tidak terdapat defenisi
worked examples secara pasti, hanya saja bagaimana ciri dan karakteristiknya.
Worked example terdiri dari sebuah permasalahan beserta cara dan prosedur
memecahkan masalah tersebut. Dengan mempelajari worked example siswa
45 dapat mempelajari dan memanfaatkan kunci utama masalah untuk
memecahkan masalah. Dengan kata lain, worked example lebih merujuk pada pembelajaran menggunakan teknik contoh dan model yang sistematis.
Menurut Sweller, Ayres dan Kalyuga 2011: 108, worked example dianggap sebagai hal yang sangat penting dalam cognitive load theory karena
efek dari worked example sangat berkaitan dengan cognitive load theory terutama dalam hal pemecahan masalah. Misalnya untuk borrowing and
reorganizing principle yang sangat bergantung pada keberadaan worked
example. Hal ini disebabkan karena menurut Kirschner, Sweller, dan Clark
2006, efek dari worked example akan lebih mudah ditinjau dari bagaiamana siswa memperoleh informasi dibandingkan dengan bagaimana siswa
membangun informasi. Van Merriënboer 1990 menambahkan, penggunaan worked example
akan efektif pada pemecahan masalah yang membutuhkan langkah yang panjang dan banyak apabila mengandung completion problem. Completion
problem tersebut merujuk pada kegiatan melengkapi langkah-langkah yang
belum lengkap pada worked example. Paas 1992 juga mendukung bahwa completion problem
dan worked example jika dipadukan akan memerlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan conventional condition tidak
menggunakan completion problem dalam pemecahan masalah. Berikut ini contoh penggunaan worked example diadapatasi dari
Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011: 112.
46 Gambar 2. 2
Contoh Penerapan Worked Example Selain itu, beberapa situsasi yang dapat dihindari agar dapat
menurunkan extraneous load diantaranya, split-attention effect dan redundancy effect
serta mengaplikasikan modality effect.
Split-attention effect timbul karena efek dari worked example yang
relatif tidak efektif Tarmizi Sweller, 1988. Split-attention effect terjadi ketika perhatian fokus siswa terbagi pada dua atau lebih sumber informasi
yang terpisah secara spasial ataupun waktu. Selain itu, juga karena metode pembelajaran yang menggunakan satu sumber informasi teks dan gambar
akan tetapi tidak terpadu dan terpisah dari segi format atau layout Sweller, Ayres Kalyuga, 2011: 111. Dengan kata lain, split-attention effect merujuk
pada efek dari penyajian visual pada materi pembelajaran yang tidak terpadu. Berikut ini contoh materi pembelajaran yang memiliki dan tidak memiliki
47 split-attention effect
diadapatasi dari Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011: 112.
Gambar 2. 3 Memiliki Split-Attention Effect
Gambar 2. 4 Tidak Memiliki Split-Attention Effect
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya menghindari split- attention effect
Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011: 128. Pertama, karena merupakan efek dari desain pembelajaran yang tidak efektif berkaitan
dengan spasial dan waktu. Kedua, karena mengindikasikan worked examlple atau bahkan sumber materi pembelajaran yang mengakibatkan extraneous
cognitive load . Ketiga, karena bermula dari cognitive load theory dimana
48 informasi yang berada pada working memory memuat extraneous cognitive
load yang harus dikurangi.
Modality effect berkaitan erat dengan split-attention effect karena
merupakan cara alternatif yang digunakan untuk mengatasi split-attention dari segi informasi visual dan audio ketimbang informasi visual saja.
Misalnya dalam penyajian materi, guru menggunakan diagram diselingi dengan teks yang bersifat lisan yang berarti terdapat informasi audio dan
visual dibanding menggunakan diagram dan teks tertulis yang hanya bersifat visual Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011: 129.
Berikut ini identifikasi dari kondisi modality effect yang dapat terjadi dalam pembelajaran Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011 karena:
b Informasi yang disajikan berupa diagram atau gambar dan teks
saling berkaitan. c
Keterkaitan antarelemen dalam informasi tersebut tinggi. Jika keterkaitan antarelemen informasi rendah maka modality effect
tidak akan terjadi bahkan cognitive load effect yang tidak diharapkan terjadi pun tidak.
d Teks yang bersifat lisan harus terbatas. Apabila teks bersifat
kompleks maka tidak disajikan berupa lisan tetapi tertulis sehingga tidak akan terjadi modality effect.
e Diagram bersifat kompleks maka memungkinkan siswa lebih
fokus pada audio sehingga modality effect yang diperlukan
49 menggunakan diagram yang sederhana dan diselingi dengan
penjelasan lisan.
Redundancy effect dianggap serupa dengan split-attention akan tetapi
pada kenyataannya cenderung tidak. Persamaan kedua efek tersebut adalah terdapatnya sumber informasi yang lebih dari satu seperti teks dan gambar.
Sedangkan perbedaannya terletak pada hubungan antara beberapa sumber informasi yang diperoleh sebelumnya sehingga menyebabkan efek yang
berbeda. Berikut ini identifikasi dari kondisi redundancy effect yang dapat terjadi
dalam pembelajaran Sweller, Ayres dan Kalyuga, 2011, karena: a
Perbedaan sumber informasi harus dapat dipahami secara mandiri tanpa mensyaratkan integrasi pengetahuan dan pemrosesan
serempak. b
Keterkaitan antarelemen dalam informasi tersebut tinggi. c
Menggunakan teks yang bersifat tertulis dan lisan secara bersamaan serta kompleks dan panjang.
Cognitive load terdiri dari intrinsic dan extraneous cognitive load yang
tidak boleh melebihi kapasitas working memory. Apabila cognitive load sangat tinggi maka pemrosesan informasi akan menjadi sulit dan dapat
menghambat keterlaksanaan pembelajaran. Bagi siswa, intrinsic cognitive load
tidak dapat diubah, hanya saja dapat ditingkatkan atau dturunkan dengan mengelola penyajian materi pembelajaran. Jika intrinsic cognitive load tinggi
maka extraneous cognitive load juga dapat menjadi tinggi. Menurunkan
50 extraneous load
sangat penting ketika intrinsic cognitive load tinggi dibandingkan ketika rendah Sweller, Ayres Kalyuga, 2011: 68.
Extraneous load yang rendah dapat terjadi apabila intrinsic cognitive
load juga rendah sehingga muatan cognitive load akan sedikit dibandingkan
dengan kapasitas working memory yang tersedia. Dengan kata lain, jika materi pembelajaran yang memiliki interaksi antarelemen yang rendah maka
intrinsic cognitive load -nya rendah sehingga siswa dapat memproses
informasi dengan baik. Desain pembelajaran yang memiliki intrinsic cognitive load
rendah karena interaksi antarelemen yang rendah tidak boleh terjadi dalam pembelajaran Sweller, Ayres Kalyuga, 2011: 69.
Paas dan Van Merriënboer 1994 menyimpulkan ada dua faktor yang menentukan tingkat cognitive load, yaitu faktor kausatif causal factor dan
faktor penilaian assessment factor. Faktor kausatif terdiri dari karakteristik siswa usia dan kemampuan kognitif, kompleksitas soal, waktu penyelesaian
soal serta lingkungan kegaduhan. Menurut Sweller, Ayres Kalyuga 2011: 82, perhitungan kompleksitas soal berdasarkan cognitive load theory dapat
menggunakan rating scale skala bertingkat. Rating scale berisi pertanyaan untuk mengetahui tingkat kesulitan soal menurut siswa, misalnya
memberikan pertanyaan “Seberapa mudah atau sulit menyelesaikan soal
51 tersebut?
”. Sementara faktor penilaian menjadi tiga bagian, yaitu mental load, mental effort
dan performance.
Gambar 2. 5 Skema Susunan Cognitive Load diadaptasi dari Paas Merriënboer,
1994 Mental load
merupakan bagian cognitive load yang disebabkan oleh tes dan kebutuhan lingkungan dimana mengakibatkan pengendalian dan
otomatisasi pemrosesan. Mental effort adalah banyaknya kapasitas kognitif yang dialokasikan untuk mengerjakan tes pemecahan masalah, yang
berkaitan dengan proses tanpa disadari otomatis. Sedangkan performance merujuk pada refleksi dari mental load, mental effort dan causal factor.
Pembelajaran dapat direfleksikan pada kemampuan kognitif dengan keterbatasan kapasitas working memory. Hal ini menyebabkan sebuah situasi
germane cognitive load pada siswa Sweller, Van Merriënboer, Paas,
1998. Germane cognitive load menentukan kapasitas working memory untuk
52 membangun pengetahuan baru yang diakibatkan oleh kemampuan siswa
untuk meminimalkan efek dari intrinsic dan extraneous cognitive load. Sweller, Ayres Kalyuga, 2011: 57.
Germane cognitive load atau germane resources memberikan ruang
proses kognitif yang relevan dengan pemahaman materi yang sedang dipelajari dan proses konstruksi akuisisi skema pengetahuan Retnowati,
Sugiman Murdanu, 2015: 18. Dengan kata lain, germane cognitive load sangat berpengaruh pada kapasitas working memory dalam mengolah
informasi. Jika pengetahuan yang relevan tidak terkait dengan materi baru, maka working memory tidak dapat mengintegrasikan materi atau informasi
yang sedang dipelajari. Informasi yang tersimpan tanpa diorganisasikan dengan baik akan sulit dipanggil kembali dan akan mengakibatkan lambatnya
proses pembelajaran yang terkait pada masa mendatang Retnowati, 2008: 7. Tidak seperti intrinsic dan extraneous cognitive load, germane
cognitive load memiliki kaitan yang lebih erat dengan pembelajaran karena
berkaitan lebih erat pada aktivitas kognitif siswa, yakni schema acquisition dan schema automation dibandingkan aktivitas mental lainnya Moreno
Park, 2010: 17. Menurut Retnowati, Sugiman dan Murdanu 2015: 19, cognitive load
theory memiliki implikasi dalam mendesain pembelajaran, diantaranya:
1 guru perlu memahami tingkat kompleksitas materi antarelemen yang akan dipelajari,
53 2 guru perlu mengetahui sejauh mana prior-knowledge siswa sebelum
mempelajari materi baru, 3 guru perlu mendesain pembelajaran yang meminimalkan muatan dari
intrinsic cognitive load dan extraneous cognitive load,
4 guru berperan dalam memfasilitasi proses yang meningkatkan germane cognitive load
yaitu untuk konstruksi skema pengetahuan serta 5 guru berperan dalam membangun susunan skema yang baik dan
memfasilitasi automatisasi skema melalui rehearsal.
4. Model