Pra-eksperimen Pertemuan Pertama Model TGT

106 Pada rencana sebelum penelitian, jumlah sampel yang akan dijadikan objek penelitian adalah 67 siswa dari dua kelas VIII, yakni kelas VIII A sejumlah 34 siswa dan kelas VIII C sejumlah 33 siswa. Akan tetapi pada saat pelaksanaan penelitian berlangsung, beberapa siswa tidak dapat hadir ataupun memenuhi kegiatan pembelajaran secara keseluruhan dikarenakan kegiatan sekolah seperti kegiatan OSIS, kegiatan pramuka serta karena urusan pribadi seperti izin dan sakit, sehingga jumlah sampel pada saat penelitan menjadi 55 siswa, diantaranya 30 siswa untuk kelas VIII A dan 25 siswa untuk kelas VIII C. Pembelajaran dilaksanakan dalam empat fase, yaitu: 1 fase pengaktifan pengaktifan prior-knowledge; 2 fase pengenalan materi baru; 3 fase akuisisi akuisisi kemampuan pemecahan masalah; dan 4 fase tes pemecahan masalah. Berikut ini penjabaran setiap fase pembelajaran pada masing-masing kelas eksperimen.

1. Model TGT

a. Pra-eksperimen

Peneliti melakukan tes untuk mengetahui apakah tingkat pemahaman prior-knowledge antarsiswa sama atau belum. Soal tes berkaitan dengan materi prior-knowledge untuk kedua pertemuan seperti yang telah dipaparkan pada Bab II. Kemudian soal tes tersebut dibahas secara bersama. Perlu diketahui bahwa kegiatan tes dan pembahasannya merupakan kegiatan bersifat pra-eksperimental. Kegiatan ini berlangsung cukup kondusif. Tes yang dilakukan selama 60 menit. Sedangkan 20 menit terakhir digunakan untuk membahas tes. 107 Karena keterbatasan waktu dan sebagian besar siswa masih belum paham atau lupa, peneliti mengajak siswa berdiskusi terkait kesulitan dari materi prior- knowledge . Diskusi bersifat klasikal dan induktif. Siswa diberi kesempatan bertanya dan ditanya. Pada saat ditanya, siswa cenderung pasif akan tetapi pada saat bertanya, siswa cenderung aktif.

b. Pertemuan Pertama

Pada fase pengaktifan prior-knowledge, siswa mempelajari materi prior-knowledge dengan tanya jawab klasikal. Materi prior-knowledge diantaranya Teorema Pythagoras dan prinsip kesejajaran garis pada bidang datar. Peneliti memastikan setiap siswa memahami dan dapat mengingat kembali materi tersebut dengan baik dengan memberikan konfirmasi jawaban yang benar, tanya jawab dan refleksi hasil tes pada pertemuan pra-eksperimen. Kemudian peneliti membagi siswa menjadi tujuh kelompok. Pengelompokan dibagi secara heterogen kemampuan akademik dan jenis kelamin sebelum fase pengenalan materi baru dilakukan. Setelah pembagian kelompok, siswa diberitahu aturan permainan dan pembelajaran. Pada rencana awal fase pengenalan materi baru, pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa mencoba untuk menemukan rumus dari materi baru menggunakan ringkasan materi secara berkelompok dan induktif, kemudian siswa memecahkan masalah-masalah dengan mengotomatisasikan pengetahuan schema automation rumus-rumus yang baru dipelajari ini dengan sedikit bimbingan dari peneliti. Akan tetapi pada pelaksanaannya, peneliti membantu siswa 108 melalui penyampaian ringkasan materi secara klasikal dan deduktif karena siswa mengalami kesulitan dan keterbatasan waktu. Kemudian siswa dinstruksikan agar membaca dan memahami ringkasan materi tersebut secara berkelompok agar dapat memecahkan masalah soal. Selain itu, terdapat completion problem yang memiliki representasi mirip dengan apa yang akan dipelajari selama fase akuisisi kemampuan pemecahan masalah agar siswa dapat memahami instruksi dalam kegiatan pembelajaran berikutnya. Siswa juga mendapat kesempatan untuk bertanya jika ada yang belum dipahami. Peneliti sebagai guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran, aturan pembelajaran dan memotivasi siswa. Pada fase akuisisi kemampuan pemecahan masalah, siswa difasilitasi untuk memecahkan soal pada LKS yang memiliki prinsip-prinsip Cognitive Load Theory . Fase belajar ini merupakan aktivitas inti pembelajaran dan juga tujuan utama pembelajaran. Selama fase ini, siswa mengerjakan LKS yang dikemas dalam bentuk permainan game serta pemberian skor bagi setiap kelompok. Sub-materi LKS ada dua macam, yaitu menentukan panjang garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran dan garis singgung persekutuan luar dua lingkaran. Diskusi tidak diperbolehkan antarkelompok. Sebelum siswa memulai mengerjakan instruksi pembelajaran, guru menjelaskan kembali tujuan pembelajaran, aturan pembelajaran dan memotivasi siswa. Apabila selama belajar siswa bertanya kepada guru mengenai isi kegiatan, siswa diminta untuk mencermati kembali instruksi yang diberikan di lembar kerja atau 109 mengingat materi yang dipelajari pada fase sebelumnya. Guru tidak menjelaskan atau menjawab pertanyaan siswa, sehingga hanya memfasilitasi siswa dalam mengerjakan LKS memecahkan masalah. Siswa diinstruksikan untuk menulis jawaban pada LKS dan karton putih agar setiap siswa memiliki tugas, seperti berdiskusi memecahkan jawaban soal, menulis jawaban di LKS, menulis jawaban di karton putih dan mempresentasikan jawaban. Akan tetapi karena keterbatasan waktu, sesi presentasi jawaban tidak dapat dilakukan sehingga peneliti mengganti dengan memberi kesempatan pada beberapa siswa untuk bertanya dan menyimpulkan pembelajaran pada pertemuan tersebut. Kegiatan ini sekaligus memberi kunci jawaban LKS pada siswa. Setelah fase akuisisi kemampuan pemecahan masalah selesai, siswa kembali ke tempat duduk masing-masing untuk mengikuti fase tes pemecahan masalah . Siswa mengerjakan secara individu, tidak boleh bertanya kepada guru atau teman lain, tidak ditunjukkan kunci jawaban dan tidak boleh menggunakan alat bantu seperti buku dan kalkulator. Pelaksanaan fase-fase eksperimen ini dapat dikatakan cukup rapi dan taat pada prosedur yang direncanakan meskipun ada siswa yang tidak berpartisipasi dengan baik sesuai instruksi yang diberikan. Terdapat perubahan alokasi waktu di setiap fasenya.

c. Pertemuan Kedua

Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi

1 3 310

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

6 42 56

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN SCIENTIFIC DENGAN STRATEGI TEAM GAME TOURNAMENT DAN NUMBERED Implementasi Pendekatan Pembelajaran Scientific Dengan Strategi Team Game Tournament Dan Numbered Head Together Ditinjau Dari Komunikasi Matematika Siswa(Ek

0 1 15

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN SCIENTIFIC DENGAN STRATEGI TEAM GAME TOURNAMENT DAN NUMBERED Implementasi Pendekatan Pembelajaran Scientific Dengan Strategi Team Game Tournament Dan Numbered Head Together Ditinjau Dari Komunikasi Matematika Siswa(Ek

0 1 14

PERBEDAAN EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN INDIVIDU BERBASIS COGNITIVE LOAD THEORY (CLT) UNTUK SISWA SMP DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA.

1 7 535

KEEFEKTIFAN TEAM’S GAME TOURNAMENT DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH (STUDI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEYEGAN) | Nuryadi | Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 10894 22896 1 SM

0 0 13

Virtual Mathematics Media Effectiveness Based Teams Game Tournament Reviewed From Cognitive Load Theory Nuryadi, Nanang Khuzaini,

0 0 13

View of PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI PERBEDAAN GAYA BELAJAR

0 1 10

PENGARUH MODEL TEAM GAME TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEDISIPLINAN SISWA KELAS IV A SDN PEKIRINGAN 02

0 0 15