sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata-rata tes keterampilan menyimak cerita kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
G. PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pembelajaran pada kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Two stay two stray dan
kelompok kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional terlihat bahwa hasil belajar kedua kelompok tersebut berbeda secara nyata.
Hal ini dapat ditunjukkan dari pretest dan posttest siswa. Nilai tertinggi yang didapatkan dari hasil pretest kelas eksperimen adalah 80, dan terendah
30, hingga didapatkan nilai rata-rata 53. Sedangkan hasil pretest yang didapatkan dari kelas kontrol adalah 75, dan terendah 27.5, hingga
mendapatkan nilai rata-rata 51. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pretest siswa kelas eksperimen tidak jauh berbeda dengan kelas kontrol.
Namun, setelah dilakukan penelitian peningkatan nilai dapat dilihat dari hasil posttest siswa. Kelas eksperimen mendapatkan nilai 92.5 untuk
nilai tertinggi, 50 untuk nilai terendah, dan 75 untuk nilai rata-ratanya. Sedangkan hasil posttest yang didapatkan dari kelas kontrol yaitu 92.5 untuk
nilai tertinggi, 40 untuk nilai terendah, dan 64 untuk nilai rata-rata. Dengan demikian setelah perlakuan menunjukkan adanya pengaruh Two stay two
stray terhadap penguasaan konsep, dimana kelas eksperimen menunjukkan nilai yang lebih baik daripada kelas kontrol. Karena dalam teknik Two stay
two stray siswa belajar dengan sesama siswa dalam keadaan gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk bertukar informasi dan
meningkatkan pemahaman
terhadap materi
pembelajaran. Dalam
pembelajaran kooperatif teknik Two stay two stray ada proses demokrasi dan peran aktif siswa. Sehingga susasana belajar pun berlangsung dalam
interaksi yang saling percaya, terbuka, dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memproleh dan memberi masukan diantara anggota
kelompoknya maupun dengan anggota kelompok lainnya.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran secara diskusi. Dalam pembelajarn kooperatif, semua siswa semua anggota
kelompok terlibat aktif karena memiliki peran dan tanggung jawab masing- masing, sementara belajar diskusi walaupun juga berkelompok tetapi hanya
didominasi oleh siswa tertentu saja. Dalam belajar diskusi, struktur kelompok tidak teridentifikasi, sementara dalam pembelajaran kooperatif
setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian, dinamika kelompok pada pemeblajaran kooperatif lebih terlihat.
Hal tersebut didukung oleh hasil pengamatan selama berlangsungnya pembelajaran, diketahui bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif teknik Two stay two stray siswa dituntut untuk dapat bekerjasama dengan anggota kelompoknya yang berbeda-beda
dan jumlah yang sedikit. Pada kelompok dengan jumlah anggota yang besar menyebabkan diskusi berlangsung kurang efektif karena hanya anggota
tertentu saja yang mendominasi diskusi pada masing-masing kelompok. Namun, pada awal pembelajaran, pelaksanaan treatment pada
kelompok eksperimen mengalami sedikit hambatan. Pembelajaran yang baru bagi guru maupun siswa membutuhkan waktu untuk penyesuaian.
Selain itu pada waktu pengelompokkan, terkadang menimbulkan kegaduhan dalam kelas yang cukup menyita waktu pembelajaran. Karena pada
pembelajaran biasanya, guru tidak terbiasa membentuk kelompok belajar. Selain itu, dari beberapa siswa yang merasa tidak cocok dengan teman
dalam satu kelompoknya sehingga menimbulkan perselisihan yang bisa menyita waktu dan juga proses penyerapan materi pelajaran dari siswa dan
untuk siswa menjadi kurang maksimal. Hambatan yang terjadi secara perlahan-lahan dapat berkurang dikarenakan siswa mulai tertarik dengan
model pembelajaran kooperatif teknik Two stay two stray. Terlihat dari siswa yang mulai terbiasa dengan teman lain dalam kelompoknya dan mulai
menerima perbedaan, yang membuat siswa saling membutuhkan karena adanya suatu masalah yang harus dikerjakan bersama. Hal ini
mempermudah siswa dalam memahami permasalahan yang diberikan.