29
mengetahui  sejauh  mana  kemampuan  yang  diperoleh  siswa  dan  guru  dapat membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
4  Masyarakat Belajar Masyarakat  Belajar  yaitu  suatu  kegiatan  dimana  siswa  memperoleh  hasil
belajar dari hasil belajar bekerja sama atau tukar pendapat dengan orang lain. Pada kelas  CTL  penerapan  masyarakat  belajar  dapat  dilakukan  dengan  menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang  anggotanya  bersifat  heterogen,  dilihat  dari  kemampuan  dan  kecepatan
berpikirnya, sehingga hasil belajar dapat diperoleh dari hasil tukar pikiran dengan orang  lain,  antar  teman,  ataupun  antar  kelompok.  Masyarakat  belajar  diharapkan
mampu meningkatkan  interaksi siswa dengan teman satu  kelompok maupun lain kelompok. Masyarakat belajar ini pula  yang akhirnya memicu siswa  yang belum
tahu  atau  belum  paham  tidak  malu  untuk  bertanya  kepada  temannya  yang  sudah tahu atau paham mengenai materi yang diajarkan.
5  Permodelan Pemodelan  bisa  diartikan  suatu  contoh  nyata  yang  ditunjukkan  guru  atau
orang lain bisa asli atau tiruan dan bisa berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang  konsep-konsep.  Yang  dimaksud  modelling  adalah  proses  pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh siswa. 6  Refleksi
Refleksi  yaitu berpikir kembali  apa  yang telah dilakukan dan apa  yang akan diperoleh  siswa  dalam  kegiatan  pembelajaran.  Dalam  proses  pembelajaran
menggunakan  pendekatan  CTL  setiap  proses  pembelajaran  guru  memberikan
30
kesempatan  kepada  siswanya  untuk  merenung  atau  mengingat  kembali  apa  yang telah dipelajarinya.
7  Penilaian Otentik Penilaian  otentik  adalah  proses  pengumpulan  informasi  oleh  guru  tentang
perkembangan  dan  pencapaian  pembelajaran  yang  dilakukan  anak  didik  melalui berbagai  teknik  yang  mampu  mengungkapkan,  membuktikan  atau  menunjukkan
secara  tepat  bahwa  tujuan  pembelajaran  dan  kemampuan  kompetensi  telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
2.1.5 Strategi Konflik Kognitif
Konflik kognitif muncul dari hasil penelitian Piaget sekitar tahun 1970-an. Hasil  riset  tersebut  menunjukkan  bahwa  konflik  kognitif  dapat  mendukung
perkembangan  kognitif  melalui  proses  equilibrasi.  Piaget  Ismaimuza,  2008 mengklaim  bahwa  sumber  pertama  dalam  pengembangan  pengetahuan  adalah
munculnya  ketidakseimbangan  imbalance  yang  mendorong  seseorang  untuk mencoba ekuilibrium baru melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Klaim  Piaget  tersebut  dijadikan  acuan  dalam  merumuskan  pengertian konflik  kognitif.  Miscel  Ismaimuza,  2010  mendefinisikan  bahwa  konflik
kognitif  adalah  suatu  situasi  dimana  kesadaran  seorang  individu  mengalami ketidakseimbangan.  Ketidakseimbangan  tersebut  didasari  adanya  kesadaran  akan
informasi-informasi  yang  bertentangan  dengan  informasi  yang  dimilikinya  yang telah  tersimpan  dalam  struktur  kognitifnya.  Namun  demikian,  konflik  kognitif
juga dapat terjadi dalam ranah lingkungan sosial. Damon dan Killen Ismaimuza, 2010 menyebutkan bahwa konflik kognitif dapat muncul ketika ada pertentangan
31
pendapat  atau  pemikiran  antara  seorang  individu  dengan  individu  lainnya  pada lingkungan individu yang bersangkutan.
Ismaimuza  2010  berpendapat  bahwa  ketika  siswa  berada  dalam  situasi konflik,  maka  siswa  akan  memanfaatkan  kemampuan  kognitifnya  dalam  upaya
menjastifikasi,  menkonfirmasi  atau  melakukan  verifikasi  terhadap  pendapatnya. Artinya  kemampuan  kognitif  siswa  akan  memperoleh  kesempatan  untuk
diberdayakan,  disegarkan,  atau  dimantapkan.  Sebagai  contoh,  siswa  akan memanfaatkan  daya  ingat  dan  pemahamannya  pada  suatu  konsep  matematika
ataupun pengalamannya untuk membuat suatu keputusan yang tepat. Pada situasi tersebut,  siswa  dapat  memperoleh  kejelasan  dari  lingkungannya,  antara  lain  dari
guru atau siswa yang lebih pandai scaffolding. Dengan kata lain, konflik kognitif pada  diri  seseorang  yang  direspon  dengan  tepat  atau  posistif,  maka  dapat
menyegarkan dan memberdayakan kemampuan kognitif yang dimilikinya. Sesungguhnya  konflik  kognitif  terbentuk  dan  berkaitan  dengan  struktur
kognitif  dari  individu  dengan  lingkungannya.  Terdapat  pendapat  beberapa  ahli yang mengungkapkan bagaimana konflik kognitif itu dibangun :
1  Piaget  mengemukakannya dengan ketidakseimbangan kognitif,  yaitu ketidak seimbangan antara struktur kognitif seseorang dengan informasi yang berasal
dari  lingkungannya,  dengan  kata  lain  terjadi  ketidakseimbangan  antara struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal.
2  Hasweh mengemukakannya dengan ketidakseimbangan kognitif atau konflik metakognitif,  yaitu  konflik  diantara  kemata-skemata  dimana  terjadi
32
pertentangan antara struktur kognitif yang lama dengan struktur kognitif yang baru yang sedang dipelajari atau yang dihadapi.
3  Kwon mengemukakan dengan Konflik kognitif, yaitu konflik antara struktur kognitif  yang  baru  menyangkut  materi  yang  baru  dipelajari  dengan
lingkungan yang dapat dijelaskan tetapi penjelasan itu mengacu pada struktur kognitif awal yang dimiliki oleh individu.
Interaksi  antara  struktur  kognitif  dan  lingkungan  dalam  memunculkan konflik digambarkan oleh Kwon Kwon  Lee, 2001 dalam bentuk Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Model Konflik Kognitif dari Kwon
Gambar 2.1 menjelaskan tentang struktur kognitif yang terdiri dari C1 dan C2,  sedangkan  R1  dan  R2  menggambarkan  tentang  stimulus  lingkungan.  C1
menggambarkan  konsep  awal  yang  ada  pada  diri  siswa  yang  sangat  mungkin merupakan  miskonsepsi  siswa.  C2  merupakan  konsep  yang  akan  dipelajari.  R1
menyatakan  lingkungan  yang  dapat  dijelaskan  oleh  C1,  dan  R2  menjelaskan lingkungan yang dapat dijelaskan oleh C2.