25
pendidikan, terutama pendidikan formal. Oleh sebab itulah, bagi setiap lembaga pendidikansekolah perlu meningkatkan kerja sama yang baik
dengan masyarakat sehingga keberhasilan akan diraih sesuai harapan.
3. Hambatan dan Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam
Pendidikan.
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial di masyarakat. Keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan
merupakan tugas dari berbagai pihak, salah satunya adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan poin penting dalam
pendidikan, akan tetapi sering kali menemui hambatan dalam penerapannya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Siti Irene Astuti
Dwiningrum 2011: 198 mengungkapkan hambatan partisipasi masyarakat disebabkan karena beberapa hal, antara lain adalah sebagai
berikut: a. Budaya paternalisme yang dianut oleh masyarakat menyulitkan untuk
melakukan diskusi secara terbuka. b. Apatisme karena selama ini masyarakat jarang dilibatkan dalam
pembuatan keputusan oleh pemerintah daerah. c. Tidak adanya trust masyarakat kepada pemerintah.
Selain adanya hambatan dalam meningkatkan partisipasi, disisi lain juga ada upaya kaitannya dengan meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pendidikan. Rochmad Wahab
26
http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfilespengabdianrochmat-wahab-mpd- ma-dr-profcommunity-empowering.pdf mengatakan strategiupaya dalam
mengembangkan partisipasi masyarakat antara lain sebagai berikut: a. Partisipasi masyarakat perlu didorong sampai pada partisipasi dalam
pembuatan keputusan, baik yang berkenaan dengan pembuatan kebijakan dan program pendidikan di daerah dan sekolah, menyeleksi
bahan dan materi pendidikan, substansi yang harus diajarkan, perencaan anggaran dan monitoring belanja untuk kegiatan
pendidikan, dan menseleksi personil di lingkungan isntitusi dan birokrasi pendidikan.
b. Masyarakat sharing tanggung jawabnya dalam menciptakan iklim masyarakat dan sekolah yang lebih kondusif bagi terselenggaranya
proses pendidikan, misalnya perwakilan masyarakat dapat menjadi tenaga voluntir dalam memenuhi kebutuhan kegiatan pendidikan,
organisasi masyarakat menerima dengan terbuka seluruh staf pendidikan siswa yang mengunjungi fasilitas yang dimiliki
masyarakat, dan sebagainya. c. Masyarakat perlu terus melakukan pemantauan dan evaluasi kritis
terhadap penyelenggaraan pendidikan, dengan tetap memberikan dukungan yang berarti melalui umpan balik yang konstruktif bagi
perbaikan layanan pendidikan di wilayahnya. d. Masyarakat perlu terus mengupayakan dalam mengurangi alienasi
sekolah dari masyarakat, karena pada dasarnya sekolah merupakan
27
bagian daripada masyarakat. Kondisi yang demikian diyakini akan meningkatkan prestasi pendidikan peserta didik Mohrman,
Wohlstetter and Associates, 1994. e. Perlu adanya fleksibilitas yang berkenaan dengan struktur birokrasi,
budgeting, lintas sektor, disain, perencanaan dan implementasi. f.
Memberikan kepercayaan dan investasi bagi masyarakat lokal dengan memperkuat institusi lokal, membangun di atas fundasi lokal, dan
sharing informasi.
4. Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu
Jerome S Arcaro 2005: 75 menjelaskan bahwa mutu adalah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu
didasarkan pada akal sehat seperti yang diungkapkan oleh Deming yang mendasarkan pada kebutuhan untuk memperbaiki kondisi kerja
bagi setiap pegawai. Fokus mutu didasari upaya positif yang dilakukan individu.
Crosby Edward Sallis, 2010: 113-114 mengatakan mutu adalah sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan Conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Oleh karena litu, mutu
pendidikan yang diselenggarakan sekolah dituntut untuk memiliki baku standar mutu pendidikan. Berbeda dengan pendapat sebelumnya,
Fiegenbaum Edward Sallis, 2010: 96-99 mengartikan mutu adalah
28
keputusan pelanggan sepenuhnya full customer satisfaction. Dalam pengertian ini, maka yang dikatakan sekolah bermutu adalah sekolah
yang dapat memuaskan pelanggannya, baik pelangan internal maupun eksternal.
Edward Sallis 2010: 51-54 mengatakan mutu dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang absolut sekaligus relatif.
Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar, merupakan suatu idealisme yang tidak dapat
dikompromikan. Dalam definisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat
diungguli. Sedangkan mutu yang relatif dipandang sebagai suatu yang melekat pada sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan
pelanggannya. Untuk itu, dalam definisi relatif ini produk atau layanan akan dianggap bermutu bukan karena ia mahal dan eksklusif, tetapi
karena memiliki nilai, misalnya keaslian produk, wajar, dan familiar. Dari beberapa definisi yang telah diuraikan diatas, belum
didapat pengertian secara khusus tentang mutu pendidikan. Sedikit penjelasan dari Crosby berkaitan dengan mutu pendidikan masih
bersifat umum, oleh karena itu perlu terlebih dahulu melihat kerangka dasar pengertian mutu pendidikan.
Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad
1996: 101, bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah
29
dalam pengelolaan sekolah secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut normastandar yang berlaku.
Oemar Hamalik 1990: 73 mengatakan pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti
normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan kriteria intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu
pendidikan standar idea, sedangkan berdasar kriteria ekstrinsik pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang
terlatih. Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya, misalnya tes hasil belajar.
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses,
dan output pendidikan Depdiknas, 2010: 7-8. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud
berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu dari berlangsungnya proses. Input sumberdaya
meliputi sumberdaya manusia kepala sekolah, guru termasuk guru