PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 2 SAMBIREJO KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI.

(1)

PAR PEN RTISIPASI NDIDIKAN KECAMA D gu PROG JURUSAN UN MASYAR N DI SEKO ATAN JATI iajukan Kep Univer Untuk Mem una Memper N GRAM STU N FILSAFA FAKULT NIVERSITA RAKAT DA OLAH DAS ISRONO K

SKRIP

pada Fakult rsitas Neger menuhi Seb roleh Gelar Oleh Adi Tri Wi NIM 091102

UDI KEBIJ AT DAN SO TAS ILMU AS NEGER APRIL 2 ALAM PEN SAR NEGE KABUPATE

PSI

tas Ilmu Pen ri Yogyakar agian Persy Sarjana Pe : ibowo 244008 JAKAN PE OSIOLOGI PENDIDIK RI YOGYA 2014 NYELENG ERI 2 SAM

EN WONO ndidikan rta yaratan ndidikan ENDIDIKA I PENDID KAN AKARTA GGARAAN MBIREJO OGIRI AN IKAN N


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO  

اﻮ ﺁ

ﺬ ا

ﺎ إ

.

ﺮﺴﺧ

نﺎﺴ ﺈ ا

نإ

.

او

ﺮ ﺎ

اﻮ اﻮﺗو

ﻖﺤ ﺎ

اﻮ اﻮﺗو

تﺎﺤ ﺎ ا

اﻮ و

“Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran

dan saling menasihati untuk kesabaran” (QS. Al-‘Asr: 1-3)

“Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri di atas vacuum, engkau akan berdiri di atas kekosongan dan perjuanganmu nanti paling-paling

akan bersifat amuk saja, seperti kera di gelap gulita!” (Ir. Soekarno) “Selalu bekerja keras, sungguh-sungguh, dan berdoa, niscaya masa depan akan


(6)

PERSEMBAHAN

Atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT, karya ini saya persembahkan untuk:

 Orang tua tercinta, Bapak Sutarno dan Ibu Sunarmi yang tidak pernah berhenti berdoa dan selalu memberikan dukungan, motivasi, serta perhatian. Saya haturkan terima kasih kepada Bapak Ibu, semoga karya ini bisa menjadikan kebanggaan.

 Prodi Kebijakan Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Semoga karya ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pendidikan.  Agama, Nusa, dan Bangsa.


(7)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 2 SAMBIREJO

KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI Oleh

Adi Tri Wibowo NIM 09110244008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo; bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo; kendala yang dialami sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo; dan cara sekolah mengatasi kendala untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo.

Metode yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan kajian dokumen. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Analisis data yang digunakan adalah model interaktif yang diajukan oleh Miles & Huberman yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini adalah (1) partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo jika dikaitkan dengan teori Shery Arstein ada pada tingkatan tokenism; (2) bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo yang menonjol adalah supporting agency (pendukung); (3) upaya pihak sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo melalui sosialisasi yang dilakukan perangkat desa pada saat pertemuan rutin, serta mengoptimalkan peran guru dan komite sekolah dengan melakukan pendekatan langsung ke wali siswa (home basic); dan (4) kendala pihak sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo adalah sebagian besar orang tua siswa adalah perantau; sebagian besar warga kurang peduli dalam hal pendidikan; sebagian besar tingkat ekonomi masyarakat adalah menengah kebawah; dan adanya opini dari masyarakat yang berpendapat bahwa anak lebih baik bekerja daripada sekolah sampai jenjang yang lebih tinggi.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat, hidayah, dan pertolonganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri”. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada program studi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Sutarno dan Ibu Sunarmi selaku orang tua penulis yang senantiasa

mendukung dan mendoakan penulis.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian untuk keperluan Tugas Akhir Skripsi.

3. Ketua Prodi Kebijakan Pendidikan, yang telah memberikan pengarahan dan pengesahan dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

4. Bapak Dr. Arif Rohman, M. Si. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Murtamaji, M. Si. selaku dosen pembimbing II, yang senantiasa berkenan membimbing penulis sampai selesainya skripsi ini.

5. Ibu Y.Ch. Nany Sutarini, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.


(9)

6. Bapak/Ibu dosen Prodi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Bapak Agus Sugiarto, S. Pd. selaku kepala sekolah SD N 2 Sambirejo, beserta guru dan karyawan yang telah memberikan ijin penelitian dan menjadi nara sumber dalam penelitian ini.

8. Ibu Sumarsih selaku Plh. Kepala Desa Sambirejo, beserta staf dan karyawan yang telah memberikan ijin penelitian dan menjadi nara sumber dalam penelitian ini.

9. Bapak Wardi selaku Ketua Komite SD N 2 Sambirejo yang telah bersedia menjadi nara sumber dalam penelitian ini.

10. Eko Suwanto, ST., M. Si., Wahyu Dwi Cahyadi, ST., dr. Danar Anggrahini Kusumadewi, Diah Pitasari, SE, dan Tina Febrianti, selaku kakak penulis yang senantiasa memberikan motivasi, doa, dan bantuannya pada penulis. 11. Teguh Wahyu Widodo, M. Sc., Dwi Hatmoko, SH., Putri Nugrahaeni, SH.,

Faradila Widya Anjari, Abdul Aziz calon Sarjana Agama, yang terus memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan penelitian ini. 12. Teman-teman kelas B Prodi Kebijakan Pendidikan angkatan 2009 semuanya,

terima kasih atas bantuan dan kebersamaan kita selama ini. Penulis tidak akan mudah melupakan kebersamaan kita.

13. Semua pihak yang telah ikut serta membantu proses penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 10

1. Partisipasi Masyarakat ... 10

a. Pengertian Partisipasi ... 10

b. Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan ... 11

c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan ... 14

d. Partisipasi Masyarakat dan Unsur-Unsurnya ... 16


(12)

2. Peran Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan ... 21

3. Hambatan dan Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan ... 25

4. Mutu Pendidikan ... 27

a. Pengertian Mutu ... 27

b. Karakteristik Mutu Pendidikan ... 32

B. Penelitian yang Relevan ... 34

D. Pertanyaan Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 39

B. Setting Penelitian ... 40

C. Waktu Penelitian ... 41

D. Sumber Data Penelitian ... 41

E. Subyek Penelitian ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 42

G. Instrumen Penelitian ... 45

H. Validitas Data ... 46

I. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Sekolah ... 50

1. Sejarah SD N 2 Sambirejo... 50

2. Lokasi dan Keadaan SD N 2 Sambirejo ... 51

3. Visi, Misi, dan Tujuan SD N 2 Sambirejo ... 52

4. Sumber Daya yang dimiliki SD N 2 Sambirejo ... 53

B. Hasil Penelitian... 65

1. Kebijakan Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidika di SD N 2 Sambirejo... 65

2. Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo... 71


(13)

4. Upaya Sekolah Untuk Mengatasi Kendala Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di

SD N 2 Sambirejo... 93

C. Pembahasan ... 95

1. Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 95

2. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 99

3. Kendala yang Dihadapai Sekolah untuk Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 101

4. Upaya Sekolah untuk Mengatasi Kendala Mengoptimalkan Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Jumlah siswa SD N 2 Sambirejo 3 tahun terakhir ... 54

Tabel 2. Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan ... 55

Tabel 3. Data pendidik berdasar tingkat pendidikan ... 56

Tabel 4. Data hasil UAN 4 Tahun terakhir ... 57

Tabel 5. Data sarana dan prasarana ... 58

Tabel 6. Bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pendidikan ... 85

Tabel 7. Peran warga sekolah dan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 88

Tabel 8. Faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 93

Tabel 9. Masalah Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD N 2 Sambirejo ... 104


(15)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Bagan Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman ... 48 Gambar 2. Struktur Organisasi SD N 2 Sambirejo ... 63 Gambar 3. Struktur Organisasi Dewan / Komite Sekolah ... 64


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Pedoman Observasi ... 113

Lampiran 2 Kisi-kisi Wawancara ... 114

Lampiran 3 Pedoman Wawancara ... 117

Lampiran 4 Pedoman Kajian Dokumen ... .... 124

Lampiran 5 Catatan Lapangan ... 125

Lampiran 6 Transkrip Wawancara ... 132

Lampiran 7 Tabel Reduksi ... 156

Lampiran 8 Dokumentasi Foto ... 171

Lampiran 9 Data Hasil Ujian Akhir Nasional ... 173

Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian ... 180  


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki abad ke-21, isu mengenai perbaikan pendidikan tidak hanya dalam jalur pendidikan formal, akan tetapi juga meliputi semua jalur dan jenjang pendidikan. Permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama pendidikan formal sangatlah kompleks. Isu mengenai pemerataan pendidikan, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya kualitas sumber daya pengajar, kurangnya kesiapan daerah dalam menjalankan desentralisasi pendidikan, serta partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang rendah, menjadi beberapa permasalahan yang sering kita jumpai dalam masyarakat.

Kebijakan pendidikan di Indonesia seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dijadikan sebagai pedoman atau dasar hukum dalam mengatur tugas, hak, dan kewajiban seluruh warga negara di bidang pendidikan. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 seperti yang tertuang dalam Pasal 6 Ayat 2: “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan”. Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa keberlangsungan dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab setiap warga negara. Selain memberi ruang kepada setiap warga negara kaitannya dengan tanggung jawab dalam keberlangsungan pendidikan, dalam


(18)

UU No. 20 Tahun 2003 pasal 8 juga disebutkan, “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidkan”. Kemudian Pasal 9 juga disebutkan, “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan” (UU R.I. No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Dari ketiga pasal tersebut jelas ditekankan bahwa masyarakat mempunyai tanggung jawab serta hak dan kewajiban dalam pendidikan. Dengan adanya hak, kewajiban, dan peran masyarakat, lembaga pendidikan/sekolah dapat lebih mudah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Mengingat pentingnya partisipasi dalam pendidikan, masyarakat dituntut dapat meningkatkan partisipasinya dalam peningkatan dan penyelenggaraan pendidikan, terutama dalam mendidik moral, norma, dan etika yang sesuai dengan agama dan adat istiadat di masyarakat. Oleh karena pendidikan merupakan modal awal kemajuan suatu bangsa, maka dari itu sudah menjadi kewajiban bagi semua pihak untuk memikul tanggung jawab bersama dalam menyiapkan menghadapi masa depan. Peran penting masyarakat secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan dengan menyumbangkan tenaga, dana, dan pikiran serta bentuk-bentuk peranserta lain bagi sangat membantu terselenggaranya pendidikan yang berkualitas.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat dan sekolah mempunyai keterkaitan yang erat dan saling berperan satu sama lain. Apalagi pada zaman sekarang ini, pemerintah telah mensosialisasikan adanya


(19)

memiliki kewenangan besar dalam pengelolaan pendidikan. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun sekolah harus mampu menjalin hubungan sehingga perannya dapat berkesinambungan.

Desentralisasi dan otonomi pendidikan merupakan tuntutan mendesak yang harus segera ditanggapi. Desentralisasi pendidikan merupakan upaya untuk mendelegasikan wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat merupakan hal yang mutlak dalam menentukan masa depan pendidikan. Akan tetapi setelah dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang desentralisasi pendidikan, banyak masalah yang muncul dalam pelaksanaanya.

Sejumlah hambatan muncul, karena perbedaan tingkat komitmen daerah dalam pengembangan pendidikan, lemahnya profesionalisme daerah dalam mengelola pendidik dan tenaga kependidikan, perbedaan interpretasi antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Juga tak ketinggalan insinkronisasi pengelolaan komponen pendidikan yang berada di bawah Kementrian Agama dengan komponen pendidikan di bawah pemerintah daerah dan

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

(http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/28/lvdn8s-banyak-masalah-pelaksanaan-otonomi-pendidikan-dikaji-ulang- comments-list)

Dari kutipan berita tersebut jelas terlihat masalah utama dalam pelaksanaan desentralisasi pendidikan adalah kurangnya kesiapan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pendidikan serta kurang adanya kesinambungan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mensosialisasikan kebijakan pendidikan tentang desentralisasi pendidikan


(20)

Rondineli dalam Teguh Yuwono (1986: 27-28) mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen, dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian pusat, unit yang berada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non-pemerintah dan organisasi nirlaba. Dengan desentralisasi berarti pemegang kendali pendidikan di tingkat bawah akan berperan lebih besar, yang berarti peran masyarakat dalam pendidikan akan lebih optimal.

Hubungan antara sekolah dan masyarakat merupakan faktor yang penting dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan, dalam hal ini adalah upaya membangun sikap saling peduli, sehingga tumbuh sikap rasa saling membutuhkan. Di satu sisi masyarakat membutuhkan sekolah (pendidikan) dan disisi lain sekolah (pendidikan) membutuhkan masyarakat, yang sudah barang tentu peran kontributif masing-masing memerlukan pengembangan dan pemetaan lebih lanjut.

Seiring dengan upaya peningkatan mutu pendidikan, serangkaian kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah banyak dilakukan, sejalan dengan kebijakan nasional secara makro. Istilah-istilah yang muncul untuk memberikan predikat terhadap kebijakan-kebijakan baru tersebut antara lain: Otonomi Pendidikan, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Life Skill dan Kurikulum


(21)

Dengan demikian maka perlu ada perubahan dalam hubungan antara sekolah dengan masyarakat agar tanggung jawah pendidikan tidak terlalu banyak tertumpu di sekolah, terutama dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam hal ini, peranserta masyarakat terutama lingkungan keluarga akan banyak berpengaruh dalam proses belajar siswa. Maka dari itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan, kaitannya dalam hal menjalin hubungan dengan masyarakat khususnya orang tua siswa perlu diintensifkan lagi, untuk bersama-sama mendukung keberhasilan dalam proses pendidikan. Akan tetapi permasalahannya, bagaimana cara yang akan dilakukan sekolah untuk menjalin hubungan dengan masyarakat, dan cara apakah yang efektif yang dapat dilakukan pihak sekolah jika peran serta masyarakat diperlukan untuk menangggung beban pendidikan bersama-sama.

SD Negeri 2 Sambirejo merupakan salah satu sekolah dasar di Kabupaten Wonogiri, yang berstatus sekolah negeri yang menempati posisi di tengah-tengah pemukiman masyarakat di Desa Sambirejo, Kecamatan Jatisrono. SD Negeri 2 Sambirejo adalah salah satu sekolah Inpres (Instruksi Presiden) yang ada di Kabupaten Wonogiri, sekolah ini didirikan pada masa Orde Baru, untuk mengatasi ledakan penduduk. Seiring jalannya waktu, sekolah ini tetap eksis di tengah-tengah persaingan sekolah-sekolah negeri di perkotaan dan sekolah swasta yang pada akhir-akhir ini banyak diminati peserta didik.

SD Negeri 2 Sambirejo statusnya adalah sekolah negeri dibawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri yang letaknya di pedesaan,


(22)

sehingga dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat masih terbilang minim. Kondisi masyarakat (orang tua) yang sebagian besar kurang peduli dengan dunia pendidikan sering kali menjadi alasan rendahnya mutu pendidikan di sekolah tersebut.

Melihat kondisi yang ada di SD Negeri 2 Sambirejo, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem sosial masyarakat, banyak dilakukan berbagai upaya dari beberapa pihak untuk mendukung sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk kaitannya dengan peranserta masyarakat. Berangkat dari uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang "Partisipasi Masyarakatdalam Penyelenggaraan Pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri".

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka diperoleh identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurang adanya kesinambungan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mensosialisasikan kebijakan pendidikan tentang desentralisasi pendidikan.

2. Kurangnya kesiapan pemerintah daerah dalam melaksanakan desentralisasi pendidikan.

3. Belum maksimalnya peranserta masyarakat dalam pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi.


(23)

4. Minim/rendahnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terutama di desa Sambirejo.

C. Batasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi untuk menjaga kualitas dan fokus penelitian yang dilakukan, agar tetap konsisten dan dalam kajian yang jelas. Batasan penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah-masalah di atas. Permasalah-masalahan penelitian ini yang dikaji perlu dibatasi, oleh sebab itu dalam penelitian ini dibatasi pada fenomena rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo kecamatan Jatisrono, kabupaten Wonogiri.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di muka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo ?

2. Apa bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo ?

3. Kendala apa yang dialami sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo ? 4. Bagaimana cara sekolah mengatasi kendala untuk mengoptimalkan partisipasi


(24)

E. Tujaun Penelitian

Dari rumusan masalah seperti tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo.

2. Bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo.

3. Kendala yang dialami sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo.

4. Cara sekolah mengatasi kendala untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo. F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pakar pendidikan sebagai hasil karya ilmiah, diharapkan dapat berguna untuk menambah referensi atau informasi yang berhubungan dengan pendidikan dimana hal ini dalam kaitannya dengan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah


(25)

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk sekolah berkaitan dengan paritisipasi masyarakat penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat kaitannya dengan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan.

c. Bagi Pemerintah Desa

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pemerintah desa Sambirejo untuk mendorong partisipasi masyarakat penyelenggaraan pendidikan di di sekolah.

d. Bagi Pendidik

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengetahuan bagi pendidik/guru akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di di sekolah

e. Bagi Program Studi

Sebagai referensi serta masukan di bidang kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan peningkatan mutu dan inovasi pendidikan.

f. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam mengembangkan wawasan tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Partisipasi Masyarakat a. Pengertian Partisipasi

Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Jika dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” yang berarti mengikutsertakan, ikut mengambil bagian (Willie Wijaya, 2004: 280).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2001), partisipasi adalah perihal turut berperan serta suatu kegiatan atau keikutserataan atau peran serta. Made Pidarta (Siti Irene Astuti Dwiningrum, 2011: 50) berpendapat, partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala keterlibatan.

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional dari seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada pencapaian tujuan pada tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Pendapat lain diutarakan oleh Deep Naryam, 1995 (Siti Irene Astuti Dwiningrum,


(27)

2011: 50), partisipasi memiliki pengertian, “a valuentary process by which people including disadvantaged (income, gender, ethnicity, education) influence or control the affect them”, artinya suatu proses yang wajar di mana masyarakat termasuk yang kurang beruntung (penghasilan, gender, suku, pendidikan) mempengaruhi atau mengendalikan pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas bahwa konsep partisipasi memiliki makna yang lebih luas dan beragam. Secara garis besar konsep partisipasi dapat ditarik kesimpulan adalah suatu wujud peran serta masyarakat dalam aktifitas berupa perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan pembangunan masyarakat. Wujud dalam partisipasi dapat berupa saran, jasa, ataupun dalam bentuk materi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suasana yang demokratis.

b. Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan

Partisipasi merupakan unsur yang utama dalam pengembangan dunia pendidikan dalam konteks desentralisasi pendidikan melalui pelaksanaan otonomi pendidikan. Keterlibatan masyarakat didalam pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kontribusi dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan partisipasi masyarakat.


(28)

Di lingkungan pendidikan harus diupayakan penguatan partisipasi masyarakat dalam membangun mutu pendidikan. Diharapkan dengan adanya penguatan partisipasi dapat mendorong semua warga sekolah dan masyarakat ikut terlibat dalam menggunakan haknya untuk menyampaikan saran dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan sekolah, evaluasi program maupun pembuatan kebijakan sekolah secara umum.

Departemen Pendidikan Nasional (2007: 46-48), mengartikan partisipasi pendidikan sebagai proses warga sekolah dan masyarakat terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaa, pengawasan atau pengevaluasian pendidikan di sekolah. Di lain pihak Mitsue Uemura (Sri Suharyati, 2008: 22), mengemukakan konsep partisipasi dalam pendidikan. Pendidikan tidak hanya di sekolah tetapi juga dalam keluarga, masyarakat dan sosial.

Sejalan dengan itu, Nurkolis (2003: 125) mengatakan bahwa dalam era otonomi pendidikan ini keluarga dan masyarakat bukan lagi pihak yang pasif hanya menerima keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan akan tetapi mereka harus aktif bermain, menentukan dan membuat program bersama sekolah dan pemerintah.


(29)

Suryosubroto (2006: 73) mengungkapkan tujuan partisipasi masyarakat adalah mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat bagi kepentingan pendidikan nasional yang terinci dalam: a) Membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah

maupun luar sekolah.

b) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah maupun luar sekolah.

c) Membantu dalam pembiayaan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah

d) Memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan sekolah.

Sedangkan Fasli Djajal dan Dedi Supriadi (2001: 202) mengungkapkan bahwa ketika masyarakat terlibat, seharusnya mereka memberikan waktu, uang, gagasan, kepercayaan, dan kemauan. Ketika harapan mereka meningkat, maka upaya-upaya tindak lanjut perlu dilakukan agar parstisipasi masyarakat berkelanjutan.

Berdasarkan beberapa pengertian partisipasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Peningkatan partisipasi masyarakat akan memudahkan penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Akan tetapi, partisipasi yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk partisipasi pasif namun juga diharapkan dalam bentuk partisipasi aktif. Tujuan partisipasi dalam penyelenggaraan


(30)

pendidikan adalah sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat dalam bentuk ide, kemampuan dan potensi untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan ataupun penyelenggaraan pendidikan dalam konteks yang lebih luas.

c. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan

Basrowi dalam (Siti Irene Astuti Dwiningrum, 2011: 59), partisipasi masyarakat dilihat dari bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu “partisipasi non fisik dan partisipasi fisik”. Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat (orangtua) dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan, seperti mendirikan dan menyelenggarakan beasiswa, membantu pemerintah membangun gedung-gedung untuk masyarakat, dan menyelesaikan usaha-usaha perpustakaan berupa buku atau bentuk bantuan lainnya. Sedangkan partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan meratanya animo masyarakat untuk menuntut ilmu pengetahuan melalui pendidikan, sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.

Bentuk partisipasi Effendi dalam (Siti Irene Astuti Dwiningrum, 2009: 58), terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horisontal. Disebut partisipasi vertikal karena dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan di mana masyarakat berada


(31)

sebagai status bawahan, pengikut atau klien. Adapun dalam partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa di mana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk partisipasi dapat berupa partisipasi non fisik dan partisipasi fisik yang membuat keterlibatan dari masyarakat (orangtua) untuk mencapai tujuan yang sudah disepakati bersama. Selain itu, partisipasi masyarakat juga dibagi menjadi dua bentuk yaitu vertikal dan horisontal, dimana di dalamnya ditekankan dalam hal keterlibatan dalam pembuatan maupun pelaksanaan program.

Sundariningrum (Sugiyah, 2010: 38) mengatakan perbedaan partisipasi dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu:

a) Partisipasi Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.


(32)

b) Partisipasi Tidak Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya pada orang lain.

Berbeda dengan Sundariningrum, Britha Mikkelsen (2003: 65) mengklasifikasikan dua alternatif dalam penggunaan partisipasi berkisar pada partisipasi sebagai tujuan pada diri sendiri atau sebagai alat untuk mengembangkan diri. Keduanya mewakili partisipasi yang bersifat transformasional dan instrumental dalam suatu proyek tertentu serta dalam kombinasi yang berbeda. Sebagai sebuah tujuan, partisipasi menghasilkan pemberdayaan, yakni setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya.

d. Partisipasi Masyarakat dan Unsur-Unsurnya

Partisipasi masyarakat dalam pendidikan sebagai bagian dari proses penyelenggaraan pendidikan adalah salah hal pokok demi majunya suatu pendidikan. Partisipasi masyarakat sendiri dapat diwujudkan kedalam berbagai bentuk. Hanum dan Sianibar (Djam’an Satori, 1992: 27) mengkategorikan partisipasi masyarakat menjadi tiga macam yaitu tenaga, dana, dan material. Kategori tenaga berupa bantuan tenaga fisik, misalnya ikut membangun gedung sekolah, membuat jalan menuju sekolah. Kategori dana berupa pemberian bantuan dalam bentuk uang, sedangjan kategori material berupa


(33)

sumbangan yang diberikan masyarakat untuk bangunan, perabot, buku, dan peralatan belajar mengajar. Sehubungan dengan hal tersebut maka sifat-sifat partisipasi antara lain bersifat terbuka, adanya kesdaran dari para anggota,dan adanya rasa ikut memiliki.

Berbeda dengan pendapat di atas, selain diwujudkan keberbagai bentuk, dilain pihak partisipasi masyarakat juga memiliki beberapa unsur. Bambang Puji Rahayu, (1983: 50) mengemukakan unsur yang terkandung dalam partisipasi antara lain: a) Keterlibatan anggota dalam kegiatan yang diselenggarakan organisasi; b) Kemauan anggota untuk memberikan apa yang dibutuhkan organisasi terbatas kemampuannya (berkreasi dan berinisiatif dalam organisasi); dan c) Dukungan dan tanggung jawab anggota dalam organisasi.

Agar partisipasi dapat efektif maka perlu adanya prasyarat, menurut Subandiyah (1990: 15) prasyarat untuk meningkatkan partisipasi adalah penanaman kesadaran melalui:

a) Rasa senasib sepenanggungan, ketergantungan, dan keterikatan. b) Keterikatan anggota dengan tujuan-tujuan yang jelas akan

meningkatkan ketetapan hati, kemauan keras, dan sikap tahan uji akan muncul.

c) Kemahiran menyesuaikan diri dengan lingkungan. d) Adanya prakarsa.


(34)

Dalam pelaksanaan pendidikan, orang tua/masyarakat memberikan dukungan berupa dana, material/ barang dalam usaha ikut memperlancar proses belajar mengajar, berbagai bantuan dari orang tua/masyarakat dapat diberikan secara langsung atau tidak langsung.

Dari berbagai bentuk dukungan yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan menjadi dua bentuk yaitu dukungan yang berupa materi dan non materi.

a) Sumbangan dukungan materi berupa: 1) Sumbangan dalam bentuk uang

Sumbangan dalam bentuk uang dibayarkan secara rutin maupun insidental. Dalam GBHN tertera bahwa pembangunan bangsa harus dibiayai karena dari dana dalam negeri serta ketentuan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah, dan masyarakat.

2) Sumbangan dalam bentuk barang

Jenis sumbangan material, selain uang adalah sumbangan dalam bentuk barang yang berwujud sarana dan prasarana pendidikan. Wiyono (1989: 154) berpendapat, sarana pendidikan adalah fasilitas fisik yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan teratur, lancar, efektif, dan efisien.


(35)

b) Sumbangan non material

Dukungan orang tua/masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan yang bukan materi yaitu:

1) Sumbangan buah pikiran, pengalaman, dan penyertaan dalam berbagai kegiatan pendidikan sehingga menghasilkan suatu keputusan.

2) Sumbangan tenaga, dengan memberikan tenaga dan waktu untuk menghasilkan sesuatu yang diputuskan.

3) Sumbangan keahlian/ keterampilan.

Bila siswa berada di lingkungan keluarga, orang tua berperan dalam memotivasi putra-putrinya untuk membuat peraturan akademik yang setinggi-tingginya. Selain itu orang tua juga berperan dalam menanamkan nilai keagamaan dan nilai moral, etika yang berlaku di lingkungan setempat.

e. Tangga Partisipasi

Partisipasi masyarakat juga berarti adanya keterlibatan langsung bagi warga dalam proses pengambilan keputusan dan kontrol serta koordinasi dalam mempertahankan hak-hak sosialnya. Jika dikaitkan dengan tingkat kekuasaan yang diberikan kepada masyarakat (orangtua) dikaitkan dengan partisipasi sebagaimana dijelaskan oleh Shery Arstein dalam (Siti Irene Astuti Dwiningrum, 2011: 64), maka peran serta masyarakat (orangtua) dapat dibedakan ke dalam anak tangga sebagai berikut: a) Citizen Power, pada tahap ini


(36)

sudah terjadi pembagian hak, tanggung jawab, dan wewenang antara masyarakat dengan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Dengan tingkatan kontrol masyarakat (citizen control), pelimpahan kekuasaan (deleganted control) dan kemitraan (partnership); b) Tokenism, hanya sekedar formalitas yang memungkinkan masyarakat mendengar dan memiliki hak untuk memberikan suara, tetapi pendapat mereka belum menjadi bahan dalam pengambilan keputusan. Dengan tingkatan penetraman (placation), konsultasi (consultation) dan informasi (information); c) Non Partcipation, masyarakat hanya menjadi objek. Dengan tingkatan terapi(therapy) dan manipulasi (manipulation).

Berbeda dengan teori Shery Arstein, Siti Irene Dwiningrum (2011: 73-74) mengatakan tingkat keterlibatan orang tua di sekolah tidak hanya ditentukan oleh orang tua, tetapi juga ditentukan oleh sistem pendidikan yang berlaku. Proses keterlibatan orang tua di sekolah yang disusun secara hirarkhis antara lain sebagai berikut: a) Spectator: menunjukkan keterlibatan orang tua di sekolah sangat kecil bisa dikatakan tidak ada; b) Support: menunjukkan keterlibatan orang tua di sekolah hanya pada saat khusus dimana pihak sekolah meminta keterlibatan mereka; c) Engagement: hubungan orang tua dan sekolah saling menghormati dalam suasana yang saling mendukung; dan d) Decision making: orang tua menuntut hubungan yang saling tergantung antara rumah dan sekolah.


(37)

Pemaparan di atas dapat di tarik kesimpulan, tingkat partisipasi masyarakat paling tinggi berdasarkan teori Shery Arstein adalah pada tahap dalam pengambilan keputusan, tingkat partisipasi masyarakat paling sedang adalah hanya sekedar formalitas yang memungkinkan masyarakat mendengar dan memiliki hak untuk memberikan suara, sedangkan tingkat partisipasi masyarakat paling rendah adalah masyarakat hanya menjadi objek. Sedangkan tingkat keterlibatan orang tua secara hirarkhis yang dinyatakan oleh Siti Irene Dwiningrum menunjukkan bahwa level terendah ada pada level spectator dan level tertinggi pada level decision making dimana orang tua menuntut hubungan yang saling tergantung antara rumah dan sekolah.

2. Peran Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan

Muhammad Supriono dan Sapari Ahmad (2001: 13) mengungkapkan bahwa peranserta masyarakat dalam pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar dan strategis. Hal ini diakui secara resmi, baik dalam Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP). Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Bab IV Pasal 8, “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”. Dari pasal tersebut dapat dijelaskan bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan dalam pendidikan kaitannya dengan perencanaan, pelaksaan, pengawasan, dan evalusai program. Oleh karena itu, masyarakat merupakan aset penting dalam pembangunan termasuk dalam dunia pendidikan.


(38)

Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1992, di dalamnya juga terdapat pasal yang mengatur tentang peranserta partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Yang mana disebutkan dalam BAB III pasal 4:

“Peranserta/partisipasi maysarakat dapat berbentuk: a). Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah atau jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan kedinasan, dan pada semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan sekolah; b). Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk melaksanakan atau membantu melaksanakan pengajaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik; c). Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan; d). Pengadaan dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional; e) Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan, pinjaman, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis; f) Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar; g) Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar; h) Pemberian kesempatan untuk magang dan/atau latihan kerja; i) Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dan pengembangan pendidikan nasional; j) Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan; k) Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan; dan l) Keikutsertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang diselenggarakan oleh Pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.”

Dari isi pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari peranserta/partisipasi masyarakat dikategorikan kedalam beberapa hal diantaranya dalam bentuk pendirian satuan pendidikan, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pendanaan dalam penyelenggaraan pendidikan, serta ikut serta dalam program pendidikan. Melihat uraian dari pasal di


(39)

atas, sangatlah jelas ditekankan perlunya peran partisipasi masyarakat dalam pendidikan guna mempermudah penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Partisipasi masyarakat merupakan prasyarat penting bagi peningkatan mutu pendidikan. Partisipasi merupakan proses eksternalisasi individu, sebagaimana dijelaskan oleh Berger (Siti Irene Astuti Dwiningrum, 2011: 195), bahwa eksternalisasi adalah suatu pencurahan kehadiran manusia secara terus menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mental. Pada proses eksternalisasi menurut Berger, adalah suatu keharusan karena manusia pada praktiknya tidak bisa berhenti dari proses pencurahan diri kedalam dunia yang ditempatinya. Manusia akan bergerak keluar mengekspresikan diri dalam dunia sekelilingnya.

Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011: 196) mengungkapakan partisipasi sebagai proses interaksi sosial ditentukan oleh objektivitas yang ditentukan oleh individu dalam dunia intersubjektif yang dapat dibedakan oleh kondisi sosiokultural sekolah. Bagi sekolah partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan adalah kenyataan objektif yang dalam pemahamannya ditentukan oleh kondisi subjektif orang tua siswa. Dengan demikian, partisipasi menuntut adanya pemahaman yang sama atau objektivasi dari sekolah dan orang tua dalam tujuan sekolah. Artinya, tidak cukup dipahami oleh sekolah bahwa partisipasi sebagai bagian yang penting bagi keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu, karena


(40)

tujuan mutu menjadi sulit diperoleh jika pemahaman dalam dunia intersubjektif (siswa, orang tua, dan guru) menunjukkan kesenjangan pengetahuan tentang mutu. Artinya, partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu berhasil jika ada pemahaman yang sama antar sekolah dan keluarga dalam menjadikan anak berprestasi sebagai tujuan.

Kemudian Muhammad Noor Syam (1988: 196) juga mengungkapkan bahwa, “hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif, bahkan seperti ayam dengan telurnya. Masyarakat maju karena pendidikan dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju pula. Lebih lanjut Mulyasa (2005: 50) mengungkapkan, hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini, sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dan sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan.

Dari beberapa uraian tersebut di atas, bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan memiliki peran yang cukup besar kaitannya dengan kemajuan suatu bangsa. Tanpa adanya peranserta/partisipasi masyarakat,


(41)

pendidikan, terutama pendidikan formal. Oleh sebab itulah, bagi setiap lembaga pendidikan/sekolah perlu meningkatkan kerja sama yang baik dengan masyarakat sehingga keberhasilan akan diraih sesuai harapan.

3. Hambatan dan Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan.

Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial di masyarakat. Keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan tugas dari berbagai pihak, salah satunya adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan poin penting dalam pendidikan, akan tetapi sering kali menemui hambatan dalam penerapannya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011: 198) mengungkapkan hambatan partisipasi masyarakat disebabkan karena beberapa hal, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Budaya paternalisme yang dianut oleh masyarakat menyulitkan untuk melakukan diskusi secara terbuka.

b. Apatisme karena selama ini masyarakat jarang dilibatkan dalam pembuatan keputusan oleh pemerintah daerah.

c. Tidak adanya trust masyarakat kepada pemerintah.

Selain adanya hambatan dalam meningkatkan partisipasi, disisi lain juga ada upaya kaitannya dengan meningkatkan partisipasi masyarakat


(42)

(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/community-empowering.pdf) mengatakan strategi/upaya dalam mengembangkan partisipasi masyarakat antara lain sebagai berikut:

a. Partisipasi masyarakat perlu didorong sampai pada partisipasi dalam pembuatan keputusan, baik yang berkenaan dengan pembuatan kebijakan dan program pendidikan di daerah dan sekolah, menyeleksi bahan dan materi pendidikan, substansi yang harus diajarkan, perencaan anggaran dan monitoring belanja untuk kegiatan pendidikan, dan menseleksi personil di lingkungan isntitusi dan birokrasi pendidikan.

b. Masyarakat sharing tanggung jawabnya dalam menciptakan iklim masyarakat dan sekolah yang lebih kondusif bagi terselenggaranya proses pendidikan, misalnya perwakilan masyarakat dapat menjadi tenaga voluntir dalam memenuhi kebutuhan kegiatan pendidikan, organisasi masyarakat menerima dengan terbuka seluruh staf pendidikan siswa yang mengunjungi fasilitas yang dimiliki masyarakat, dan sebagainya.

c. Masyarakat perlu terus melakukan pemantauan dan evaluasi kritis terhadap penyelenggaraan pendidikan, dengan tetap memberikan dukungan yang berarti melalui umpan balik yang konstruktif bagi perbaikan layanan pendidikan di wilayahnya.

d. Masyarakat perlu terus mengupayakan dalam mengurangi alienasi sekolah dari masyarakat, karena pada dasarnya sekolah merupakan


(43)

bagian daripada masyarakat. Kondisi yang demikian diyakini akan meningkatkan prestasi pendidikan peserta didik (Mohrman, Wohlstetter and Associates, 1994).

e. Perlu adanya fleksibilitas yang berkenaan dengan struktur birokrasi, budgeting, lintas sektor, disain, perencanaan dan implementasi.

f. Memberikan kepercayaan dan investasi bagi masyarakat lokal dengan memperkuat institusi lokal, membangun di atas fundasi lokal, dan sharing informasi.

4. Mutu Pendidikan a. Pengertian Mutu

Jerome S Arcaro (2005: 75) menjelaskan bahwa mutu adalah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu didasarkan pada akal sehat seperti yang diungkapkan oleh Deming yang mendasarkan pada kebutuhan untuk memperbaiki kondisi kerja bagi setiap pegawai. Fokus mutu didasari upaya positif yang dilakukan individu.

Crosby (Edward Sallis, 2010: 113-114) mengatakan mutu adalah sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun outputnya. Oleh karena litu, mutu pendidikan yang diselenggarakan sekolah dituntut untuk memiliki baku standar mutu pendidikan. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Fiegenbaum (Edward Sallis, 2010: 96-99) mengartikan mutu adalah


(44)

keputusan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Dalam pengertian ini, maka yang dikatakan sekolah bermutu adalah sekolah yang dapat memuaskan pelanggannya, baik pelangan internal maupun eksternal.

Edward Sallis (2010: 51-54) mengatakan mutu dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang absolut sekaligus relatif. Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar, merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam definisi yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli. Sedangkan mutu yang relatif dipandang sebagai suatu yang melekat pada sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Untuk itu, dalam definisi relatif ini produk atau layanan akan dianggap bermutu bukan karena ia mahal dan eksklusif, tetapi karena memiliki nilai, misalnya keaslian produk, wajar, dan familiar.

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan diatas, belum didapat pengertian secara khusus tentang mutu pendidikan. Sedikit penjelasan dari Crosby berkaitan dengan mutu pendidikan masih bersifat umum, oleh karena itu perlu terlebih dahulu melihat kerangka dasar pengertian mutu pendidikan.

Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad (1996: 101), bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah


(45)

dalam pengelolaan sekolah secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.

Oemar Hamalik (1990: 73) mengatakan pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan standar idea, sedangkan berdasar kriteria ekstrinsik pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih. Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya, misalnya tes hasil belajar.

Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2010: 7-8). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu dari berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru


(46)

BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. b. Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengna catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses-proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila proses pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi


(47)

dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).

c. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.


(48)

Dari beberapa teori mengenai mutu pendidikan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan merupakan kemampuan sekolah untuk mengelola komponen-komponen yang berkaitan dengan pendidikan yang mencakup input, proses, dan output pendidikan, sehingga memperoleh hasil dan kualitas sesuai dengan standar/norma yang berlaku.

b. Karaktersitik Mutu Pendidikan

Husaini Usman (2006 : 411) mengemukakan tiga belas karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan yaitu :

a. Kinerja (performa) yakni berkaitan dengan aspek fungsional sekolah meliputi : kinerja guru dalam mengajar baik dalam memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap, pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik dengan kinerja yang baik setelah menjadi sekolah favorit.

b. Waktu wajar (timelines) yakni sesuai dengan waktu yang wajar meliputi memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, waktu ulangan tepat.

c. Handal (reliability) yakni usia pelayanan bertahan lama. Meliputi pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan lama dari tahun ke tahun, mutu sekolah tetap bertahan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.


(49)

d. Data tahan (durability) yakni tahan banting, misalnya meskipun krisis moneter, sekolah masih tetap bertahan.

e. Indah (aesteties) misalnya eksterior dan interior sekolah ditata menarik, guru membuat media-media pendidikan yang menarik. f. Hubungan manusiawi (personal interface) yakni menunjung

tinggi nilai-nilai moral dan profesionalisme. Misalnya warga sekolah saling menghormati, demokrasi, dan menghargai profesionalisme.

g. Mudah penggunaanya (easy of use) yakni sarana dan prasarana dipakai. Misalnya aturan-aturan sekolah mudah diterapkan, buku-buku perpustakaan mudah dipinjam di kembalikan tepat waktu.

h. Bentuk khusus (feature) yakni keuggulan tertentu misalnya sekolah unggul dalam hal penguasaan teknologi informasi (komputerisasi).

i. Standar tertentu (comformence to specification) yakni memenuhi standar tertentu. Misalnya sekolah telah memenuhi standar pelayanan minimal.

j. Konsistensi (concistency) yakni keajengan, konstan dan stabil, misalnya mutu sekolah tidak menurun dari dulu hingga sekarang, warga sekolah konsisten dengan perkataannya.


(50)

k. Keseragaman (uniformity) yakni tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya sekolah melaksanakan aturan, tidak pandang bulu, seragam dalam berpakaian.

l. Mampu melayani (serviceability) yakni mampu memberikan pelayanan prima. Misalnya sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk mampu dipenuhi dengan baik sehingga pelanggan merasa puas.

m. Ketepatan (acuracy) yakni ketepatan dalam pelayanan misalnya sekolah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah.

Lebih lanjut Husaini Usman (2006 : 413) mengemukakan secara sederhana mutu memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu: spesifikasi, jumlah, harga, dan ketepatan waktu penyerahan. Sejalan dengan itu, ruang lingkup mutu meliputi: mutu produk, mutu biaya, mutu penyerahan, dan mutu keselamatan.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Eko Ady Saputra (2004) yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Pembangunan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Di Kecamatan Temanggung”. Penelitian ini mnggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Selopampang terdapat lima sekolah yang melaksanakan program pembangunan yaitu SDN


(51)

Gambasan 02, SDN Bagusan, SDN Ngaditirto, SDN Bulan, dan MI Salamrejo, dengan program pembangunan berupa kap, penggantian gedung, pembuatan talut, dan pembuatan bangunan baru. Bentuk partisipasi masyarakat berupa ide/pemikiran, biaya, tenaga, dan barang yang dilakukan oleh komite sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat serta aparat pemerintah. Beserta partisipasi masyarakat yang berupa akumulasi dari partisipasi dalam bentuk biaya, tenaga, dan barang di SDN Bulan memiliki presentase masyarakat paling tinggi dengan total 76,40%, disusul oleh SDN Ngaditirto sebesar 69,43%, MI Salamrejo mencapai 20,16% dari total biaya program pembangunan dengan rincian 9,26 % berbentuk biaya, 10,17% berbentuk tenaga dan 0,19% berbentuk barang. Upaya sekolah dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat adalah dengan memberikan informasi dan melakukan pendekatan terhadap masyarakat yang kebanyakan dilakukan secara formal dengan mengundang mereka pada rapat sekolah dan tindak lanjut dengan rapat BP3 dan rapat-rapat lain. Faktor pendukung partisipasi adalah pelaksanaan humas yang dilakukan cukup baik, kepemimpinan kepala sekolah yang mendapat simpati masyarakat dan kondisi sosial budaya masyarakat pedesaan yang mudah diajak kerjasama. Faktor penghambat partisipasi antara lain kondisi ekonomi masyarakat yang relatif rendah, pemahaman yang salah tentang dana proyek dan tidak terbukanya sekolah dalam pelaksanaan program pembangunan.

Penelitian yang dilakukan oleh Rokhmat Basuki (2007) yang berjudul “Strategi Hubungan Masyarakat dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di


(52)

Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Malang”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif karena yang ingin diketahui adalah bagaimana strategi hubungan masyarakat diterapkan di MTs Nurul Huda Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, strategi yang dilakukan oleh MTs Nurul Huda untuk menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan melakukan pendekatan dengan para tokoh masyarakat sekitar, menjalin kerjasama dengan wali murid, berkerja sama dengan komite sekolah, menjalin kerjasama dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan, mengaktifkan kegiatan ekstra kurikuler, melakukan penjelasan kepada personel sekolah agar tercipta suasana kekeluargaan di dalam madrasah di kalangan personil sekolah. Faktor pendukung pelaksanaan hubungan MTs Nurul Huda Malang dengan masyarakat di dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah adanya rasa kekeluargaan yang terbangun di Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Malang, dukungan dari pihak yayasan, pihak pimpinan madrasah terkait masalah pengembangan madrasah dan Orientasi para tenaga pengajar adalah berjuang bukan semata-mata menjadi guru saja. Dan faktor penghambat adalah pelaksanaan hubungan MTs Nurul Huda Malang adalah anggapan yang ada dalam masyarakat tentang Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Malang, sumber daya siswa, transportasi, dan masalah dana.

Penelitian yang dilakukan oleh Aswasulasikin (2009) yang berjudul “Partsisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Sekolah Dasar di Perigi Kecamatan Suela Lombok Timur Nusa Tenggara Barat”. Hasil penelitian ini


(53)

menunjukkan bahwa: 1) Bentuk partisipasi masyarakat yang dominan adalah gotong royong itu pun jika diminta oleh sekolah, sedangkan partisipasi dalam hal yang lain masyarakat masih banyak belum terlibat; 2) Belum ada upaya strategis yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; 3) Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar di Perigi masih memiliki banyak kendala. Partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: 1) tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah; 2) kurangnya komunikasi antara sekolah dan masyarakat; 3) tingkat pendapatan masyarakat yang masih kurang; 4) budaya sebagian masyarakat yang menganggap pendidikan bukan merupakan suatu kebutuhan.

Penelitian ini tidak akan membahas tentang tiga hal yang telah diteliti seperti yang dipaparkan di atas. Penelitian ini memiliki tujuan yang berbeda, yaitu partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Dalam penyelenggaraan pendidikan, sekolah memerlukan dukungan dari masyarakat yang didalamnya ada masyarakat umum, wali siswa, komite sekolah, dan perangkat desa setempat.


(54)

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

2. Apa bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

3. Kendala apa yang dihadapi sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

4. Apa faktor pendukung mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

5. Bagaimana upaya sekolah untuk mengatasi kendala dalam mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo, kecamatan Jatisrono, kabupaten Wonogiri. Metode kualitatif menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (Lexy J. Moloeng, 2005: 4) yang menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Metode kualitatif mampu menyesuaikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan informan, selain itu metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak perubahan.

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis analisis deskriptif. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo, kecamatan Jatisrono, kabupaten Wonogiri. Metode kualitatif berusaha memahami, memaparkan serta menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Moleong menerangkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami


(56)

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara utuh dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata atau bahasa dalam konteks khusus yang alamiah. Dengan perspektif metode penelitian kualitatif, maka penelitian ini akan menjadi sebuah bentuk penelitian deskriptif yang merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu tema, gejala atau keadaan yang ada yaitu keadaan gejala apa adanya pada saat penelitian dilakukan.

B. Setting Penelitian

Pemilihan tempat merupakan proses awal dalam memasuki lapangan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Sambirejo Jatisrono, Wonogiri. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan penelitian, diantaranya adalah kondisi sekolah yang letaknya berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat dengan kultur yang beragam. Jadi peneliti beralasan penelitian dilakukan di desa tersebut dengan pertimbangan bahwa adanya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah tersebut. SD Negeri 2 Sambirejo ini merupakan lokasi penelitian yang utama, jadi peneliti dapat menemukan data yang validitasnya teruji dengan menemukan fakta-fakta secara utuh dan bersifat objektif. Dengan data yang utuh dan objektif, maka dapat mengurangi dan manghindari kesalahpahaman data dalam penganalisisannya sehingga dapat diperoleh penelitianyang valid.


(57)

C. Waktu Penelitian

Dalam kegiatan penelitian ini, untuk memperoleh data yang cukup dan memenuhi dalam tujuan penelitian, maka kegiatan penelitian guna pengambilan data dilaksanakan dalam jangka waktu kurang lebih selama dua bulan terhitung pada bulan November 2013 – Desember 2013.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data diperoleh. Penelitian kualitatif mempunyai sumber data utama yang bersumber dari kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan dari dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini, yaitu :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikkan informasi data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2007: 62). Data yang diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan maupun dengan cara wawancara informan yang dipilih yang mempunyai kemampuan tertentu yang dapat dipercaya untuk menghasilkan data yang mantap dan benar. Sumber primer dari penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Guru, Ketua Komite Sekolah SD Negeri 2 Sambirejo, dan masyarakat (Kepala Desa) desa Sambirejo, kecamatan Jatisrono, kabupaten Wonogiri.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber tidak langsung memberikan data kepada peneliti, memberikan data tambahan serta


(58)

penguatan terhadap data penelitian. Sumber data sekunder ini diperoleh melalui data dokumen, seperti data hasil Ujian Akhir Nasional (UAN), data pendidik dan tenaga kependidikan, foto kegiatan sekolah, dan lain sebagainya. Agar penelitian dapat dipertanggung jawabkan maka unsur sumber data menjadi kunci dalam penelitian dengan berbagai tambahan yang sesuai, sehingga tujuan dalam mendapatkan hasil penelitian ini dapat mendetail akan tercapai.

E. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber dari mana data diperoleh, sumber juga disebut informan penelitian. Dalam penelitian ini penulis merencanakan bahwa Subyek penelitiannya antara lain : Kepala Sekolah, Guru, Ketua Komite Sekolah, dan Kepala Desa Sambirejo. Sedangkan data lain akan digali dari kajian dokumen yakni data yang berhubungan dengan objek pembahasan, antara lain:

1. Kata-kata/keputusan dan tindakan.

2. Sumber tertulis berupa data-data nilai hasil Ujian Akhir Nasional (UAN), data pendidik dan tenaga kependidikan, dan lain sebagainya.

3. Foto-foto kegiatan sekolah. F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik observasi (pengamatan), wawancara (interview), dan kajian dokumen.


(59)

1. Metode Observasi (Pengamatan)

Metode observasi adalah metode pengumpulan data, dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (W. Gulo, 2002: 116). Jadi observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena–fenomena yang diteliti, baik secara formal maupun informal. Observasi yang dilakukan dalam tindakannya peneliti perlu melibatkan diri sebagai subjek, sehingga peneliti dapat menggambarkan dari apa yang diamati. Pengamatan dilakukan secara terbuka, agar diketahui oleh subjek dan sebaliknya subjek secara sukarela memberi kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi.

Metode observasi ini digunakan untuk menggali data yang terkait dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di SD N 2 Sambirejo. Penelitian ini menggunakan observasi partisipasif, dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengamatan juga bertujuan untuk membuat catatan atau deskripsi mengenai perilaku dalam kenyataan serta memahami perilaku tersebut.

2. Metode Wawancara

Lexy J. Moleong (2005: 186) mengatakan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dua pihak yang pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancara yang memberi jawaban atas pertanyaan itu. Teknik ini


(60)

dilakukan secara akrab dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Kelonggaran seperti ini diharapkan mampu menggali dan mengungkap kejujuran informan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Wawancara hanya digunakan sebagai cross cek atau perbandingan dengan data observasi yang telah dilakukan oleh peneliti. Wawancara dalam penelitian ini mengunakan pedoman wawancara (pokok-pokok informasi yang dibutuhkan) yang kemudian dikembangkan pada saat wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Wawancara mendalam harus memberikan keleluasaan informan dalam memberikan penjelasan secara aman, tidak merasa ditekan maka perlu diciptakan suasana kekeluargaan.

Kelebihan data yang diperoleh dengan cara wawancara yaitu, dapat diperoleh data yang tidak dapat diperoleh dengan metode yang menggunakan hubungan yang bersifat personal. Semakin besar bantuan narasumber dalam wawancara, maka semakin besar perannya sebagai informan. Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada Kepala Sekolah, Guru, Ketua Komite Sekolah, dan Kepala Desa Sambirejo. Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang identitas dan informasi informan mengenai partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, upaya sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan kendala sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam


(61)

penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri 2 Sambirejo dengan menggunakan pedoman wawancara.

3. Kajian Dokumen

Kajian dokumen dapat diartikan sebagai cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen yaitu setiap bahan tertulis baik bersifat internal maupun eksternal. Bahan tertulis yang bersifat internal berupa data-data hasil ujian nasional, data kegiatan sekolah, data pendidik, dan foto-foto kegiatan sekolah. Kajian dokumen ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dari sumber-sumber tertulis SD Negeri 2 Sambirejo.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode (Suharsismi Arikunto, 1993: 168). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan kajian dokumen, sehingga instrumen yang dibutuhkan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam, dan alat tulis.

Dalam pendekatan kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama. Peneliti memiliki kedudukan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis data, penafsir data, reduksi data, penyaji data, penarik kesimpulan, dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya (Lexy J. Moelong, 2005: 168).


(62)

H. Validitas Data

Validitas data ini penting dilakukan agar data yang diperoleh dilapangan pada saat penelitian bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data ini penulis menggunakan tiga cara, yaitu sebagai berikut:

a. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding dari data itu. Teknik ini digunakan dengan membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan keaadaan dan perspektif dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. b. Ketekunan pengamatan, bermaksud menentukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal itu sendiri secara rinci. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol untuk kemudian ditelaah secara rinci sehingga bisa dipahami.

c. Pemeriksaan melalui diskusikan/ditanyakan kembali. Teknik ini dilakukan dengan cara mendiskusikan dengan rekan-rekan dengan bentuk diskusi analitik sehingga kekurangan dari penelitian dapat segera disingkap dan diketahui agar penelitian mendalam dapat segera ditelaah. Melalui diskusi


(63)

akan terjadi proses interaksi tukar-menukar informasi antara peneliti dan rekan diskusi. Melalui tukar-menukar informasi maka peneliti akan mendapat masukan yang positif terhadap penelitian yang dilakukan. Teknik diskusi ini di dalamnya tidak ada formula pasti untuk menyelenggarakan diskusi. Namun yang perlu diperhatikan adalah dalam diskusi ini rekan diskusi bukan sebagai pengagum hasil penelitian, malainkan sanggup memberikan kritik dan saran terhadap penelitian yang telah dilakukan.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data bertujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi lebih jelas dan eksplisit. Menurut Bogdan dan Biglen berpendapat, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Lexy J. Moelong, 2005: 248).

Penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif model interaktif, sebagaimana yang diajukan oleh Miles & Huberman (1992: 15) yang terdiri dari empat hal utama, yaitu:


(64)

Gambar 1. Bagan Model Analisis Interaktif Miles & Huberman

Proses analisis data dengan analisis interaktif ini untuk menganalisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik data kualitatif sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dari dua aspek yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini maka peneliti melakukan wawancara beberapa informan.

Pengumpulan data

Reduksi data Verifikasi / penarikan kesimpulan Sajian data


(65)

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat, mengolonggolongkan ke pola-pola dengan membuat traskip penelitian untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang bagian yang tidak penting dan mengatur agar dapat menarik kesimpulan.

c. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Agar sajian data tidak menyimpang dari pokok permasalahan maka sajian data dapat diwujudkan dalam bentuk bentuk matriks, jaringan atau bagan sebagai wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi. Data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti.

d. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat tau proposisi. Kesimpulan ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahamam yang lebih tepat, selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.


(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Sekolah

1. Sejarah SD Negeri 2 Sambirejo

SD Negeri 2 Sambirejo merupakan satuan pendidikan di bawah naungan UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Pada awalnya, SD Negeri 2 Sambirejo didirikan atas Instruksi Presiden, atau sering dikenal dengan nama SD Inpres. Sekolah ini berdiri untuk mendampingi SD induk yang berdiri lebih dulu, karena tidak mampu lagi menampung peserta didik akibat dari ledakan penduduk pada era 70an.

Pada masa Orde Baru (Orba) periode tahun 70an, pemerintah dihadapakan pada permasalahan ledakan jumlah penduduk. Pada saat itu sebagian besar jumlah penduduk didominasi oleh usia sekolah dasar. Pemerintah pusat melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan sebagai pemegang kendali melakukan berbagai cara untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya adalah dikeluarkannya Inpres (Intruksi Presiden) tentang penyelenggaraan Sekolah Dasar untuk mendampingi sekolah induk yang sudah berdiri terlebih dahulu.

SD Negeri 2 Sambirejo berdiri pada tahun 1977. Seiring dengan berhasilnya program Keluarga Berencana (KB) dari pemerintah, banyak daerah muncul permasalahan baru yaitu berkurangnya jumlah peserta


(67)

didik di SD Inpres, pemerintah melakukan regrouping atau penggabungan antara SD induk dan SD Inpres. SD Negeri 2 Sambirejo, dengan dukungan dari beberapa pihak baik Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Guru, dan warga masyarakat dalam mengembangkan mutu, sekolah tersebut dapat tetap eksis di tengah banyaknya SD Inpres yang ditutup karena minimnya jumlah peserta didik. Dengan dukungan dari berbagai pihak tersebut, sekolah ini telah melaukan beberapa perubahan baik fisik maupun nonfsik. Secara fisik, bangunan sekolah dilakukan renovasi, sedangkan secara nonfisik, sekolah berupaya untuk mengembangkan mutu sekolah melalui berbagai cara, salah satunya membutuhkan peranserta atau partisipasi dari orang tua siswa maupun warga masyarakat sekitar.

2. Lokasi dan Keadaan SD Negeri 2 Sambirejo

SD Negeri 2 Sambirejo adalah satuan pendidikan yang ada di Dusun Sambijajar, Desa Sambirejo, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Sekolah ini sendiri status tanahnya adalah hak pakai, karena tanah tersebut milik pemerintah desa Sambirejo, sedangkan status bangunan adalah milik pemerintah kabupaten Wonogiri dan hak pakai.

Pasca dikeluarkannya kebijakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah), bangunan di SD Negeri 2 Sambirejo telah dilakukan beberapa renovasi, serta menambah sarana dan prasaran yang diperlukan sekolah guna menunjang kegiatan belajar mengajar baik guru maupun peserta didik. Hal ini merupakan upaya agar kegiatan belajar mengajar di sekolah


(68)

lebih kondusif, karena sebelumnya banyak bangunan yang kurang memadai dan minimnya sarana prasarana penunjang.

3. Visi, Misi, dan Tujuan SD Negeri 2 Sambirejo

SD Negeri 2 Sambirejo memiliki visi, misi, dan tujuan yang menjadi pedoman dalam seluruh pelaksanaan kegiatan sekolah. Visi, misi, dan tujuan sekolah antara lain sebagai berikut:

a. Visi

“Terwujudnya peserta didik yang cerdas berprestasi serta memiliki iman dan takwa yang kuat dan berbudi pekerti yang luhur serta berkepribadian”

b. Misi

1. Melaksanakan pembelajaran yang efisien serta bimbingan belajar secara aktif sehingga siswa dapat meraih prestasi yang optimal. 2. Menumbuhkan semangat kegiatan belajar mengajar kepada

segenap warga sekolah.

3. Mendorong dan membibing siswa untuk berlomba dalam meraih prestasi.

4. Mewujudkan siswa berprestasi serta menghayati terhadap agama yang dianut, agar anak lebih beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

c. Tujuan Sekolah Peserta didik agar:


(69)

2. Berbudi pekerti luhur 3. Cerdas, terampil, dan kreatif 4. Cinta tanah air dan bangsa 5. Sehat dan berbudaya

6. Lulusan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

Berdasarkan visi, misi, dan tujuan SD Negeri 2 sambirejo, sekolah tersebut berusaha untuk mengembangkan kecerdasan IQ yang diimbangi dengan pengembangan kepribadian dari peserta didik, sehingga dalam prosesnya, peserta didik memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti yang luhur. Selain lebih mengedepankan kepentingan peserta didik, sekolah juga berusaha meningkatan mutu pendidikan melalui kerjasama dari berbagai pihak baik kepala sekolah, komite sekolah, guru, perangkat desa, serta partisipasi masyarakat dalam sekolah. Selain itu, pengembangan SDM dari pendidik juga dilakukan oleh sekolah melalui beberapa kegiatan seperti penataran, seminar, PLPG, rapat KKG, dan lain sebagainya, sehingga pendidik sendiri dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam mengajar.

4. Sumber Daya yang dimiliki SD Negeri 2 Sambirejo

Sumber daya yang dimiliki SD N 2 Sambirejo dari segi peserta didik, pendidik dan pegawai, sarana dan prasarana, struktur organisasi sekolah dapat dijelaskan sebagai berikut:


(70)

a. Data Siswa 3 Tahun Terakhir

Pada tahun pelajaran 2013/2014, SD N 2 sambirejo memiliki peserta didik sejumlah 156 siswa/siswi, dengan rincian: Total jumlah siswa kelas I sebanyak 34, kelas II sebanyak 20, kelas III sebanyak 31, kelas IV sebanyak 25, kelas V sebanyak 25, dan kelas VI sebanyak 21. Dari kelas I sampai dengan kelas VI,masing-masing terbagi dalam satu kelas/ruangan. Data siswa dari tahun ajaran 2011/2012 dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1 . Jumlah Siswa SD N 2 Sambirejo 3 Tahun Terakhir

Tahun

Kelas

Total

I II III IV V VI

2011/2012 31 28 25 23 22 34 162 2012/2013 20 30 27 24 22 22 145 2013/2014 34 20 31 25 25 21 156 Sumber: dokumen data peserta didik 2013/2014

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pertambahan dan penurunan jumlah peserta didik pada setiap tahunnya. Pertambahan jumlah siswa di kelas pada setiap tahunnya disebabkpan adanya siswa/siswi yang tinggal kelas, sedangkan penurunan jumlah peserta didik di kelas pada setiap tahunnya disebabkan oleh adanya siswa/siswi yang pindah sekolah dan siswa/siswi yang tinggal kelas sehingga pada kelas diatasnya jumlah peserta didik otomatis berkurang.


(71)

b. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Data pendidik dan tenaga kependidikan di SD N 2 Sambirejo dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

Tabel 2 . Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Status

Jumlah

Jumlah Laki-laki Perempuan

Guru kelas PNS 1 4 5

Guru PAI PNS 1 1

Guru Penjas PNS 1 1

Guru Honor Kelas 1 1

Guru Honor Mulok 1 1 2

Guru Honor Penjas 1 1

Pesuruh 1 1

Jumlah 12

Sumber: dokumen sekolah 2013

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan (karyawan) di SD N 2 Sambirejo berjumlah 12, yang didalamnya meliputi guru kelas PNS 5; guru PAI PNS 1; guru Penjas PNS 1; Guru honor kelas 1; guru honor Mulok 2; guru honor Penjas 1; dan karyawan/pesuruh 1. Dari data diatas, sebagian besar guru di SD N 2 Sambirejo sudah berstatus PNS. Dengan adanya kerjasama antara tenaga pendidik dan tenaga kependidikan


(72)

(karyawan) yang baik, hal tersebut dapat meningkatkan kualitas dari sekolah terutama dari sisi prestasi peserta didik.

Sementara itu untuk data pendidik berdasar tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Data Pendidik berdasar Tingkat Pendidikan

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan guru yang berpendidikan S I bejumlah 4 orang, D II berjumlah 1 orang, dan yang berpendidikan SPG/KPG berjumlah 3 orang.

c. Data Hasil Ujian Akhir Nasional

Data hasil Ujian Akhir Nasional (UAN) di SD N 2 Sambirejo dalam empat tahun ajaran terakhir dapat dilihat dari tabel berikut:

No Ijazah Terakhir L P Jumlah

1 SGB

2 SPG/KPG 3 3

3 SGO/KGO 4 SGA

5 PGSLTP/D I

6 D II 1 1

7 D III

8 S I 2 2 4

Jumlah 3 5 8


(73)

Tabel 4. Data Hasil Ujian Akhir Nasional Empat Tahun Terakhir

Tahun Ajar

Rata-Rata Nilai Mata Pelajaran

Jumlah Nilai

Rata-Rata Bhs.

Indonesia

Matematika IPA

2009/2010 8.17 9.40 8.29 25.86 8.62 2010/2011 8.53 7.72 8.25 24.50 8.17 2011/2012 7.62 6.82 6.98 21.42 7.14 2012/2013 9.19 8.78 7.44 25.41 8.47 Sumber: dokumen sekolah

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu tolok ukur kualitas pendidikan di SD N 2 Sambirejo dilihat dari data hasil Ujian Akhir Nasional (UAN). Data tersebut menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan rata-rata hasil UAN pada setiap tahunnya, penurunan hasil UAN terlihat berturut-turut mulai dari tahun ajar 2009/2010 sampai dengan tahun ajar 2011/2012, sementara pada tahun ajar 2012/2013 rata-rata hasil UAN mengalami kenaikan. Melihat rata-rata nilai UAN dalam empat tahun terakhir yang rata-rata diatas nilai 7 menunjukkan bahwa hasil UAN pada tiap tahunnya cukup baik.

d. Data Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang yang sangat penting dalam mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap, maka kebutuhan dari


(74)

peserta didik maupun pengajar dapat terpenuhi, sehingga dapat mendongkrak prestasi dari peserta didik.

Adapun data sarana dan prasarana di SD N 2 Sambirejo dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5. Data Sarana dan Prasarana

NO

Jenis Barang / Nama Barang Bahan Asal Perolehan Tahun Pembelian Jumlah Barang Register

1 Tanah Kas Desa 1977

2 Gedung Bata Inpres 1978

3 Meja Guru Kayu Drouping

Pusat 1978 6

4 Meja Guru Kayu Drouping

Pusat 1985 2

5 Meja Guru Kayu Drouping

Pusat 2000 10

6 Kursi Guru Kayu Drouping

Pusat 1978 14

7 Kursi Guru Kayu Drouping

Pusat 1985 4

8 Kursi Guru Kayu Drouping

Pusat 2000 2

9 Almari Kayu Drouping

Pusat 1987 3

10 Almari Kayu Drouping

Pusat 1987 1

11 Rak Buku Kayu Swadaya 1999 4

12 Sofa Kayu Swadaya 1998 2


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peranan Pemerintah Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan (Studi Kasus di Desa Pulau Kumpai Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi)

34 202 85

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT (Studi Kasus Sekolah Dasar Negeri Jeruk III Kecamatan Manajemen Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus Sekolah Dasar Negeri Jeruk III Kecamatan Bandar Kabupaten Pacitan).

0 1 18

ANALISIS SEBARAN FASILITAS PENDIDIKAN DASAR DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2007.

0 1 70

AKUNTABILITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI PATI KIDUL 01 KECAMATAN PATI KABUPATEN PATI.

0 0 4

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Pendidikan Sekolah Dasar (Studi Situs SD Negeri UPTD Dinas Pendidikan dan Olahraga Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012).

0 1 15

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Pendidikan Sekolah Dasar (Studi Situs SD Negeri UPTD Dinas Pendidikan dan Olahraga Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012).

0 0 17

MENUJU PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN : Studi Deskriptif Analitik Tentang Partisipasi Masyarakat Melalui Dewan Sekolah Dalam Peningkatan Kualitas Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan Di Sekolah Dasar Negeri Kota Cirebon Tahun

0 0 80

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI KEDANYANG KECAMATAN KEBOMAS KABUPATEN GRESIK.

0 0 129

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Desa Sambirejo Kabupaten Langkat

0 0 1

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI KEDANYANG KECAMATAN KEBOMAS KABUPATEN GRESIK

0 0 26