Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dan menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai.
2
Dengan cara meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas
dan kualitas pendidikan. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Selaras dengan pernyataan di atas, Presiden Republik Indonesia RI juga menyampaikan harapannya terhadap dunia pendidikan di Indonesia dalam pidato
sambutan peringatan Hari Pendidikan Nasional di Universitas Airlangga, Senin, 12 Mei 2008 yang lalu, “Ke depan bangsa ini harus meningkatkan kemandirian,
daya saing dan peradaban bangsa, untuk itu pendidikan harus bertujuan mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi serta membentuk nilai dan karakter
bangsa yang unggul yang dicirikan antara lain ulet, sanggup menghadapi tantangan, saling menyayangi, menghormati dan toleransi.”
3
Untuk itu, pendidikan nilai perlu dilakukan secara menyeluruh dalam setiap mata pelajaran yang diterima siswa. Salah satu caranya adalah dengan
pembelajaran yang bernuansakan dengan nilai. Dengan adanya pembelajaran yang bernuansa nilai tersebut, diharapkan siswa dapat menentukan nilai baik dan buruk
dalam kehidupan sehingga dapat memilih nilai-nilai yang baik untuk peningkatan kualitas hidupnya di dalam masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti, tampak bahwa pembelajaran yang selama ini banyak dilakukan adalah metode ceramah dan
diskusi informasi. Semuanya cenderung menggunakan konsep pembelajaran terpusat pada guru teacher center, sehingga dalam praktiknya dominasi ada di
pihak guru sementara siswa sangat sedikit mengambil peran. Dari 47 siswa di kelas VIII-2 MTs Hidayatul Islamiyah yang aktif dalam
proses belajar-mengajar hanya sekitar lima sampai dengan tujuh orang. Situasi proses pembelajaran sepert ini boleh dikatakan kontra produktif dengan karakter
sekolah tersebut. Para siswa memiliki kelebihan berupa solidaritas yang sangat kuat, akan tetapi kelebihan ini menyebabkan kelemahan berupa konsentrasi pada
2
Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: PT. Grasindo, 1993, Cet. I, h. 74.
3
Aswandi, “Membangun Karakter Bangsa”, dari www.pontianakpost.com, 28 Februari 2008
pelajaran sangat rendah karena mereka lebih senang ramai selama mengikuti pembelajaran khususnya pada mata pelajaran fisika. Rendahnya konsentrasi siswa
terhadap pelajaran fisika ini berakibat pada rendahnya motivasi siswa, yang berdampak pada hasil belajar siswa.
Siswa yang mempelajari fisika, secara umum belum menunjukkan suatu prestasi yang menggembirakan. Gejala ini dapat diamati dari hasil pengamatan
peneliti terhadap nilai mata pelajaran fisika untuk konsep gaya di kelas VIII-2 sebelumnya antara lain; siswa yang memperoleh nilai di atas 80 terdapat 10,
yang memperoleh nilai antara 60–79 terdapat 38, dan siswa yang nilainya kurang dari 60 terdapat 52. Ternyata siswa-siswa yang memperoleh nilai tinggi
adalah siswa yang partisipasi di kelasnya cukup tinggi. Sedangkan siswa-siswa yang nilainya rendah, partisipasi di kelasnya juga rendah. Hasil yang dicapai
siswa masih di bawah angka ketuntasan belajar yang diharapkan oleh guru. Berdasarkan data hasil belajar tersebut, maka konsep gaya perlu
mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperbaiki masalah pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu cara untuk menemukan alternatif pemecahan masalah hasil belajar khususnya pelajaran fisika pada konsep gaya dengan mencari model pembelajaran
yang sesuai dengan karakter kelas VIII-2 dan diupayakan dapat menanggulangi kelemahan-kelemahan tersebut.
Dewasa ini ada berbagai metode dan model pembelajaran yang telah dikembangkan dalam rangka meningkatkan keterlibatan siswa dalam menguasai
pelajaran. Metode dan model pembelajaran yang baik tentunya dapat membangkitkan motivasi belajar siswa serta dapat menciptakan kondisi belajar
siswa yang sesuai dengan perkembangan mental siswa, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan prestasi belajar atau hasil belajar siswa.
Salah satu pembelajaran yang dianggap dapat
menanggulangi kelemahan-kelemahan sekolah tersebut adalah pembelajaran kooperatif
cooperative learning. Pembelajaran kooperatif secara konseptual dapat melibatkan siswa secara aktif baik di dalam kelompok maupun individu. Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil sehingga 3
diharapkan siswa bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal.
Dalam Jigsaw, siswa dibagi ke dalam kelompok yang terdiri dari enam orang untuk menyelesaikan satu tugas akademis yang sudah dibagi ke
dalam bagian-bagian. Masing-masing individu ditugaskan untuk menyelesaikan satu bagian dan kemudian berperan sebagai peer tutor
bagi anggota tim yang lain. Kemudian diadakan pembahasan “ahli”. Masing-masing individu dari kelompok yang berbeda-beda dengan topik
atau bagian yang sama bertemu dalam sebuah kelompok “ahli” untuk mempresentasikan hasilnya kepada tim dan kemudian semua anggota
“ahli” tersebut kembali kepada timnya masing-masing untuk membahas bagiannya itu kepada tim. Setelah itu dibuat kuis atau tes dan penguatan
oleh guru.
4
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diyakini peneliti dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh siswa kelas VIII-2 MTs. Hidayatul Islamiyah
tersebut, karena model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dalam membantu siswa memahami pelajaran fisika tentang konsep gaya bernuansa nilai, maka perlu dilakukan penelitian tindakan kelas di
MTs. Hidayatul Islamiyah Karawang yang berjudul: “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep
Gaya Bernuansa Nilai”.