4. Metode pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan tanya jawab yang dilakukan reporter dengan narasumber untuk memperoleh informasi menarik
dan penting yang diinginkan.
8
Wawancara juga disebut sebagai teknik penelitian yang paling sosial sifatnya, karena bentuknya
yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dengan responden.
9
Menurut Mike Fancher, seorang wartawan Seattle Time, kunci dari sebuah wawancara adalah memungkinkan narasumber
untuk mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan, bukan memikirkan apa yang mau dikatakan.
10
Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara secara tatap muka. Ini merupakan wawancara
yang dilakukan secara berhadapan dengan sangat banyak memberikan kemungkinan penggalian informasi lebih dalam dan
8
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia. Menulis Berita dan Feature. Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, Cet ke-2, h.103
9
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar dan Aplikasi, Jakarta: Rajawali Press, 1995, Cet ke-3, h.39
10
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet ke-2, h.189
luas, karena sebelumnya telah dilakukan perjanjian lebih dahulu dengan narasumber.
11
Peneliti melakukan
wawancara dengan
beberapa narasumber yang berkompeten, yaitu:
1. Muhammad Hilal, selaku Staff Humas khusus DPP PKS
2. Zainul Muhtadien, selaku Media Director FASTCOMM
b. Dokumentasi
Untuk memperdalam
penelitian ini,
peneliti juga
menghimpun data-data yang berkaitan dengan PKS dari berbagai dokumen, seperti buku-buku, majalah, jurnal, media massa dan
lainnya yang sebelumnya telah membahas tentang PKS. Selain itu peneliti juga menggunakan dokumen video yang berasal dari
internet, artinya peneliti mendownload iklan dari internet.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton adalah sebuah proses untuk mengatur uraian data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori dan satu uraian dasar
.
12
Kemudian data yang terkumpul dari wawancara mendalam dan dokumen-dokumen yang didapat,
diklasifikasikan kedalam kategori-kategori tertentu.
13
Dan dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu teknik yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa.
11
Ibid, h.190
12
Lexy, J. Moleong, Metodologi Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, h.103
13
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2007, h.193
Teknik ini tidak mencari atau menjelaskan suatu hubungan, dan juga tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.
14
Adapun tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk: 1.
Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada
2. Mengidentifikasi masalah atau menjelaskan kondisi dan praktek-
praktek yang berlaku 3.
Membuat perbandingan atau evaluasi
15
Dalam penelitian ini penulis berpedoman kepada ‘Buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dadisertasi’ CEQDA UIN Syarif Jakarta 2007.
G. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian terdahulu yang hampir sama dengan penelitian ini, diantaranya, Analisis Pemanfaatan Iklan Politik di Media
Massa: Studi Terhadap Iklan Politik PKS pada Pemilu Legislatif 2009 oleh Muhammad Rhagyl Indratomo, yang garis besarnya membahas
tentang strategi marketing komunikasi PKS dalam memperoleh suara melalui iklan politik.
Kemudian ada penelitian yang berjudul Konsep Dakwah dan Politik PKS oleh Muhammad Amin Muttaqin, yang didalamnya membahas
hal-hal yang dilakukan PKS dalam strategi menjalankan partainya. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
yaitu, penelitian ini menerangkan apa saja tipologi iklan PKS pada pemilu
14
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007, Cet ke-13, h.24-25
15
Ibid
legislatif 2009, berapa anggaran untuk membuat iklan, pihak mana yang bertanggung jawab atas pembuatan iklan, dan bagaimana tingkat relevansi
anatara jenis iklan yang ditampilkan dengan target khalayak yang menjadi sasaran PKS.
H. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Tinjauan Pustaka.
Bab II Kajian Teoritis terdiri dari Teori Naratif, Konseptualisasi
Komunikasi Politik, Konseptualisasi Kampanye Politik, Konseptualisasi Iklan Politik dan Konseptualisasi Televisi.
Bab III Gambaran Umum terdiri dari Profil Partai Keadilan
Sejahtera PKS dan Sinopsis Iklan-iklan Politik PKS Pada Pemilu 2009 di Televisi.
Bab IV Temuan Analisis dan Data
terdiri dari Deskripsi Iklan- iklan PKS di Televisi Pada Pemilu 2009, Tipologi Iklan Politik PKS Pada
Pemilu 2009 dan Relevansi Antara Tipologi Iklan Politik PKS dengan Target Khalayak yang Menjadi Sasaran PKS.
Bab V Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
13
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Teori Naratif
Teori Naratif pada dasarnya menyatakan bahwa manusia suka bercerita. Teori ini juga mengembangkan bahwa manusia adalah pencerita-
pencerita. Tidak hanya cerita, nilai-nilai, emosi serta pemikiran yang dikatakan manusia tercipta berdasarkan kepercayaan dan tingkah laku
yang dibuat oleh manusia itu sendiri.
1
Menurut Fisher, ada lima asumsi dasar tentang teori ini, yaitu: 1.
Manusia merupakan seorang pencerita 2.
Keputusan tentang cerita yang memiliki manfaat didasarkan pada pertimbangan yang baik
3. Pertimbangan yang baik ditentukan oleh sejarah, biografi, budaya dan
karakter 4.
Rasionalitas didasarkan pada pertimbangan orang-orang terhadap konsistensi cerita dan pada keadaan yang sesungguhnya
5. Pengalaman didunia dipenuhi dengan cerita-cerita dan manusia harus
memilihnya. Fisher juga mengatakan bahwa semua bentuk komunikasi adalah
narrartive cerita. Dia berargumen bahwa narrative bukanlah gender tertentu tetapi lebih kepada cara dari pengaruh sosial.
1
Richard West, Pengantar Teori Komunikasi: Teori dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2008, h. 86
Cerita pada dasarnya sama, namun yang membedakan adalah tingkat kebenaran atau tidaknya dari cerita itu. Maka untuk menilai benar
tidaknya suatu cerita, diperlukan narrative rationality, dimana narrative rationality merupakan sebuah standar untuk menilai cerita-cerita mana
yang harus dipercaya dan cerita-cerita mana yang harus diabaikan. Untuk menilai narrative rationality itu sendiri, diperlukan prinsip
coherence yang nantinya akan menentukan apakah seseorang akan menerima atau menolak sebuah cerita, artinya terdapat nilai konsistensi
atau masuk akal dalam unsur cerita tersebut. Cerita mempunyai sebuah konsistensi yang ditampilkan kepada
khalayak, maka dari itu tingkat coherence sangat diperlukan untuk menilai standar dari kemasuk akalan yang digunakan dalam cerita.
Ada beberapa point utama dalam menentukan tingkat coherence dari sebuah cerita. Point-point tersebut antara lain:
2
1. Structural Coherence
Sebuah cerita dinilai dari unsur-unsur cerita yang mengalir dengan lancar. Artinya ada kesinambungan antara satu unsur dengan unsur lain
dalam membangun sebuah struktur cerita. 2.
Material Coherence Sebuah cerita dinyatakan coherence jika ada kesesuaian antara isi
cerita yang satu dengan yang lain.
2
Ibid, h.88