5. Moral
Istilah moral berasal dari kata mores artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan Gunarsa: 2013, 7. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar
terhadap kebahagiaan orang lain terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan
kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Pelaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan
Asrori: 2011, 13.
Seringkali moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, atau
melukai orang laik baik secara fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, seperti keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala
Darmadji, 2011: 9. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Sejumlah indikator moral antara lain; memegang janji, memiliki kepedulian terhadap orang lain, menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas, memiliki kejujuran dan
integritas, dan lain-lain. Sementara contoh pernyataan untuk instrumen moral antara lain; bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati; bila berjanji kepada orang yang lebih
tua, saya berusaha menepatinya. Wujud instrumen yang sering digunakan dalam penilaian tipe afektif di atas, antara lain kuesioner dalam bentuk skala, khususnya untuk sikap minat
maupun nilai Darmadji, 2011: 10.
. H.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi Ranah Afektif
Penilaian kompetensi sikapafektif dalam pembelajaran PAI merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu
program pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan terhadap sikap. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian
dari pembelajaran adalah refleksi cerminan pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara individual.
Dalam penilaian afektif terdapat komponen-komponen penilaian afektif yang harus dilaksanakan guru dan sudah seharusnya sesuai dengan apa yang tercantum dalam Standar
Kompetensi Lulusan, sehingga guru dalam penilaian afektif harus meliputi:
1. Memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari,
2. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya,
3. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan,
4. Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi,
5. Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sikap cermat dan menghargai hak atas kekayaan
intelektual, 6. Menunjukkan sikap toleran dan empati terhadap keberagaman budaya yang ada di
masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional,
7. Menunjukkan sikap peduli terhadap bahasa dan dialek, dan 8. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang
terbaik dalam bidang iptek Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Direktorat Pembinaan SMA: 2010, 46-47.
Adapun aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Pendidikan Agama meliputi aspek
penanaman nilai–nilai akhlak SK Dirjen Mandikdasmen Nomor 12CKEPTU2008 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyusunan Laporan Hasil Belajar
Peserta Didik Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan SMA: 2010, 47.
Dalam konteks pembelajaran PAI, maka pengembangan evaluasi belajar diarahkan pada pengembangan moral Islam akhlaq dalam kerangka pengembangan fitrah
penciptaan manusia. Dalam kaitan ini, Hasan Langgulung 1986: 5 menegaskan bahwa “ketika Allah meniupkan roh ciptaan-Nya kepada diri manusia, maka pada saat itulah
manusia memiliki sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang terdapat dalam al-asma’ al- husna. Hanya saja, kalau Allah bersifat Maha, maka manusia itu hanya mempunyai sifat
sebagian darinya”. Berdasarkan fitrah yang disebutkan di atas pengembangan evaluasi ranah afektif
pembelajaran pendidikan agama Islam telah dilakukan. Dalam kaitannya dengan ranah afektif pembelajaran, maka pengembangan evaluasi ranah afektif pembelajaran pendidikan
agama Islam mengarah kepada pengembangan aspek perilaku afektif melalui penekanan bagaimana mengevaluasi perilaku akhlak moral Islam. Tentu saja evaluasi terhadap
aspek perilaku membutuhkan suatu proses pembelajaran PAI yang juga menitik beratkan pada ranah afektif ini, dengan tidak meninggalkan aspek kognitif dan psikomotorik. Hal
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan evaluasi pendidikan adalah bagaimana mengevaluasi pembelajaran PAI dengan bertolak pada aspek perilaku dan moral anak
didik. Sementara dalam kurikulum 2013 sikap dibagi menjadi dua kompetensi yakni,
kompetensi sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang
berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan
sikap sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni kehidupan kemendikbud: 2014, 7.
Pada jenjang SMPMTs, kompetensi sikap spiritual mengacu pada KI-1: menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya, sedangkan kompetensi sikap sosial
mengacu pada KI-2: menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli toleransi, gotong royong, santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya Mulyasa: 2013, 177.
Berdasarkan rumusan KI-1 dan KI-2 di atas, penilaian sikap pada jenjang SMP MTs mencakup: