Keterkaitan antara Biaya Transaksi dengan Modal Sosial

38 keharusan untuk meminimumkan biaya transaksi. Perubahan kelembagaan seharusnya dapat menyebabkan perubahan dalam kontrak untuk meminimumkan biaya transaksi. Berbagai literatur menyatakan bahwa kelembagaan informal lebih dapat meminimalkan biaya transaksi daripada kelembagaan formal. Kelembagaan sosial social institutions, menurut banyak ekonom seperti Douglass North, Oliver Williamson, dan Ronald Coase, lebih efisien dalam urusan mekanisme alokasi sumber daya, utamanya ketika terdapat biaya transaksi dalam pengalokasiannya Stiglitz 1999 di dalam Dasgupta Serageldin [ed] 1999. Dalam kasus masyarakat tradisional, kelembagaan pasar non formal yang dibangun oleh masyarakat sebagai media bertransaksi seringkali lebih efisien dibandingkan kelembagaan pasar formal yang lebih mahal biaya transaksinya Anwar 1994. Sedangkan kelembagaan formal, sebagai contoh adalah negara state, membebankan biaya transaksi yang begitu besar pada proses seperti pendirian usaha baru setting up a new business atau restrukturisasi usaha lama, dan seringkali dibutuhkan penyuapan Chhibber 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Tetapi, tidak selamanya kelembagaan informal itu efisien. Stiglitz menunjukkan kelembagaan sosial yang disfungsional dysfunctional social institutions, misalnya adalah Kolombia, Amerika Serikat, Meksiko, dan lainnya akan menjadi lebih baik tanpa adanya perdagangan narkotika narcotics trafficking. Tanpa adanya perdagangan narkotika, maka tingkat pendapatan yang sama the same level of income akan dapat lebih dinikmati Stiglitz 1999, di dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Kelembagaan pun tidak selalu didesain agar efisien secara sosial socially efficient. Bahkan, kerap kali kelembagaan didesain hanya untuk melayani kepentingan dari pihak yang memiliki kuasa untuk membuat peraturan-peraturan North 1995. Kelembagaan dapat didesain untuk mengurangi biaya transaksi, tetapi seringkali yang terjadi adalah sebaliknya Rao 2003.

2.3.7 Keterkaitan antara Biaya Transaksi dengan Modal Sosial

Konsep modal sosial adalah konsep yang masih diperdebatkan. Beberapa menyatakan bahwa konsep modal sosial adalah konsep yang lemah Solow 1999; Hjerppe 2003, diacu dalam Poel 2005. Solow 1999, dalam Dasgupta 39 Serageldin [ed.] 1999 menyoroti penggunaaan istilah modal capital dalam modal sosial, dan menyarakankan istilah behavioral patterns yang lebih tepat untuk menggantikan modal sosial. Putnam dan beberapa akademisi terkemuka lainnya dalam hal modal sosial mendefinisikan modal sosial sebagai pengetahuan yang dimiliki bersama shared knowledge, kesepahaman understandings, norma, aturan, dan harapan expectations mengenai pola interaksi yang dilakukan oleh sekelompok individu pada aktivitas-aktivitas yang berulang recurrent activities Coleman 1988, Ostrom 1990, 1992, Putnam et al. 1993, diacu dalam Ostrom 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999 menyatakan bahwa membangun definisi mengenai modal sosial tidaklah membantu memberikan pemahaman mengenai apa yang menyusun modal sosial. Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999 menggolongkan modal sosial dalam dua kategori i kategori struktural, dan ii kategori kognitif. Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999 berargumen bahwa penggolongan ini penting untuk memahami modal sosial, dan sama pentingnya seperti memahami natural capital dengan menggunakan kategori sumber daya yang bisa diperbaharui dan tidak bisa diperbaharui. Kategori struktural adalah berbagai elemen dari organisasi sosial, khususnya seperti peran roles, aturan rules, keteladanan precedents, dan tata cara procedures sebagaimana juga berbagai jenis jaringan networks yang berkontribusi terhadap berlangsungnya kerjasama, dan lebih khususnya lagi adalah aksi bersama yang saling menguntungkan MBCA: Mutually Beneficial Collective Action. MBCA adalah bentuk keuntungan yang dihasilkan oleh modal sosial. Kategori kognitif berasal dari proses-proses mental dan berbagai gagasan, yang didukung oleh budaya dan ideologi, khususnya norma, nilai, sopan santun, dan keyakinan yang berkontribusi terhadap perilaku untuk bekerjasama dan MBCA. Kategori ini adalah kategori yang bersifat intrinsik dan tidak dapat diamati langsung, berbeda halnya dengan kategori struktural Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Kategori struktural berasal dari proses-proses kognitif, artinya kedua kategori ini terkait satu sama lain. Kedua kategori ini dihubungkan oleh apa yang 40 disebut sebagai harapan expectations Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Kategori struktural memfasilitasi facilitate berlangsungnya MBCA, sedangkan kategori kognitif mendorong orang predispose untuk menuju MBCA. Kategori struktural inilah, utamanya dalam bentuk jaringan, yang menurunkan biaya transaksi karena interaksi yang sudah terpola menyebabkan hasil yang didapatkan dari kerjasama dapat lebih diprediksikan dan menguntungkan. Stiglitz 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999 menambahkan orang yang berada dalam satu jaringan yang sama akan lebih saling mengenal satu sama lain berikut ekspektansinya. Kategori kognitif melatari rationalize perilaku untuk bekerjasama dan membuatnya menjadi perilaku yang dihargaidihormati Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Penelitian yang dilakukan oleh Gabre-Madhin 2001 mengenai kelembagaan pasar, biaya transaksi, dan modal sosial di pasar komoditas tanaman biji-bijian grain market di Etiopia mengangkat satu pertanyaan kunci: bagaimana pembeli dan penjual bertemu dan mengoordinasikan pertukaran barang? Dibuktikan di dalam penelitian tersebut bahwa usaha yang dikeluarkan oleh pedagang untuk mencari pasar dipengaruhi oleh modal sosial yang dimilikinya dalam bentuk jumlah mitra yang dipercayai Gabre-Madhin 2001. Salah satu bentuk biaya transaksi yang dikaji dalam penelitian ini adalah biaya tenaga kerja labor yang dibutuhkan dalam proses mencari pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial dapat memampukan pedagang untuk mencari mitra dagang secara lebih mudah Gabre-Madhin 2001. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Uphoff 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999 bahwa kategori struktural, salah satunya dalam bentuk jaringan networks, adalah kategori modal sosial yang dapat mengurangi biaya transaksi. Meskipun demikian, penelitian ini tidak mengungkapkan secara lebih jauh mengenai tingkat minimalisasi biaya transaksi yang dipengaruhi oleh modal sosial. Selain kategori struktural dari modal sosial dalam bentuk jaringan, ada aspek lain yang dapat meminimalkan biaya transaksi yaitu reputasi Solow 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999; Stiglitz 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Stiglitz melihat bahwa reputasi adalah salah satu dari empat aspek modal sosial tiga lainnya adalah tacit knowledge, collection of 41 networks, dan organizational capital meskipun Solow tidak mengaitkan reputasi dengan modal sosial karena Solow tidak setuju dengan penggunaan konsep modal dalam modal sosial. Reputasi dapat meminimalkan biaya transaksi karena reputasi memunculkan kepercayaan trust, dan dengan kepercayaan itulah maka tidak diperlukan lagi sumber daya untuk mencegah perilaku-perilaku eksploitatif Solow 1999, dalam Dasgupta Serageldin [ed.] 1999. Melalui pengurangan biaya transaksi, maka modal sosial dapat mempengaruhi kinerja ekonomi. Tetapi tidak hanya itu saja, Omori 2003 mengidentifikasi 18 jalur channels modal sosial dapat mempengaruhi kinerja ekonomi. Delapan belas jalur tersebut digolongkan menjadi tiga yaitu bisnis, rumah tangga, dan pemerintah. Pada jalur bisnis, modal sosial mempengaruhi kinerja ekonomi diantaranya melalui i mengurangi biaya atas kontrak dan perbuatan hukum legal actions, ii membuat negosiasi dapat lebih menghasilkan fruitful karena masing-masing pihak dapat mencapai Pareto-Optimal outcome, iii memfasilitasi pertukaran informasi sehingga alokasi sumber daya dapat dilakukan lebih efisien, iv memampukan komunitas lokal untuk membangun kekhasannya masing-masing sehingga menjadi pembeda dengan lainnya dan membuka peluang bisnis baru, v baiknya situasi keamanan sebagai wujud dari modal sosial membuat bisnis menjadi semakin menguntungkan Omori 2003. Pengaruh modal sosial pada jalur rumah tangga diantaranya adalah i mempengaruhi rasio tabungan saving ratio karena orang yang berorientasi pada kepentingan sosial akan menyisihkan dan menyimpan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain, ii mendorong konsumsi kolektif melalui kegiatan- kegiatan yang dilakukan bersama, iii mendorong investasi pada modal manusia human capital karena pada situasi modal sosial yang baik maka orang dapat memprediksi perilaku orang lain secara lebih tepat sehingga tidak ada ketakutan akan hasil yang mengecewakan nantinya dari investasi yang dilakukan Omori 2003. Pada jalur pemerintah, modal sosial mempengaruhi kinerja ekonomi melalui i manajemen fasilitas dan layanan publik berbasis masyarakat, hal ini semacam common property yang dikelola oleh komunitas setempat yang memiliki modal sosial yang baik sehingga dari sisi pembiayaan akan lebih efektif, ii aktivitas pemerintah akan lebih efisien karena didukung oleh masyarakat yang 42 bekerjasama dengan baik, iii keuntungan-keuntungan non-ekonomi dari modal sosial mempengaruhi keseimbangan fiskal, sebagai contoh adalah tingkat aktivitas sosial yang diketahui memiliki hubungan dengan kesehatan, umur panjang, dan kebahagiaan. Hal ini pada gilirannya dapat mengurangi belanja pemerintah untuk sektor kesehatan, iv membentuk harga lahan karena komunitas dengan modal sosial yang baik akan mengundang orang luar untuk turut tinggal dan menikmati kebersamaan dengan komunitas tersebut sehingga meningkatkan harga lahan, dan v meningkatkan kemandirian ekonomi suatu wilayah dengan cara mendorong rasa memiliki warga terhadap wilayahnya dan memfasilitasi berlangsungnya kerjasama yang saling menguntungkan Omori 2003.

2.3.8 Contoh Permodelan Biaya Transaksi

Dokumen yang terkait

Politik Organisasi Pemuda Tingkat Lokal: Kasus Keterlibatan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kota Medan

5 116 193

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

4 96 149

Persepsi Masyarakat Terhadap Organisasi Sosial Kepemudaan (Studi Deskriptif pada Majelis Pimpinan Cabang Organisasi Pemuda Pancasila di Jl. Rangkuti No.7 Kabupaten Simalungun)

4 97 99

RESEPSI ORGANISASI PEMUDA TENTANG MODEL KEPEMIMPINAN JOKOWI PADA PROGRAM “KABAR KHUSUS” DI TV ONE EDISI 22 JANUARI 2013 (Studi pada Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor Kota Malang)

0 5 45

RESEPSI ORGANISASI PEMUDA TENTANG MODEL KEPEMIMPINAN JOKOWI PADA PROGRAM “KABAR KHUSUS” DI TV ONE EDISI 22 JANUARI 2013 (Studi pada Pemuda Muhammadiyah dan Gerakan Pemuda Ansor Kota Malang)

0 18 45

MANAJEMEN ORGANISASI PEMUDA

0 4 13

membangun tim pada organisasi pemuda

0 0 7

A. Pedoman Wawancara untuk Organisasi Pemuda - Politik Organisasi Pemuda Tingkat Lokal: Kasus Keterlibatan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kota Medan

0 1 43

Politik Organisasi Pemuda Tingkat Lokal: Kasus Keterlibatan Organisasi Pemuda dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung 2005 di Kota Medan

0 2 18

BAB II PEMUDA PANCASILA DARI ORGANISASI KEMASYARAKATAN PEMUDA MENJADI ORGANISASI KEMASYARAKATAN 2.1 Organisasi Pemuda Pancasila sebagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) - Srikandi Pemuda Pancasila Sumatera Utara (1982 – 2007)

0 1 12