Manfaat Agrowisata Hasil Penelitian Terdahulu

2.2 Manfaat Agrowisata

Tirtawinata dan Fachruddin 1999 mengungkapkan beberapa manfaat dari agrowisata, antara lain : 1. Meningkatkan konservasi lingkungan 2. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam 3. Memberikan nilai rekreasi 4. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan 5. Mendapatkan keuntungan ekonomi Sulistyantara 1990 menjelaskan bahwa agrowisata diperkotaan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1 Agrowisata melibatkan tegaknya tanaman vegetasi dapat memberikan manfaat dalam perbaikan kualitas iklim mikro, 2 Pengembangan agrowisata ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup perkotaan selain memperbaiki iklim mikro, juga menjaga siklus hidrologi dan mengurangi erosi, 3 Kegiatan agrowisata akan meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan perkotaan yang pada akhirnya akan menunjang kesehatan penggunanya, 4 Agrowisata dapat memberikan karya lingkungan yang estetis jika dikelola dengan baik, dan 5 Agrowisata dapat menjadi sumber masukan bagi perorangan, swasta maupun pemerintah daerah.

2.3 Pemilihan Lokasi Agrowisata

Di Indonesia, agrowisata mempunyai prospek yang sangat baik mengingat potensi yang ada sangat beragam dan khas. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin 1999 identifikasi suatu wilayah pertanian yang akan dijadikan obyek agrowisata perlu dipertimbangkan secara matang. Kemudahan mencapai lokasi, karakteristik alam. Sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri merupakan faktor yang dijadikan bahan pertimbangan. Perpaduan antara kekayaan komoditas agraris dengan bentuk keindahan alam dan budaya masyarakat merupakan kekayaan obyek wisata yang amat ternilai. Agar lebih menarik wisatawan, obyek wisata perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana pariwisata, seperti transportasi, promosi dan penerangan. Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi 1999 memberikan tiga alternatif pemilihan lokasi pengembangan agrowisata, yaitu : 1. Memilih daerah yang mempunyai potensi agrowisata dengan masyarakat tetap bertahan dalam kehidupan tradisional berdasarkan nilai-nilai kehidupannya. 2. Memilih suatu tempat yang dipandang strategis dari segi geografis pariwisata tetapi tidak mempunyai potensi agrowisata sama sekali. Pada daerah ini akan dibuat agrowisata buatan. 3. Memilih daerah yang masyarakatnya memperlihatkan unsur-unsur tata hidup tradisional dan memiliki pola kehidupan pertanian secara luas termasuk berdagang dan lain-lain, serta berada tidak jauh dari lalu lintas wisata yang cukup padat.

2.3.1 Fasilitas Agrowisata

Agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya. Sarana dan prasarana dalam agrowisata dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fasilitas obyek, fasilitas pelayanan dan fasilitas pendukung. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin 1999 fasilitas-fasilitas tersebut ditempatkan pada lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Fasilitas obyek, menurut Suyitno 2001 dapat bersifat alami, buatan manusia serta perpaduan antara buatan manusia dan keadaan alami. Terkait dengan agrowisata yang termasuk fasilitas obyek diantaranya adalah lahan dan produk pertanian serta kegiatan petani mulai dari budidaya sampai pasca panen. Fasilitas pelayanan, menurut Tirtawinata dan Fachruddin 1999 dan Suyitno 2001 meliputi pintu gerbang, tempat parkir, pusat informasi, papan informasi, jalan dalam kawasan agrowisata, toilet, tempat ibadah, tempat sampah, toko cinderamata, restoran, tempat istirahat dan pramuwisata. Adapun yang termasuk dalam fasilitas pendukung adalah jalan menuju lokasi, komunikasi dan promosi, keamanan, sistem perbankan dan pelayanan kesehatan. Tirtawinata dan Fachruddin, 1999 dan Yoeti, 1996

2.3.2 Tujuan dan Arah Pengembangan Agrowisata

Menurut Haeruman dalam Betrianis 1996, tujuan pengembangan agrowisata adalah meningkatkan nilai kegiatan pertanian dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hal ini dimaksudkan bahwa penyiapan pengembangan agrowisata tidak hanya obyek wisata pertaniannya saja yang disiapkan, tetapi juga penyiapan masyarakat pedesaan untuk dapat menangkap nilai tambah yang diberikan oleh kegiatan agrowisata tersebut. Kegiatan pengembangan agrowisata menurut Deasy 1994 diarahkan pada terciptanya penyelenggaraan dan pelayanan yang baik sehingga sebagai salah satu produk pariwisata Indonesia, agrowisata dapat dilestarikan dan dikembangkan dalam upaya diversifikasi pertanian dan pariwisata. Arah pengembangan ini disesuaikan dengan potensi dan prioritas pembangunan pertanian suatu daerah.

2.3.3 Permasalahan yang Perlu Diperhatikan dalam Pengembangan Agrowisata

Tirtawinata dan fachruddin 1999 mengemukakan bahwa selain masalah konsep pengembangan sebuah obyek agrowisata, masalah di dalam pengelolaan agrowisata juga perlu dicarikan jalan keluarnya. Berikut beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian adalah : 1. Potensi agrowisata yang belum dikembangkan sepenuhnya. 2. Promosi dan pemasaran agrowisata yang masih terbatas sehingga banyak konsumen yang tidak mengetahui keberadaan agrowisata tersebut. 3. Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan. 4. Koordinasi antar sektor dan instansi terkait yang belum berkembang. 5. Terbatasnya kemampuan manajerial di bidang parawisata. 6. Belum adanya peraturan yang lengkap tentang agrowisata. Oleh karena itu, Tirtawinata dan fachrudin 1999 mengusulkan agar pihak pengusaha dan pengelola agrowisata membuat pedoman penyelenggaraan di bidang agrowisata yang meliputi : 1 Penetapan obyek agrowisata yang dapat dikunjungi 2 Tata cara berkunjung ke obyek agrowisata 3 Penjelasan mengenai hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh wisatawan selama berada di kawasan agrowisata dan 4 Jadwal waktu untuk berkunjung ke obyek agrowisata.

2.5 Tanaman Obat

Tanaman obat merupakan tanaman yang mudah tumbuh meskipun di lahan-lahan yang sudah tidak dapat ditanami tanaman lain. Menurut Rosita et al dalam Songko 2002, tumbuhan obat adalah tumbuhan yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, sedangkan menurut Hamid et al dalam Songko 2002, tumbuhan obat adalah semua tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai obat dan berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang hanya nampak di bawah miskroskop. Menurut Suhirman dalam Songko 2002, tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya daun, batang, atau akar mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai obat medern atau tradisional. Pengertian obat-obatan menurut Rosita et al dalam Songko 2002 adalah obat tradisional yang daya pengaruhnya belum dibuktikan secara medis, serta obat fitoterapi dan obat modern yang secara medis sudah diketahui daya penyembuhnya, Zuhud et al dalam Songko 2002 lebih rinci mengemukakan bahwa tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya berkhasiat obat, dan dapat dikelompokkan menjadi : 1 tumbuhan obat tradisional, yaitu tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, 2 tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawabahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, dan 3 tumbuhan obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawabahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau medis atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri. Menurut BPS 2004, tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang bermanfaat sebagi obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi rimpang atau akar. Tabel 1 menunjukkan luas panen produksi dan produktivitas tanaman obat-obatan tahun 2004 di Indonesia menurut jenisnya. Tabel. 1 Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Obat-obatan Tahun 2004 di Indonesia menurut Jenisnya No Jenis Tanaman Luas Panen Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa 1 Jahe zingiber officinale 6.610 118. 496 17.93 2 LaosLengkuas alpina galanga 1.148 27. 934 24.33 3 Kencur kaempferia kalangan 855 12. 848 15.03 4 Kunyit tumeric domestica 1.684 23. 993 14.25 5 Lempuyang zingiber aromaticum 255 4. 531 17.77 6 Temulawak tumeric xanthorriza 508 7. 174 14.12 7 Temuireng tumeric aeruginosa 266 3. 040 11.43 8 Kejibeling hemigrafis alternata 61 611 10.02 9 Dringo dringo 51 366 7.18 10 Kapulaga Cardamon 486 3. 539 7.28 Jumlah 11. 924 202.532 14.021 Sumber : BPS, 2005

2.5.1 Gambaran Umum Tanaman Obat Indonesia

Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati biodiversity yang kaya di dunia khususnya tanaman obat, jumlahnya kurang lebih 940 spesies. Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat, dilatarbelakangi oleh beberapa faktor pendukung yang sangat menguntungkan. Diantaranya adalah ketersediaan potensi sumber daya flora, keadaan tanah dan iklim, perkembangan industri obat modern dan tradisional, industri makanan dan minuman, serta meningkatnya konsumen di dalam dan luar negeri Tirtawinata dan Fachruddin 1999. Masyarakat Indonesia merupakan konsumen produk farmasi obat-obatan, jamu-jamuan, bahan-bahan kosmetik yang cukup besar. Perkiraan kasar jika pengeluaran setiap orang Rp 20.000,- per tahun saja, berarti dengan penduduk 200 juta orang, potensi pasar produk farmasi di Indonesia adalah sekitar Rp 4 trilyun per tahun. Berdasarkan Sandra dan Kemala dalam Songko 2002 pemanfaatan simplisia dalam negeri tahun 1983 adalah sebanyak 1.687.033 kg yang terdiri dari 164 jenis. Pada tahun 1984 mengalami peningkatan sebesar 2.217.226 kg yang terdiri dari 153 jenis dengan demikian pemanfaatan simplisia pada tahun 1984 mengalami peningkatan sebesar 31.4 persen.

2.5.2 Definisi Obat Tradisional

Obat tradisional adalah obat asli Indonesia yang berasal dari tanaman obat, proses produksinya masih tradisional dan belum diuji secarah ilmiah. Obat tradisional ini berupa ramuan, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman Herba, 2002. Pengertian obat tradisional diatas disempurnakan lagi dalam Menteri Kesehatan RI Nomor 2461992 yang meliputi beberapa hal yaitu : a. Obat tradisional mencakup obat yang sudah terbungkus serta bahan baku atau ramuan bahan. Definisi lama hanya mencakup obat jadi ramuan saja. b. Obat tradisional mencakup semua ramuan yang berasal dari alam, baik yang belum maupun yang sudah memiliki data klinis. c. Obat tradisional dapat digunakan dalam pengobatan formal yang melibatkan tenaga peran dokter. Departemen Kesehatan 1994 membagi obat tradisional Indonesia menjadi dua kelompok yaitu : 1. Kelompok jamu, yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang sebagian besar belum mengalami standarisasi, bentuk sediaan masih sederhana berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan dan sebagainya. Kegunaan masih sepenuhnya menggunakan istilah-istilah tradisional misalnya sekalor tolak angin dan sebagainya, sampai saat ini kelompok ini yang lebih berkembang luas di Indonesia. 2. Kelompok lainnya adalah fitoterapi yang lebih dikenal sebagai kelompok fitomarka yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian atas sediaannya, kegunaannya jelas dan dapat diandalkan. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661MenkesSKVII1994 tentang persyaratan dan bentuk obat tradisional, bentuk obat tradisional yang diijinkan untuk diproduksi meliputi : 1. Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas. Kandungan kadar air tidak lebih dari 10 persen. 2. Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen. 3. Pil adalah sediaan obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen. 4. Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak, bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. Kandungan air isi kapsul tidak lebih dari 10 persen dan kapsul memiliki waktu hancur tidak lebih dari lima menit. 5. Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung silindris atau bentuk lain. Kedua permukaannya rata atau cembung terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen dan memiliki waktu hancur tidak lebih dari 20 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut. 6. Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional atau bentuk pasta, bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya dan digunakan sebagai obat luar. Kandungan airnya tidak lebih dari 10 persen. 7. Cairan obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan simplisia atau emulsi, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar. 8. Cairan obat luar adalah sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar. 9. Salep atau krim adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan bakunya berupa sediaan galenik yang larut atau terdispensi homogen dalam dasar salep atau krim yang cocok yang digunakan sebagai obat luar. Menurut keputusan Menteri RI No. 230MenkesIX76, yang dimaksud dengan simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan. Ada tiga macam simplisia yaitu : 1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu di keluarkan dari selnya, atau zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni 2. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, zat yang digunakan diambil dari hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia pelikan atau minerat adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau minerat yang belum diolah atau telah diolah dengan sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ridjal 1997 mengenai identifikasi unsur-unsur strategis dan analisis strategi dalam pengembangan usaha agrowisata studi pada pengembangan Taman Buah Mekarsari, PT Mekar Sari Unggul MUS menjalankan berbagai bidang kegiatan yang ada sesuai misi dan tujuan yang telah disusun. Misi-misi yang telah ditetapkan menjadi pertimbangan pertama penentuan prioritas pelaksanaan berbagai kegiatan yang ada. Pemilihan jenis strategi pengembangan Taman Buah Mekarsari berpijak pada performa lingkungan usaha dengan perhatian lebih kepada lingkungan internal dibandingkan eksternalnya. Secara umum lingkungan internal lebih berisikan kelemahan dibandingkan kekuatan dan dalam lingkungan eksternal berisikan banyak peluang dibanding ancaman. Dengan demikian, PT MUS memilih jenis strategi WO yaitu meminimisasi kelemahan guna memanfaatkan peluang dalam mengembangkan Taman Buah Mekarsari. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati 1999 mengenai analisis pengembangan teh dan wisata agro ini pada sel I sehingga dapat dilaksanakan strategi intensif penetrasi pasar, integrasi hulu, dan integrasi horisontal. Berdasarkan matriks SWOT dihasilkan empat set alternatif strategi yang didasari dari hasil analisis faktor strategis baik peluang, ancaman maupun kekuatan dan kelemahan yaitu strategi SO dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami, mengorientasikan Gunung Mas sebagai pemimpin pasar di industri pariwisata agro. Strategi ST dengan menerbitkan sektor informal, menonjolkan keunggulan penginapan yang berada ditengah perkebunan teh. Strategi WO yaitu meminta perhatian pemerintah untuk mengembangkan sumber daya dan penelitian mengenai wisata agro, memanfaatkan kesempatan berpromosi, dan pengembangan wisata agro Gunung Mas menjadi kategori usaha berkembang. Strategi WT antara lain meyakinkan wisatawan bahwa situasi politik dan keamanan bangsa tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi keamanan wisata agro Gunung Mas melalui promosi aktif, melengkapi produk yang ditawarkan yakni sarana hiburan anak, sarana operasional dan paket-paket wisata. Wardhany 2002 menganalisis pengembangan wisata agro apel pada Kusuma Agrowisata PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Batu-Malang. Hasil matriks I-E menunjukkan bahwa wisata agro apel Kusuma Agrowisata berada pada sel I dimana perusahaan dapat menerapkan strategi dalam menjalankan usahanya adalah tumbuh dan bina, terdiri dari strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk, integrasi ke depan, integrasi ke belakang, dan integrasi horisontal. Melalui model analisis General Electrik , wisata agro apel Kusuma terjun ke dalam pasar yang memiliki daya tarik sedang 3.448 dan memiliki kekuatan usaha yang sangat kuat 3.924 yang diperlukan untuk berhasil dalam pasar tersebut. Posisi kompetitif wisata agro apel ini mengharuskan perusahaan menerapkan strategi tumbuh efektif. Berdasarkan hasil analisis Proses Hirearki Analitik menunjukkan bahwa jenis strategi SO menjadi pilihan yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam pengembangan strategi utama perusahaan. Sementara dari hasil analisis terhadap faktor-faktor eksternal dan internal dengan menggunakan matriks SWOT diperoleh alternatif strategi antara lain : Strategi SO yaitu mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro untuk menangkap kecenderungan selera konsumen. Strategi ST yaitu dengan meningkatkan fungsi dan peranan klinik agribisnis sebagi pusat informasi. Strategi WO yaitu meningkatkan kinerja pemasaran dan efektivitas promosi untuk menjaring jumlah dan segmen konsumen yang lebih banyak, dan strategi WT yaitu meminta peran pemerintah sebagai fasilitator. Sofyan 2003 menganalisis tingkat kepuasan pengunjung objek agrowisata Taman Buah Mekarsari Cileungsi Bogor. Penelitian tentang kepuasan kawasan agrowisata Taman Buah Mekarsari membahas mengenai tingkat kepuasan yang didapat pengunjung, serta faktor-faktor lain yang menpengaruhinya. Kepuasan yang timbul merupakan hasil dari perbandingan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang diterima konsumen. Hasil penelitian terdahulu menjadi referensi dalam melakukan penelitian Strategi Pengembangan Potensi Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor yang memang belum pernah dilakukan.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Manajemen Strategi

Menurut David 2002, manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya. Fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuangan, produksioperasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Sedangkan menurut Pearce dan Robinson 1997, manajemen strategi adalah sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan formulasi dan pelaksanaan implementasi rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Pearce dan Robinson 1997 menjelaskan bahwa dalam proses manajemen strategik terdiri dari sembilan tugas penting, yaitu : 1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan purpose, filosofi philosophy, dan tujuan goal. 2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya. 3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, meliputi baik pesaing maupun faktor-faktor kontekstual umum. 4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber dayanya dengan lingkungan eksternal.