Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hal yang mendasar dalam kemajuan suatu bangsa adalah pendidikan. Kemajuan suatu bangsa akan tercapai apabila memiliki dasar pendidikan yang kokoh dan dapat membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, danatau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang Undang-undang Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 dalam Suryosubroto, 2010: 63. Undang-undang tersebut memaparkan bahwa pendidikan sebagai usaha sadar yang dilakukan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri agar dapat bermanfaat bagi bangsa. Oleh karena itu pemerintah mewajibkan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat memajukan bangsa. Pendidikan diharapkan dapat membangun karakter diri dari pribadi seseorang. Pemerintah menuangkan pendidikan dalam suatu lembaga yang dinamakan sekolah. Di dalam lingkungan sekolah seseorang dapat menggali pendidikan dan mengembangakan potensi dalam diri seseorang. Dalam proses pendidikan di sekolah, orang yang paling dekat dalam membangun dan mengembangkan potensi dalam diri seseorang adalah guru. Oleh karena itu guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru adalah seorang yang berilmu yang bertugas memberikan ilmu yang dimiliki kepada peserta didik. Keberhasilan seorang guru yang sebenarnya menekankan pada tiga kualitas dan sikap yang utama, yaitu guru memberikan fasilitas untuk perkembangan anak menjadi manusia seutuhnya, membuat suatu pelajaran menjadi berharga dengan menerima perasaan anak- anak dan kepribadian, dan percaya bahwa yang lain dasarnya layak dipercaya membantu menciptakan suasana selama belajar, serta mengembangkan pemahaman empati bagi guru yang pekasensitive untuk mengenal perasaan anak-anak di dunia Rogers dalam Sujiono, 2009: 12. Pernyataan di atas menyatakan, seorang guru yang baik seharusnya memiliki kriteria seperti di atas, harus bisa mempertanggung-jawabkan ilmu yang diberikan kepada peserta didik bisa menjadi manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri sendiri, bangsa, atau agama. Selain hal tersebut, seorang guru seharusnya memiliki empati terhadap peserta didiknya. Empati terhadap peserta didik tersebut dapat berupa mengerti dengan mengetahui apa yang menjadi masalah peserta didik sebenarnya, serta menyelesaikan masalah tersebut. Pendidikan di Indonesia pada masa sekarang ini banyak mengalami permasalahan, pada umumnya permasalahan tersebut berasal dari subjek pendidik atau guru. Kebanyakan guru pada masa sekarang ini kurang mengetahui arti sebenarnya sebagai seorang pendidik. Hal ini didukung oleh pendapat Illich dalam Suparlan 2004: 71 yang memaparkan bahwa siswa hanya dianggap sebagai botol kosong atau seperti depositor yang akan diisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan oleh sang guru. Para guru tersebut hanya sekedar mentransfer seperti menabungkan uang di bank. Mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi kepada peserta didik seperti botol kosong yang akan diisi penuh dengan materi. Keaktifan belajar siswa sangat penting dalam sebuah pembelajaran. Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar. Dengan demikian, aktivitas murid sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga muridlah yang seharusnya aktif, sebab murid sebagai subjek didik adalah merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar Daryanto, 2012:1. Hal ini didukung oleh pendapat Hamalik 2003:92 yang memaparkan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan titik berat pada keaktifan siswa dan guru bertindak sebagai fasilitator dan nara sumber, yang memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar. Selain keaktifan belajar siswa, prestasi belajar siswa juga sangat penting, karena prestasi belajar merupakan suatu hasil belajar yang diperoleh setelah menempuh serangkaian kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar digunakan untuk mengetahui kemampuan belajar seseorang atau tolok ukur terhadap hasil belajar seseorang. Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dalam kondisi baik dan semakin meningkat. Hal yang mengungkapkan prestasi belajar itu penting dijelaskan oleh pendapat Daryanto 2011: 5 bahwa hasil belajar merupakan produk yang harus ditingkatkan dan terkait dengan proses pembelajaran, sarana pembelajaran, guru, atau siswa itu sendiri. Supratiknya 2012: 3 juga mengemukakan bahwa asesmen atau penilaian merupakan salah satu kegiatan utama dalam dunia pendidikan sekolah, mulai jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Asasmen atau penilaian merupakan pengumpulan informasi mengenai hasil belajar murid dalam pengajaran suatu bidang studi. Sebuah pembelajaran harus mempunyai tolok ukur agar dapat mengetahui apakah tujuan pembelajaran itu tercapai atau tidak. Tolok ukur tersebut adalah prestasi belajar. Jadi, prestasi belajar sangat penting dalam pembelajaran. Sistem belajar mengajar yang mengutamakan keaktifan belajar siswa akan meningkatkan prestasi belajar. Akan tetapi masih banyak guru yang belum begitu mementingkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran. Cara mengajar yang pada umumnya diterapkan masih satu arah, kurang bervariatif, dan kurang menarik, sehingga siswa cenderung pasif dan pembelajaran terasa membosankan bagi siswa. Oleh sebab itu, siswa enggan memperhatikan guru dan tidak menikmati pembelajaran dengan serius, terlebih untuk mata pelajaran yang dianggap membosankan oleh para siswa. Berdasarkan hasil wawancara guru yang peneliti lakukan pada hari Selasa, 18 Desember 2012 di salah satu Sekolah Dasar SD, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan salah satu mata pelajaran di tingkat sekolah dasar yang pembelajarannya masih menerapkan metode penghafalan dan menimbulkan kejenuhan bagi siswa SD. IPS didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang manusia di dalam kelompok yang disebut masyarakat, dengan menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, dan antropologi Daldjoeni, 1981:7. Lingkup mata pelajaran IPS sangat luas. Hal tersebut membuat butuh banyak pemahaman dari peserta didik. Materi pelajaran IPS membutuhkan banyak hafalan dibandingkan mata pelajaran lain sehingga membuat pelajaran IPS membosankan. Dalam konteks ini penulis mengambil batasan permasalahan ekonomi karena di lapangan yang susah dimengerti oleh peserta didik adalah permasalahan ekonomi. Mempelajari sesuatu permasalahan yang sesuai dengan dunia global pada masa sekarang ini merupakan suatu hal yang sulit bagi siswa SD. Siswa SD belum dapat memikirkan suatu konsep yang sesuai dengan permasalahan global yang terjadi di sekarang ini. Pelajaran ini sangat penting untuk dipelajari siswa agar dapat menerapkan pembelajaran dalam menyikapi permasalahan global yang sesungguhnya yang dialami dalam dunia nyata. Ketidaktertarikan siswa terhadap mata pelajaran IPS khususnya permasalahan ekonomi juga dialami oleh siswa kelas IV di SD Negeri Daratan, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Siswa mendapat pelajaran dari guru yang menggunakan metode ceramah. Hal ini mengakibatkan siswa kurang memahami materi dan menyebabkan keaktifan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran kurang optimal dan tidak begitu tampak dari diri siswa. Sehingga potensi, daya pikir, dan pengetahuan siswa kurang berkembang. Bukti dari pernyataan di atas dapat dilihat dari hasil wawancara yang peneliti lakukan pada hari Selasa tanggal 08 Januari 2013, bahwa siswa banyak mengalami kesulitan pada materi perkembangan teknologi dan permasalahan dengan keaktifan siswa yang kurang. Hal tersebut diperkuat dengan adanya observasi pertama yang dilakukan oleh peneliti pada hari Jumat tanggal 11 Januari 2013. Dari observasi tersebut didapatkan tingkat keaktifan dari 15 siswa adalah 23,6. Pada observasi yang kedua pada hari Jumat, 7 Februari 2013 diperoleh bahwa dari 15 siswa tingkat keaktifan siswa sebanyak adalah 33,7. Hasil dari observasi-observasi yang dilakukan dapat dilihat bahwa keaktifan siswa dalam pelajaran IPS 28,65. Hal ini membuktikan bahwa keaktifan belajar siswa masih rendah. Prestasi belajar juga mengalami permasalahan dalam lapangan, hasil belajar pada materi perkembangan teknologi mata pelajaran IPS masih lebih rendah dibanding materi lain dan mata pelajaran lainnya. Hal ini dikarenakan siswa kurang tertarik dengan materi tersebut, metode yang digunakan kurang variatif, dan media pembelajaran yang kurang informatif. Selain hal itu, kejenuhan para siswa disebabkan oleh cara pengajaran guru yang cenderung mentransfer ilmu dari buku kepada siswa. Oleh sebab itu, metode pembelajaran seperti ini mengakibatkan siswa hanya sekedar menghafal apa yang mereka pelajari dari seorang guru, pada saat siswa diberi pertanyaan keluar dari bahan buku pelajaran mereka tidak bisa menjawab. Bertitik tolak pada hal tersebut, hal-hal yang lebih diperlukan dalam pembelajaaran adalah pemahaman yang dapat bermakna bagi diri siswa tidak hanya menghafal. Hal ini tampak dalam wawancara yang peneliti lakukan pada hari Sabtu, 22 Desember 2013. Data prestasi belajar IPS dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa dua tahun terakhir. Pada tahun ajaran 20102011 Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang digunakan 65, nilai rata-rata kelas masih rendah yaitu 69,81 dan didapatkan nilai belajar siswa yang mencapai KKM yaitu 8 siswa 56,25. Pada tahun ajaran 20112012 KKM yang digunakan 66, nilai rata-rata kelas masih rendah yaitu 68 dan siswa yang mencapai yaitu 5 siswa 50. Dari data di atas diperoleh rata-rata prestasi pembelajaran IPS adalah 68,91 dan persentase siswa yang mencapai KKM adalah 53,125. Hal ini membuktikan bahwa prestasi belajar siswa masih rendah. Permasalahan tersebut dapat diatasi menggunakan metode pembelajaran yang efektif. Salah satu metode untuk meningkatkan prestasi belajar dan keaktifan belajar adalah metode role play. Role play dapat membuktikan diri sebagai suatu media pendidikan yang ampuh, di mana saja terdapat peran-peran yang dapat didefinisikan dengan jelas, yang memiliki interaksi yang mungkin dieksplorasi dalam keadaan yang bersifat simulasi Zaini, 2008: 99. Sedangkan tujuan pendidikan yang mendasari metode ini menurut Hamalik 2007: 212 adalah: 1 untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui partisipasi belajar aktif berlawanan dengan partisipasi pasif; 2 untuk menciptakan interaksi sosial yang positif guna memperbaiki hubungan sosial dalam kelas. Menurut Hamalik 2007: 212, metode role play juga dilandasi teori John Dewey, yakni prinsip belajar sambil berbuat learning by doing, di mana prinsip ini berdasarkan asumsi bahwa siswa yang terlibat aktif dapat memperoleh lebih banyak pengalaman daripada mereka yang hanya melihat materi. Melalui role play diharapkan siswa akan aktif dan mendapat pengetahuan yang bermakna sehingga prestasi belajar siswa juga meningkat. Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi, peneliti menyimpulkan bahwa masalah yang dihadapi di SD Negeri Daratan ada pada materi perkembangan teknologi kelas IV semester 2. Maka peneliti akan melakukan penelitian tentang peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPS menggunakan metode role play siswa kelas IV SD Negeri Daratan tahun ajaran 20122013.

B. Pembatasan Masalah