97
6.7 Gambaran Stunting dan Hubungannya dengan Status Motorik Kasar dan
Halus
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu,
dan dapat diartikan pula sebagai keadaan tubuh berupa hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang msuk ke dalam tubuh dan juga perwujudan
manfaatnya. Penilaian status gizi secara langsung yaitu antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi Supariasa, 2002.
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu Supariasa, 2002. Menurut Gibson 2005
stunting merupakan hasil dari jangka panjang pada ketidakcukupan asupan makanan, kualitas diet yang buruk, angka kematian yang meningkat atau
kombinasi dari ketiganya. Dari hasil penelitian pada anak usia 3-6 tahun menunjukkan bahwa
paling banyak responden yang memiliki status gizi pendek stunting yaitu 49 orang 57.6 dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki status gizi
pendek stunting yaitu 36 orang 42.4.
98
Hal ini sejalan dengan penelitian Muljati, dkk 2010 bahwa prevalensi stunting masih tinggi dimana angka kejadian stunting pada anak usia 3-6 tahun
di DKI Jakarta adalah sebesar 27,4. Dari hasil uji Chi-square, didapatkan bahwa stunting secara signifikan
berhubungan dengan status motorik halus dan kasar pada siswa PAUD wilayah binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama tahun 2014 Pvalue 0,000. Hal
tersebut dapat terjadi karena siswa dengan status motorik halus dan kasar yang terganggu cenderung karena stunting yang disebabkan oleh keadaan gizi masa
lalu sehingga dapat mempengaruhi status motorik halus. Stunting adalah akibat dari ketidakcukupan asupan makanan dalam jangka waktu yang lama, kualitas
asupan makanan yang buruk, meningkatnya angka kematian atau kombinasi dari ketiganya Gibson, 2005. Hal ini terbukti dari banyaknya responden yang
memiliki asupan energi kurang yaitu 54 orang 63,5, asupan protein kurang yaitu 51 orang 60, asupan zat besi cukup yaitu 52 orang 61,2 dan asupan
zat seng kurang yaitu 45 orang 52,9 dari 85 responden. Status motorik berkaitan dengan status
gizi lampau dimana ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal
merupakan keadaan malnutrisi kronik juga berkaitan dengan perkembangan otak anak yang disebabkan oleh adanya keterlambatan kematangan sel-sel saraf
terutama di bagian cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik sehingga koordinasi sel saraf dengan otot menjadi kurang baik Georgieff, 2001.
Hal ini terbukti dari hasil analisis statistik didapatkan bahwa 49 siswa yang stunting memiliki status motorik halus terganggu dan didapatkan bahwa 30,6
99
siswa yang tidak stunting sebanyak 15 anak 30.6 memiliki status motorik kasar normal.
Hal ini sejalan dengan penelitian Kartika, dkk 2011 didapatkan anak usia 3-5 tahun mengalami perkembangan motorik kasar lebih rendah pada anak yang
mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang tidak stunting, dimana anak yang mengalami stunting mempunyai risiko 6 kali lebih besar mengalami
gangguan perkembangan motorik kasar dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
stunting dengan perkembangan motorik kasar pada anak usia 3-5 tahun. Hal yang serupa juga dibuktikan pada penelitian Olney et al 2007 bahwa anak di daerah
Zanzibari, Afrika Timur yang stunting memiliki skor Total Motor Activity TMA atau jumlah aktivitas motorik lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lama
dalam melakukan gerakan-gerakan perpindahan. Disimpulkan bahwa kondisi stunting pada siswa PAUD wilayah binaan
puskesmas kecamatan Kebayoran Lama merupakan masalah gizi yang serius terdapat 36 orang 42,4 jika dibandingkan Rencana Strategi Kementerian
Kesehatan tahun 2010-2014 yaitu target menurunnya prevalensi anak yang pendek stunting adalah kurang dari 32 dan dari hasil uji bivariat menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara stunting dengan status motorik kasar p=0,00 p0,05 dan dengan status motorik halus p=0,00 p0,05. Oleh karena
itu dari pihak PAUD wilayah binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama menyediakan alat ukur tinggi badan dan orang tua atau pengasuh sebaiknya rutin
100
mengukur tinggi badan anak yaitu setiap satu bulan sekali dan diarsipkan dalam buku perkembangan siswa.
6.8 Gambaran Stimulasi Psikososial dan Hubungannya dengan Status Motorik
Kasar dan Halus
Menurut Soetjiningsih 2002 stimulasi adalah sebuah rangsangan dari luar atau dari lingkungan yang merupakan hal penting dalam tumbuh kembang
anak. Anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapatkan
stimulasi. Dan psikososial menurut Supartini 2002 adalah peristiwa-peristiwa sosial atau psikologis yang datang dari lingkungan luar diri seseorang atau anak
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka dapat disimpulkan bahwa stimulasi psikososial adalah rangsangan dari peristiwa-
peristiwa sosial atau psikologis yang datang dari lingkungan luar diri seseorang atau anak yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dari hasil penelitian pada anak usia 3-6 tahun menunjukkan bahwa diketahui lebih banyak responden yang menerima stimulasi psikososial cukup
yaitu 58 orang 52,9 dibandingkan dengan responden yang menerima stimulasi psikososial baik yaitu 8 orang 9,4 dan responden yang menerima stimulasi
psikososial kurang yaitu 19 orang 22,4. Hal ini sejalan dengan penelitian Salimar, dkk 2009 bahwa anak usia 3-6
tahun pada keluarga miskin di kabupaten Bogor yang kurang menerima stimulasi psikososial dari orang tua sebesar 49,3, cukup sebesar 26 dan baik sebesar
24,7 dengan menggunakan kuesioner HOME Inventory.