maupun psikis. Adopsi illegal terkadang hanya bertujuan untuk menguntungkan sepihak saja dan bahkan tidak jarang terjadi diskriminasi terhadap anak
e. Perdagangan anak.
Perdagangan anak merupakan perekrutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi di dalam atau antar Negara yang
mencakup tidak hanya pada prostitusi anak, pornografi anak dan bentuk lain eksploitasi seksual, pekerja anak, kerja paksa atau pelayanan, perbudakana ataupun praktek lain
yang menyerupai perbudakan, penghambaan atau penjualan organ tubuh, penggunaan aktivitas terlarang dan keikutsertaan dalam konflik bersenjata. Ancaman ini menjadi
sangat serius karena pelaku perdagangan anak melihat bahwa anak korban bencana menjadi sasaran empuk bagi mereka dengan janji-janji akan disekolahkan, akan dirawat
membuat orang akan terpedaya sehingga tanpa sadar mereka sudah terjerat dalam kasus perdagangan anak Yayasan KKSP-Pusat Pendidikan Informasi dan Hak Anak, 2011:
15-16.
2.1.6 Konvensi Hak Anak
Konsep tentang perlindungan anak pertama kali dicetuskan pasca berakhirnya perang dunia ke-1 yang merupakan respon dari berbagai penderitaan yang kebanyakan dialami oleh
kaum perempuan dan anak akibat peperangan. Pada saat itu beberapa aktivis perempuan menggelar aksi untuk meminta perhatian dunia agar peduli akan nasib perempuan dan anak-
anak yang menjadi korban perang. Pada tahun 1923 seorang aktivis perempuan berkebangsaan Inggris bernama Eglantyne Jebb merumuskan dan menyuarakan 10 Hak Dasar
yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh Anak yaitu: a.
Hak untuk memiliki Nama identitas b.
Hak Mendapatkan makanan asupan gizi yang layak
Universitas Sumatera Utara
c. Hak Bermain
d. Hak Rekreasi
e. Hak Kebangsaan
f. Hak Mendapat Persamaan non diskriminasi
g. Hak Perlindungan
h. Hak Pendidikan
i. Hak Kesehatan
j. Hak untuk Berperan Dalam pembangunan.
Pada tahun 1924 kesepuluh Hak Dasar Anak tersebut dideklarasikan dan diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa yang dikenal dengan Deklarasi Jenewa.
Setelah berakhirnya Perang Dunia II tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB mengadopsi Universal Declaration of Human
Rights atau Deklarasi Universal mengenai HAM DUHAM. Peristiwa yang diperingati setiap tahun sebagai Hari Hak Azasi Manusia HAM sedunia tersebut menandai
perkembangan penting dalam sejarah HAM. Beberapa hal yang menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup pula dalam deklarasi ini. Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali
mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak sekaligus merupakan deklarasi internasional kedua di bidang hak khusus bagi anak-anak. Selanjutnya perhatian dunia terhadap eksistensi
bidang hak ini semakin berkembang. Tahun 1979 bertepatan dengan saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional,
Pemerintah Polandia mengajukan usul disusunnya perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan bersifat
mengikat secara yuridis. Inilah awal mula dibentuknya Konvensi Hak Anak. Tahun 1989 rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga tanggal 20 November
naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB. Rancangan
Universitas Sumatera Utara
inilah yang hingga saat ini dikenal sebagai Konvensi Hak Anak KHA. Pada 2 September 1990 KHA mulai diberlakukan sebagai hukum internasional. Indonesia meratifikasi KHA
pada 25 September 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Konvensi Hak Anak memberikan definisi bahwa ”Anak” adalah manusia yang
berumur di bawah 18 tahun dan memiliki hak-hak yang harus di penuhi seperti hak untuk hidup, hak tumbuh berkembang, perlindungan dan partisipasi. Hak-hak tersebut tidak dapat
diabaikan dan semestinya harus dipenuhi oleh lingkungan dimana anak berdomisili dan berinteraksi sebagai mahluk sosial. Konvensi Hak Anak lahir dari sebuah kesadaran bahwa
sesuai kodratnya anak adalah rentan, lugu, belum dapat mandiri oleh sebab itu anak membutuhkan perawatan dan perlindungan yang khusus dari orang dewasa agar fisik dan
mentalnya dapat bertumbuh dengan baik. Tujuan Konvensi Hak Anak adalah agar anak sebagai individu mampu memainkan peranan yang konstruktif dalam masyarakat. Hal ini di
tegaskan dalam mukadimah KHA paragraf ke-7 yaitu : ”.....anak harus sepenuhnya di persiapakan untuk menjalani kehidupannya baik
sebagai pribadi yang utuh maupun masyarakat”.
2.2 Bencana 2.2.1 Pengertian Bencana