model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures CUPs lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
D. Pembahasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan sebanyak 9 kali pertemuan dengan rincian 8 kali pertemuan untuk memberikan perlakuan dan 1 kali pertemuan untuk post test.
Peneliti menggunakan dua kelas yang dijadikan sebagai sampel penelitian yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang ditetapkan sebelum awal
penelitian dilakukan. Pada kelompok eksperimen, setiap pertemuan masing-masing siswa
diberikan Lembar kerja Siswa LKS yang didalamnya memuat masalah yang harus diselesaikan oleh setiap siswa sebelum akhirnya mereka mengerjakan
permasalahan tersebut secara berkelompok, setiap siswa dituntut untuk bisa membuat kesimpulan dari apa yang telah dipelajari.
Ketika hari pertama kelas eksperimen melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran Conceptual Understanding Prosedures CUPs, sebagian
besar siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan, ketika mengerjakan LKS sebagian besar siswa masih tampak bingung dengan masalah-
masalah yang dihadapi, mereka terlihat kesulitan dalam mengerjakan soal yang berisi soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematika, ketika bergabung
dengan kelompok pun mereka terlihat tidak mau bekerja sama, banyak diantara mereka yang tidak mau berkelompok dengan kelompok yang telah ditetapkan
sebelumnya, ada pula bebarapa siswa yang tidak ikut serta dalam kerja sama untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam LKS.
Pada pertemuan kedua siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan namun sebagian kelompok sudah mulai mau bekerja sama dan
terlihat lebih aktif dari pertemuan sebelumnya, tetapi pada pertemuan ketiga sampai ke delapan siswa sudah terlihat terbiasa dengan model pembelajaran yang
diterapkan, tampak sebagian besar dari mereka mulai aktif dalam proses pembelajaran, mereka juga mulai terbiasa dalam membuat kesimpulan dari apa
yang telah dipelajari, dan mereka mulai antusias dalam menyelesaikan soal yang ada dalam LKS yang memuat soal-soal pemecahan masalah. Walaupun masih ada
beberapa siswa yang belum bisa menyelesaikan permasalahan soal yang diberikan.
Proses pembelajaran pada kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional, siswa terlihat pasif dan hanya
mendengarkan penjelasan dari guru, siswa yang berani bertanya dan menjawab pertanyaan yang disampaikan guru pun hanya sedikit. Dalam proses pembelajaran
kelas kontrol guru menjelaskan materi yang pembelajaran, memberikan contoh- contoh soal mengenai bangun datar segiempat, guru memberikan sesi tanya jawab
antara guru dan siswa, selanjutnya siswa diminta untuk mengerjakan LKS yang disediakan oleh sekolah. Dalam pengerjaan LKS banyak diantara siswa yang
kesulitan dalam mengerjakan soal-soal latihan. Diantara siswa hanya sedikit yang mau bertanya jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal. Siswa terlihat
sangat pasif selama proses pembelajaran. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemahaman siswa dalam materi pembelajaran yang disampaikan sehingga siswa
kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi bangun datar segiempat ini.
Tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dilakukan pada akhir pembelajaran. Soal tes yang diberikan sebanyak 8 soal berupa tes
uraian. Dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diukur peneliti, setiap soal memuat tiga tahapan
kemampuan pemecahan masalah matematika tersebut, yaitu:
a. Memahami Masalah
Nilai yang diperoleh siswa dari soal post test untuk tahapan memahami masalah pada kelompok eksperimen sebesar 70,28 dan kelas kontrol sebesar
62,91. Sedangkan skor rata-rata yang diperoleh siswa untuk tahapan memahami masalah pada kelas eksperimen adalah 25,90 dan kelas kontrol 22,65. Sehingga
dapat dikatakan bahwa tahapan memahami masalah siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada siswa kelompok kontrol.