Kontrol Hormonal pada Sistem Reproduksi Wanita Air Susu Ibu ASI

300 Biologi Kelas XI Kemudian, satu ootid yang dihasilkan tersebut berkembang menjadi sel telur ovum yang matang. Sementara itu, badan kutub hancur atau palosit mengalami kematian. Perhatikan Gambar 10.8. Supaya oosit dalam oogonium tumbuh dengan baik, pada per- mukaannya diselubungi oleh lapisan yang disebut folikel. Di dalam folikel terdapat cairan yang memberikan makanan untuk perkembang- an oosit. Folikel ini akan terus berubah hingga masa ovulasi. Awalnya oosit primer diselubungi oleh folikel primer. Selanjutnya, folikel primer berubah menjadi folikel sekunder yang membungkus oosit sekunder fase meiosis I. Setelah itu, folikel sekunder berubah menjadi folikel tersier hingga folikel de Graff folikel matang. Folikel de Graff terben- tuk saat masa ovulasi. Kemudian, oosit sekunder lepas dari folikel, dan segera folikel menjadi korpus luteum. Korpus luteum akan menjadi korpus albikan, jika sel telur tidak ada yang membuahi.

3. Kontrol Hormonal pada Sistem Reproduksi Wanita

Berjalannya sistem reproduksi wanita tidak terjadi dengan sen - dirinya, namun dipengaruhi oleh beberapa hormon. Hipotalamus akan menyekresikan hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin merangsang kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon FSH. Hormon FSH merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel di dalam ovarium. Perhatikan Gambar 10.9. Pematangan folikel ini merangsang kelenjar ovarium mensekre- sikan hormon estrogen. Hormon estrogen berfungsi membantu pem- bentukan kelamin sekunder seperti tumbuhnya payudara, panggul membesar, dan ciri lainnya. Selain itu, estrogen juga membantu per- tumbuhan lapisan endometrium pada dinding ovarium. Pertumbuhan endometrium memberikan tanda pada kelenjar pituitari agar meng- hentikan sekresi hormon FSH dan berganti dengan sekresi hormon LH. Oleh stimulasi hormon LH, folikel yang sudah matang pecah men- jadi korpus luteum. Saat seperti ini, ovum akan keluar dari folikel dan ovarium menuju uterus terjadi ovulasi. Korpus luteum yang terben- tuk segera menyekresikan hormon progesteron. Progesteron berfungsi menjaga pertumbuhan endometrium seperti pembesaran pembuluh darah dan pertumbuhan kelenjar endometrium yang menyekresikan cairan bernutrisi. Apabila ovum pada uterus tidak dibuahi, hormon estrogen akan berhenti. Berikutnya, sekresi hormon LH oleh kelenjar pituitari juga berhenti. Akibatnya, korpus luteum tidak bisa melangsungkan sekre- si hormon progesteron. Oleh karena hormon progesteron tidak ada, dinding rahim sedikit demi sedikit meluruh bersama darah. Darah ini akan keluar dari tubuh dan kita biasa menamakannya dengan siklus menstruasi. Nah, bahasan ini lebih jelas lagi bila kalian perhatikan uraian berikutnya. Hipotalamus GnRH Folikel LH FSH Oosit Estrogen Progesteron Korpus luteum Gambar 10.9 Kontrol hormonal pada reproduksi wanita Dok. PIM Sistem Reproduksi Manusia 301

4. Siklus Menstruasi

Saat seorang wanita masih subur, siklus menstruasi merupakan suatu hal yang wajar. Siklus ini berlangsung kira-kira 28 hari pada setiap bulan. Kemungkinan antara satu wanita dengan wanita yang lain mem- punyai lama siklus yang berbeda. Pada wanita, siklus menstruasi melalui empat fase, yakni fase menstruasi, fase praovulasi, fase ovulasi, dan fase pascaovulasi. Kalian dapat pula melihat siklus menstruasi pada Gambar 10.10.

a. Fase Menstruasi

Pada fase menstruasi, hormon yang berperan ialah hormon estrogen dan progesteron. Sekitar lima hari pertama menstruasi, kedua hormon tersebut mengalami reduksi. Akibatnya, sel telur yang berada dalam lapisan endometrium pada uterus dilepas bersamaan dengan robeknya endometrium melalui pendarahan. Hasilnya, dinding uterus berubah menjadi sangat tipis.

b. Fase Praovulasi

Mulai hari kelima sampai ke empat belas, fase praovulasi dimulai. Pada fase ini, hormon yang berperan yakni hormon FSH dan hormon LH. Kedua hormon tersebut menstimulasi sel-sel folikel untuk meng- hasilkan hormon estrogen dan progesteron. Adanya rangsangan hormon tipis. l i 2 Estrogen Ovulation Korpus luteum dibentuk Korpus luteum melunak 4 Progesteron Perkembangan folikel Folike de Graff 1 FSH 2 LH Kelenjar pituitari anterior Lapisan endometrium terpelihara dan siap dilakukan implantasi Menstruasi Lapisan endometrium menebal kembali Lapisan endometrium tumbuh dan menebal Se l am a p e rio de ini , s p e rm a da lam v a gin a da p at meny e ba bk a n f e rt i lis a i Gambar 10.10 Siklus menstruasi pada wanita Dok. PIM 302 Biologi Kelas XI estrogen dan progesteron membuat lapisan endometrium yang luruh terbentuk kembali.

c. Fase Ovulasi

Setelah fase praovulasi, selanjutnya ialah fase ovulasi. Fase ovulasi terjadi sekitar hari keempat belas dari total keseluruhan waktu siklus menstruasi terjadi kurang lebih 28 hari. Pada fase ini, sekresi hor- mon estrogen sangat banyak. Oleh karenanya, sekresi hormon FSH mulai menurun dan digantikan dengan sekresi hormon LH. Adanya stimulasi hormon LH pada folikel menjadikan folikel semakin matang. Pematangan folikel menyebabkan sel telur keluar dari folikel. Peristiwa ini dinamakan ovulasi.

d. Fase Pascaovulasi

Berikutnya, setelah fase praovulasi adalah fase pascaovulasi yang berlangsung pada hari kelima belas hingga hari kedua puluh delapan. Pada fase ini, folikel yang pecah berubah menjadi badan padat berwar- na kuning yang disebut korpus luteum. Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Bersama hormon estrogen, hormon progesteron ini berperan dalam memelihara pertumbuhan endometrium sehingga siap untuk penanaman embrio. Namun demikian, apabila sel telur pada uterus tidak dibuahi, korpus luteum mengalami degenerasi menjadi korpus albikan. Aki- batnya, sekresi hormon estrogen dan progesteron semakin menurun dan sebaliknya sekresi hormon FSH dan LH naik kembali. Karena darah tidak mengandung hormon estrogen dan hormon progesteron, endometrium tidak bisa bertahan dan luruh bersama darah. Ini menun- jukkan fase pascaovulasi berganti menjadi fase menstruasi. Setelah mengetahui siklus menstruasi, sekarang ikutilah rubrik Diskusi berikut.

5. Fertilisasi, Gestasi Kehamilan dan Persalinan

Selain mengalami siklus menstruasi, sistem reproduksi wanita dapat pula mengalami fertilisasi, gestasi kehamilan, dan persalinan. Ulasan berikut akan menjelaskannya.

a. Fertilisasi

Fertilisasi merupakan proses terjadinya pembuahan sel telur oleh sel sperma dan ditandai dengan bergabungnya inti kedua sel kelamin tersebut. Proses fertilisasi berlangsung di dalam oviduk. Galeri Menepous Menepous merupakan keadaan terkait berhentinya masa ovulasi dan menstruasi seorang perempuan. Biasanya terjadi pada perempuan usia 40 tahun ke atas. Ovarium sudah tidak responsif lagi terhadap hormon gonadotropin FSH dan LH. Akibatnya, produksi estrogen dari ovarium menurun. Campbell, Reece, Mitchell, Biologi 3, 2004, hlm. 164 Bersama kelompok kalian, coba lakukan diskusi terkait siklus menstruasi dan dampaknya pada diri seorang wanita. Apakah menyehatkan atau justru membuat diri sakit? Bagaimana cara yang tepat menjaga kes- ehatan dan kebersihan selama menstruasi. Presentasikan hasilnya di depan kelompok lainnya. D i s k u s i Sistem Reproduksi Manusia 303 Sebelum terjadi fertilisasi, pada permulaannya terlebih dahulu terjadi proses yang dinamakan kopulasi atau persetubuhan. Adanya kopulasi menjadikan sperma yang bercampur dengan air mani semen masuk ke dalam saluran reproduksi wanita vagina. Oleh enzim proteolitik, sperma yang berada dalam vagina terlihat sangat motil. Kemudian, sper- ma tersebut bergerak menuju uterus hingga oviduk tuba allopi melalui pergerakan ekornya. Di bagian atas oviduklah fertilisasi terjadi. Agar sel telur dapat dibuahi oleh sperma, sperma mengeluarkan enzim hialuronidase dan enzim proteinase. Oleh kedua enzim tersebut, sel telur dapat ditem- bus oleh sperma. Proses penembusan sel telur memerlukan waktu tertentu. Sebabnya, sel sperma harus menembus tiga lapisan sel telur yang bertu- rut-turut adalah korona radiata, zona pelusida, dan membran plasma. Setelah sel telur dibuahi oleh satu sel sperma, segera sel telur mengeluarkan senyawa tertentu menuju zona pelusida. Senyawa tersebut berfungsi untuk melidungi sel telur supaya tidak tertembus kembali oleh sperma lainnya. Untuk mencermati proses terjadinya fertilisasi, lihat Gambar 10.11 Sperma bersifat haploid n = 23 kromosom dan sel telur juga bersifat haploid n = 23 kromosom. Akibatnya, pembuahan sperma pada sel telur akan menghasilkan sebuah zigot yang bersifat diploid 2n = 23 pasang kromosom. Berikutnya, zigot bergerak menuju uterus melalui oviduk dan sembari membelah secara mitosis. Pada saat ini juga zigot sudah mulai berkembang menjadi embrio. Pembelahan zigot menghasilkan sel-sel yang bentuknya sama dan fasenya dinamakan morula. Pembelahan morula menghasilkan blas- tosit dan fasenya dinamakan blastula. Kurang lebih lima hari setelah fertilisasi, blastosit menempel pada endometrium dan prosesnya dina- makan implantasi. Implantasi ini dapat menyebabkan kehamilan. Per- hatikan Gambar 10.12. Korona radiata Membran plasma Zona pelusida Akrosom Inti sperma Zigot Inti sel telur Gambar 10.11 Fertilisasi sel telur oleh sperma Uterus Oviduk Oosit sekunder Ovulasi Fertilisasi Pembelahan mulai Pembelahan terus berlangsung Blastosit terimplantasi Endometrium Ovarium 2 3 1 4 Massa sel bagian dalam Endometrium Gambar 10.12 Proses fertilisasi hingga implantasi embrio 304 Biologi Kelas XI

b. Gestasi atau Kehamilan

Kehamilan terjadi apabila implantasi blastosit dapat dilakukan dengan sukses. Proses kehamilan pada manusia berlangsung kira-kira 266 hari atau 38 bulan. Awalnya, blastosit terbagi menjadi tiga bagian, antara lain tropo blas sel-sel terluar, embrioblas sel-sel bagian dalam, dan blastocoel rongga yang berisi cairan. Tropoblas merupakan sel-sel terluar dari blastosit yang mengeluarkan enzim proteolitik sehingga mampu terjadi implantasi pada endometrium. Sementara, embrioblas merupakan sel-sel bagian dalam blastosit yang terdapat bintik benih sebagai hasil pembelah an selnya. Antara tropoblas dan bintik benih dipisahkan oleh bagian berisi cairan yang disebut selom. Fase blastula akan segera berlanjut menuju fase gasterula. Pada fase ini, bintik benih tumbuh dan membelah menjadi lapisan yang ber- beda. Lapisan tersebut yakni lapisan luar ektoderma, lapisan tengah mesoderma, dan lapisan dalam endoderma. Kemudian, masing- masing lapisan tersebut akan berkembang menjadi organ-organ yang dimiliki embrio atau mengalami organogenesis. Ektoderma mengalami perkembangan menjadi kulit, hidung, mata, dan sistem saraf. Mesoderma membentuk tulang, peritoneum otot, pem- buluh darah, jantung, ginjal, limpa, kelenjar kelamin dan jaringan ikat. Sedang kan endoderma menjadi organ-organ yang terkait sistem pencernaan dan sistem pernapasan. Setelah minggu kedelapan, embrio membentuk berbagai organ terse- but dengan pesat. Embrionya dinamakan sebagai janin atau fetus. Selain itu, pada sisi luar tropoblas terdapat bagian yang membentuk membran ekstraembrionik. Terlebih dahulu kita ikuti bahasannya berikut. Membran ekstraembrionik berfungsi sebagai pelindung embrio dari berbagai tekanan yang berasal dari luar. Selain itu, membran ini juga berfungsi memberi makanan bagi embrio. Dengan kata lain, semua fungsi yang menyokong kelangsungan hid- up embrio dilakukan semua oleh membran ini. Membran ekstraembrionik yang dimaksud adalah kantung kuning telur, amnion, korion, dan alantois. Lihat Gambar 10.13. 1 Kantung Kuning Telur Kantung kuning telur atau sakus vitelinus merupakan sebuah membran yang terbentuk dari perluasan lapisan endoderma. Di dalamnya pembuluh darah dan sel darah merah terbentuk pertama kali. Oleh karena itu, pada tahapan selanjutnya kantung ini berhubungan dengan tali pusar. Karion Amnion Embrio Alantois Tali pusar Sakus vitelinus Plasenta fetus Plasenta ibu Gambar 10.13 Membran ekstraembrionik Endometrium dinding uterus Massa sel bagian dalam Trofoblas Blastosel Darah trofoblas yang sedang mengembang Epiblas Hipoblas Trofoblas Pembuluh darah maternal Darah trofoblas yang sedang mengembang Rongga amnion Hipoblas Korion dari trofoblas Kantung kuning telur dari hipoblas Sel-sel mesoderm ekstra- embrionik dari epiblas Amnion Karion Ektoderm Mesoderm Endoderm Milik proper embrio dari epiblas Kantung kuning telur Mesoderm ekstraembrionik Alantois Pembentukan lapisan sel Implantasi blastosista Blastosista Embrio berlapis tiga dengan empat membran ekstraembrionik 1 2 3 4 Gambar 10.14 Perkembangan awal embrio manusia dan membran ekstraembrionik Sistem Reproduksi Manusia 305 2 Amnion Amnion merupakan membran yang ber fungsi sebagai pelindung embrio baik dari gesekan ataupun tekanan. Selain itu, amnion juga berperan dalam proses pengaturan suhu tubuh embrio. Di dalam amnion terdapat ruangan yang berisi cairan amnion. Kita biasa menyebut cairan amnion sebagai ketuban. 3 Korion Karion merupakan membran yang berasal dari perluasan ektoderma dan mesoderma tropoblas. Korion memiliki bagian yang berbentuk jonjot–jonjot atau vili korion. Di dalam vili korion terdapat pembuluh darah embrio yang berhubungan secara langsung dengan pembuluh darah ibu dalam endometrium. Fungsi vili korion adalah sebagai tempat masuk dan keluarnya makanan dan oksigen dari ibu ke embrio. Korion adalah cikal bakal plasenta. Lihat Gambar 10.15. Nantinya, plasenta berfungsi sebagai pemberi nutrisi makanan bersama darah bagi perkembangan dan pertumbuhan embrio. 4 Alantois Alantois merupakan membran yang mem bentuk tali pusar atau ari-ari. Adanya tali pusar menjadikan plasenta pada lapisan endometrium terhubung dengan embrio. Bagi embrio, alantois dapat menyalurkan berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu lewat pembuluh darah. Sebaliknya, alantois juga berguna sebagai saluran pengeluaran sisa metabolisme embrio. Sementara itu, perkembangan embrio dari awal kehamilan hingga siap keluar dari rahim ibu dapat kalian lihat pada Gambar 10.16 berikut. Plasenta Tali pusar Dua bulan - semua bagian-bagian utama tubuh terbentuk dan bayi sekarang disebut fetus Tiga bulan - ranbut pertama tumbuh pada kulit Lima bulan - tangan dan jari dapat menggenggam pusar Tujuh bulan - kelopak mata terbuka, tubuh bayi ramping dan kulitnya berkerut Sembilan bulan - bayi telah “berbalik” dan kepalanya berada di bawah, siap untuk dilahirkan Gambar 10.16 Proses perkembangan bayi dari masa 2 bulan hingga 9 bulan Vena tali pusat Pembuluh tali pusat Korion Vili korion Darah kaya oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, dan lain-lain dari ibu Darah kaya urae dan karbondioksida bergerak menuju jantung ibu Pembuluh uterus Pembuluh vena uterus Darah kaya oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, dan lain-lain bergerak menuju fetus Darah kaya urea dan karbondioksida bergerak dari fetus Gambar 10.15 Plasenta dan bagian-bagiannya 306 Biologi Kelas XI

c. Persalinan

Setelah embrio tumbuh dan berkembang menjadi bayi yang sempurna, proses dilanjutkan dengan persalinan. Persalinan atau kelahiran terjadi akibat serangkaian kontraksi uterus yang kuat dan berirama. Prosesnya terjadi dalam tiga tahap. Pertama, dimulai dengan pembukaan dan pemipihan serviks leher rahim, kemudian dilanjut- kan de ngan dilatasi sempurna. Tahap kedua, yakni ekspulsi atau pengeluar- an bayi. Adanya kontraksi yang kuat dan terus- menerus mengakibatkan bayi mulai turun dari uterus menuju vagina. Tahapan terakhir adalah keluarnya bayi yang berplasenta. Plasenta bayi ini akan dipotong dan dijepit sehingga menjadi pusar. Lihat Gambar 10.17. Ada beberapa hormon yang berperan pada proses kelahiran bayi. Hormon tersebut meliputi hormon relaksin, estrogen, prostaglandin, dan oksitosin. Hormon relaksin diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta. Fungsi hormon ini adalah melunakkan serviks dan melonggarkan tulang panggul saat terjadi kelahiran. Hormon estrogen dihasilkan oleh plasenta dengan fungsi menurunkan jumlah hormon progesteron se- hingga kontraksi dinding rahim bisa berlangsung. Hormon prostaglandin dihasilkan oleh membran ekstraembrionik dengan fungsi meningkatkan kontraksi dinding rahim. Sedangkan hormon oksitosin dihasilkan oleh kelenjar hipofi sis ibu dan janin. Fungsinya juga meningkatkan kontraksi dinding rahim.

6. Air Susu Ibu ASI

Setelah bayi dilahirkan, tahap berikutnya yang dilakukan pada bayi adalah laktasi. Laktasi merupakan fase pemeliharaan dan perawatan bayi yang salah satunya memberikan air susu ibu ASI. Pada fase ini, hormon progesteron menurun kadarnya. Penurunan kadar hormon ini mempengaruhi kelenjar pituitari anterior menyekresikan prolaktin. Prolaktin tersebut menstimulasi kelenjar susu untuk memproduksi air susu ibu. Sementara proses pengeluarannya dipengaruhi oleh hormon oksitosin. ASI yang dibentuk pertama kali dinamakan kolostrum. Kolostrum mengandung banyak berbagai zat yang berguna bagi bayi. Misalnya saja, kandungan protein yang lebih tinggi, zat antibodi sebagai pelindung tubuh alami, enzim lipase, zat DHA Docosa Hexanoic Acid dan AA Arachidonic Acid sebagai peningkat kecerdasan otak. Memberikan ASI pada bayi memiliki banyak keuntungan baik bagi bayi maupun ibu yang sedang menyusui. Salah satu keuntung- annya adalah memberikan kedekatan emosional antara ibu dan bayi. Plasenta Tali pusar Uterus Serviks Sisa kantong amnion Plasenta Uterus Tali pusar 1 Dilatasi serviks 2 Tahap pertama kelahiran 3 Ekspulsi: bayi mulai dikeluarkan 1 Pengeluaran plasenta Gambar 10.17 Tahapan kelahiran bayi Tulang rusuk Sel-sel lemak Alveoli Saluran utama Puting Gambar 10.18 Payudara manusia Sistem Reproduksi Manusia 307 Terlebih dahulu buatlah kelompok yang terdiri atas 3 hingga 4 siswa. Setelah itu, berbagilah tugas di antara anggota kelompok untuk mencari informasi mengenai berbagai keuntungan pemberian ASI bagi bayi. Kemudian, cari pula rentang waktu yang paling baik bagi ibu untuk menyusui bayinya. Kalian dapat mencari berbagai informasi ini melalui literatur seperti majalah, koran, internet, atau bisa pula bertanya kepada petugas kesehatan setempat, misalnya di puskesmas atau rumah sakit. Tulis informasi tersebut dalam bentuk laporan. Kemudian, presentasikan laporan tersebut di depan kelompok lainnya. Setelah itu, kumpulkan laporan pada guru kalian. T e l i s i k Selain itu, ibu yang menyusui dapat mengembalikan uterus pasca kela- hiran kembali normal. Kemudian, berat badan ibu yang naik dapat berangsur-angsur berkurang. Nah, bahasan ini akan lebih jelas bila kalian lengkapi dengan mengikuti rubrik Telisik berikut. Sekarang pengetahuan dan pemahaman kalian semakin bertam- bah. Untuk itu, uji pengetahuan dan pemahaman kalian tersebut de- ngan rubrik Uji Kompetensi berikut. C. Gangguan Sistem Reproduksi dan Teknologi Reproduksi pada Manusia Tidak berbeda dengan sistem organ yang lainnya, sistem reproduksi manusia dapat pula mengalami gangguan atau kelainan. Untuk menga- tasi gangguan atau kelainan tersebut, bidang kesehatan telah berusaha mengembangkan berbagai alat dengan sentuhan teknologi mutakhir.

1. Gangguan atau Kelainan pada Sistem Reproduksi Manusia