Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1. Siswa umumnya cukup berminat terhadap matematika, namun belum mampu memecahkan masalah matematika yang lebih kompleks, yang menuntut kemampuan berpikir divergen dan kritis. 2. Siswa juga mengalami masalah dalam melakukan pemecahan masalah, menerapkan dalam konteks lebih luas, dan dalam konteks kehidupan sehari-hari. 4 Selain itu, terdapat 2 assessment utama berskala internasional yang menilai kemampuan matematika dan sains siswa, yaitu PISA Programe for International Student Asessment dan TIMSS The Trends International Mathematics and Science Study. Dimana terdapat beberapa data dari PISA dan TIMSS yang menunjukkan bahwa prestasi matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia masih rendah. Pada survei PISA yang disponsori oleh Negara OECD the Organization for Economic Cooperation and Development tahun 2012 yang menunjukkan kemampuan matematika peserta didik Indonesia berada pada peringkat 64 dari 65 negara dengan skor 375 dari nilai standar rata-rata yang ditetapkan oleh PISA adalah 494. 5 Dimana pada survei tersebut salah satu kemampuan kognitif matematika yang dinilai adalah kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, survei oleh TIMSS The Trends International Mathematics and Science Study yang merupakan rangkaian panjang dari studi yang dilakukan oleh IEA International Association for the Evaluation of Educational Achievement, dimana pada tahun 2011 para peserta didik yang berusia 14 tahun pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-38 dari 45 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 386. TIMSS sendiri memiliki empat tingkatan pada skala sebagai standar Internasional, dimana empat tingkatan untuk mempresentasikan rentang kemampuan peserta didik yang berdasarkan benckmark Internasional, dimana standar mahir 625, standar tinggi 4 I Gusti Putu Sudiarti, Pengembangan Dan Implementasi Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended Untuk Siswa Sekolah Dasar, Bali: Universitas Pendidikan Ganesha, 2006, h.1134. 5 Programme for International Student Assessment, PISA 2012 Results in Focus, Paris : OECD, 2013, h. 5, http:www.oecd.orgpisakeyfindingspisa-2012-results overview.pdf diakses pada 30 oktober 2014 pukul 19:10. 550, standar menengah 475, dan standar rendah 400. Jika Indonesia memperoleh capaian rata-rata 386, maka Indonesia menempatkan kategori level rendah. 6 Dalam TIMSS 2011 assessment framework terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten yang menentukan materi pelajaran dan dimensi kognitif yang menentukan proses berpikir yang digunakan peserta didik dan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pengetahuan knowing, penerapan applying, dan penalaran reasoning. Berdasarkan data TIMSS 2011 persentase yang dicapai peserta didik Indonesia pada domain kognitif bagian penerapan applying yaitu sebesar 23, jika dibandingkan dengan rata-rata Internasional yang mencapai 39 tentulah perolehan presentase Indonesia masih dibawah rata-rata. 7 Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan matematik peserta didik Indonesia dalam menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya pada situasi yang baru atau pada kehidupan nyata masih rendah. Sejalan dengan pendapat Lenchner yang menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah proses penerapan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya kedalam situasi yang baru yang belum dikenal. 8 Berdasarkan data yang diperoleh TIMSS tersebut menggambarkan bahwa materi yang diujikan pada standar internasional masih belum dikuasai dengan baik oleh para siswa. Dari beberapa permasalahan yang telah diuraikan di atas, diketahui pula dari hasil observasi yang telah peneliti lakukan bahwa ketika proses pembelajaran guru menyampaikan konsep-konsep terkait dengan materi yang sedang dipelajari. Gambaran dari proses pembelajaran tersebut tentulah kurang memberi kesempatan bagi para siswa untuk bisa mengeksplorasi kemampuan yang dimilikinya karena siswa hanya dituntut untuk memahami dan mengetahui konsep suatu materi. Selain itu, proses pembelajaran yang terjadi belum optimal memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Hal tersebut diketahui 6 Rosnawati, Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia Pada TIMSS 2011, Yogyakarta: UNY, 2013, h. 1, http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfilespenelitian.Makalah-Semnas- 2013-an-R-Rosnawati-FMIPA-UNY.pdf diakses pada 30 oktober 2014 pukul 19:15. 7 Ibid., h. 2. 8 Sri Wardani, dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Di SD, Jogjakarta:PPPPTK Matematika, 2010, h.15. dari pemaparan guru bidang studi matematika bahwa beliau lebih sering memberikan latihan soal berupa teori dan pemahaman konsep meski terkadang sesekali memberikan soal yang menantang. Tentulah hal tersebut berpengaruh terhadap kemampuan siswa jika siswa menemukan soal non rutin yang dianggapnya sulit, siswa menjadi tidak terlatih untuk menentukan masalah dan merumuskannya, sehingga mereka mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah pada soal latihan tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman disertai dengan perkembangan IPTEK maka perlu kiranya ada perubahan yang lebih baik dalam dunia pendidikan terutama dari segi keberlangsungan proses pembelajaran, diantaranya yaitu mengenai penggunaan metode atau model pembelajaran. Meskipun banyak model pembelajan yang dapat digunakan oleh guru ketika penyampaian materi di dalam kelas, namun untuk memilih model pembelajaran tidak bisa sembarangan, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Pemilihan model pembelajaran yang salah dapat menghambat pencapaian tujuan pembelajaran. Maka dari itu dalam menentukan metode atau model pembelajaran para guru harus berpedoman pada tujuan pembelajaran. Dalam hal ini tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik para siswa. Salah satu alternatif untuk pencapaian tujuan tersebut adalah dengan model pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL. Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL merupakan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Konstruktivis bersifat membangun. 9 Menurut teori ini, satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. 10 Pada penerapan Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL di kelas, siswa memperoleh informasi, 9 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, Jakarta: Kencana Prenada Media Geoup, 2009, Cet.I, h.143. 10 Ibid., h. 145. konsep, dan dapat membangun pemahaman melalui Lembar Kerja Siswa LKS yang dikerjakannya secara berkelompok. Dalam implementasi Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL aktivitas inkuiri terbimbing membantu siswa untuk mengembangkan pemahamannya dengan menerapkan siklus belajar learning cycle. Siklus belajar ini terdiri dari tiga tahap atau tiga fase, yaitu eksplorasi exploration, penemuan konsep atau pembentukan konsep concept invention or concept formation, dan aplikasi application. 11 Tahapan atau fase siklus belajar ini terletak di jantung atau tertanam di tengah dari tahap-tahap pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL. Jadi tahapan atau fase pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL yang pertama adalah orientasi orientation yaitu mempersiapkan para siswa untuk belajar, dengan cara menciptakan minat dan rasa ingin tahu terkait dengan materi yang akan dibahas. Tahap kedua adalah ekspolorasi exploration yaitu pemberian serangkaian pertanyaan yang akan memandunya pada suatu proses untuk mengeksplorasi model, hal tersebut dilakukan para siswa dengan cara mengidentifikasi, menjawab beberapa daftar pertanyaan, dan membuat gambar. Langkah ketiga adalah penemuan konsep atau pembentukan konsep concept invention or concept formation, pada tahap ini siswa menemukan konsep yang diperoleh melalui serangkai pertanyaan yang telah diselesaikan sebelumnya. Tahap keempat adalah aplikasi application pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep yang telah ditemukan pada latihan yang berupa soal pemecahan masalah. Tahap keempat adalah penutup closure, pada tahap ini siswa memvalidasi hasil mereka, merenungkan apa yang telah mereka pelajari, dan melakukan penilaian kinerja terkait dengan kinerja kelompok mereka. 12 Dengan begitu diharapkan kemampuan pemecahan masalah para siswa dapat meningkat dengan penerapan Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL di kelas. 11 Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2012, Cet.I, h.98. 12 David Hanson, Designing Process –Oriented Guided-Inquiry Activities, Stony Brook University : Pacific Creast, 2005, 2 nd ed, h.381. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL Terdadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Rendahnya hasil belajar siswa. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih tergolong rendah yang ditunjukkan dengan kemampuan siswa yang hanya mampu menyelesaikan jenis soal rutin yang telah dicontohkan oleh guru dan masih mengalami kesulitan dengan jenis soal yang sifatnya non rutin. 3. Terlanjur terbentuknya pola pikir atau mind set para siswa yang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Hal tersebut menjadikan siswa enggan untuk lebih mendalami matematika itu sendiri, sehingga nilai yang diperoleh kurang memuaskan. 4. Proses pembelajaran kurang memberikan kesempatan atau memfasilitasi para siswa untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimilikinya. 5. Proses pembelajaran yang terjadi belum optimal memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah yang di ukur adalah: a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan b. Membuat model matematika c. Memilih dan menerapkan strategi d. Menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil 2. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL. Dengan langkah-langkah yaitu: orientasi orientation, ekspolorasi exploration, penemuan konsep concept invention, aplikasi application, dan penutup closure 3. Model pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol adalah model pembelajaran langsung Direct Instruction 4. Materi pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan teorema phytagoras

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL? 2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung Direct Instruction? 3. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL lebih tinggi dari siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung Direct Instruction?

E. Tujuan

1. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL. 2. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung Direct Instruction. 3. Untuk mengetahui perbandingan pengaruh penggunakan model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL dan model pembelajaran langsung Direct Instruction terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Siswa Pembelajaran menggunakan model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan memberikan kesempatan para siswa untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimilikinya. 2. Guru Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran matematika yang dapat diterapkan di dalam kelas. 3. Peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan. Selain itu, peneliti lebih memahami mengenai model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL dan lebih termotivasi untuk lebih berinovasi dan kreatif dalam pemilihan model pembelajaran ketika masuk kedalam dunia pendidikan yang sebenarnya. 11

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritik

Berikut akan dibahas beberapa kajian literatur terkait kemampuan pemecahan masalah matematik dan model Process Oriented Guided Inquiry Learning POGIL. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik a. Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena banyak permasalahan kehidupan sehari-hari yang membutuhkan ilmu matematika. Diantaranya adalah ketika melakukan transaksi jual beli, melakukan kegiatan pengukuran, dan kegiatan lainnya. Selain itu, matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern dan merupakan dasar dari disiplin ilmu lainnya. Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. Hal ini dikarenakan definisi seseorang tentang matematika berbeda-beda, tergantung kepada orang yang mendefinisikannya dan disesuaikan dengan pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Terbukti dengan adanya puluhan definisi matematika yang belum mendapat kesepakatanan diantara para Matematikawan. Kesepakatan pengertian dari matematika tersebut tidak mudah untuk disamakan persepsinya karena banyaknya fungsi dan peranan matematika terhadap disiplin ilmu lainnya. Berikut ini adalah pendapat para ahli mengenai pengertian atau hakekat matematika. Istilah matematika berasal dari bahasa Latin mathematica yang mulanya diambil dari bahasa Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Kata tersebut berakar dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Istilah mathematike berkaitan dengan mathanein yang mengandung arti belajar atau berpikir. Istilah mathematike dan mathematica kemudian diadaptasi dalam berbagai

Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Dengan Model Experiential Learning (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)

1 8 271

Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

4 45 189

Pengaruh model pembelajaran treffinger terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

2 39 0

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATERI PERUBAHAN BENDA

3 41 217

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) MELALUI PENDEKATAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) DENGAN MEDIA KARTU BERPASANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA DAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATERI KOLOID KELAS XI SMA.

1 4 28

PENGARUH MODEL PROCESS ORIENTED GUIDED INQUARY LEARNING (POGIL) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI.

0 5 19

Penerapan Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA.

1 2 46

Pengaruh penerapan model pembelajaran brain-based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

0 1 8

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) BERBANTUAN LKPD YANG TERINTEGRASI PADA NILAI-NILAI KEISLAMAN TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS PESERTA DIDIK - Raden Intan Repository

0 1 112

METODE PENELITIAN - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP NEGERI 3 PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR - Repository UNRAM

0 0 11