Karateristik Siswa Sekolah Dasar

54 dan jajar genjang, bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan romawi, bangun ruang dan bangun datar. Pada penelitian ini, materi yang digunakan adalah bilangan bulat. Fokus penggunaan alat peraga kartu bilangan adalah untuk memperjelas materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

5. Karateristik Siswa Sekolah Dasar

Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6- 12 tahun. Menurut Suharjo 2006:1, pendidikan di sekolah dasar dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tingkat perkembangannya, untuk mempersiapkan mereka melanjutkan ke jenjang berikutnya. Pendidikan di sekolah dasar bertujuan untuk menghasilkan masyarakat Indonesia yang berkualitas. Secara antropologis, anak didik pada hakikatnya sebagai makhluk individual, sosial, dan makhluk susila Suharjo, 2006:35. Sebagai makhluk individual, anak mempunyai karateristik yang unik yang dimilikinya berbeda dengan orang lain. Setiap anak memiliki perbedaan- perbedaan individual baik dari bakat, sifat maupun perkembangannya. Sebagai makhluk sosial, anak memiliki sifat kooperatif dan dapat bekerjasama serta saling tolong menolong dalam interaksinya dengan lingkungannya. Sebagai makhluk susila atau bermoral, anak mampu 55 membedakan hal-hal yang baik dan buruk sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Karateristik anak sekolah dasar dari segi pertumbuhan fisik dan psikologisnya pasti berubah atau mengalami peralihan tingkah laku dari yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan berlangsung terus menerus. Seperti yang dikatakan Angela Aning dalam Suharjo 2006:36, sebagai berikut: a. Kemampuan berfikir anak itu berkembang secara sekuensial dari kongkrit menuju abstrak. b. Anak harus menuju ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak boleh dipaksakan untuk bergerak menuju tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi, misalnya: dalam hal membaca permulaan, mengingat angka, dan belajar konservasi. c. Anak belajar melalui pengalaman-pengalaman langsung, khususnya melalui aktivitas bermain. d. Anak memerlukan pengembangan kemampuan penggunaan bahasa yang dapat digunakan secara efektif di sekolah. e. Perkembangan sosial anak dari egosentris menuju kepada kemampuan untuk berempati dengan yang lain. f. Setiap anak sebagai seorang individu, masing-masing memiliki cara belajar yang unik. Pandangan di atas menunjukkan bahwa kemampuan berfikir anak itu bergerak dari berfikir konkret menuju ke berfikir abstrak. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Piaget Asri Budiningsih, 2002:33, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola-pola pada tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan orang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. 56 Tahap perkembangan ini, menurut Piaget Asri Budiningsih, 2002:34 dibagi menjadi 4 yaitu: a. Tahap sensorimotor umur 0-2 tahun Kemampuan yang dimiliki oleh anak pada tahap ini adalah: 1 Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan obyek di sekitarnya 2 Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara 3 Suka memperhatikan sesuatu lebih lama 4 Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya 5 Memperhatikan obyek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya b. Tahap Preoperasional umur 2 – 78 tahun Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional umur 2 – 4 tahun, anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sederhana. Karateristik tahap ini adalah: 1 Self counter nya sangat menonjol 2 Dapat mengklasifikasikan obyek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok. 3 Tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek-obyek yang berbeda. 4 Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar. 57 5 Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan Tahap intuitif umur 4-7 atau 8 tahun, anak telah memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering diungkapkan dengan kata-kata. Karateristik tahap ini adalah: 1 Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks. 2 Anak dapat melakukan sesuatu hal terhadap ide. 3 Anak mengerti terhadap sejumlah obyek yang teratur dan cara pengelompokannya. c. Tahap operasional konkret umur 7 atau 8-11 tahun atau 12 tahun Pada tahap ini, anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, namun hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpi kir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Pada tahap ini, taraf berfikir anak sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perceptual pasif. Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan. Anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak. d. Tahap operasional formal umur 1112-18 tahun 58 Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan m enggunakan pola pikir “kemungkinan”. Pada tahap ini anak sudah dapat: 1 Bekerja secara efisien dan sistematis. 2 Berpikir secara proporsional. 3 Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Menurut Piaget dalam Pitadjeng 2006:28, perkembangan belajar matematika anak melalui 4 tahap perkembangan yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret, contohnya adalah anak melihat 3 buah jeruk sehingga dapat memahami bilangan 3. Tahap semi konkret, anak sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud, contohnya adalah dengan melihat gambar jeruk anak dapat memahami bilangan 3. Tahap berikutnya adalah semi abstrak, yaitu anak memanipulasi atau melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berfikir abstrak, misalnya adalah anak melihat gambar contohnya 3 noktah, anak dapat memahami bilangan 3. Pada tahap abstrak, anak sudah mampu berfikir secara abstrak dengan melihat lambang simbol atau membaca dan mendengar secara verbal tanpa kaitan dengan objek-objek konkret. Contoh tahap abstrak adalah dengan melihat angka 3 anak sudah mampu melihat angka 3. 59 Berbeda dengan Piaget yang membagi tahap perkembangan anak menjadi 4, Bruner dalam Pitadjeng 2006:29, melukiskan anak-anak berkembang melalui 3 tahap perkembangan mental, yaitu: 1 Tahap enaktif Pada tahap ini, dalam belajar, anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-objek konkret secara langsung. 2 Tahap ikonik Pada tahap ini, anak sudah dapat memanipulasi objek-objek konkret menggunakan gambaran dari objek-objek tersebut. 3 Tahap simbolik Pada tahap ini, anak dapat memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada kaitannya dengan objek-objek. Pada intinya, tahap perkembangan yang disampaikan oleh Piaget dan Bruner sama yaitu, anak sekolah dasar kemampuan berfikirnya berkembang dari konkret menuju cara berfikir abstrak. Adapun apabila dilihat dari segi sosial, anak sekolah dasar memiliki latar belakang pribadi dan sosial yang berbeda. Jenis kelamin, status sosial, suku, perkembangan kemampuan bahasa, gaya belajar, kesehatan, dukungan orang tua, merupakan hal-hal yang berbeda dari setiap indivdu anak. Kondisi fisik dan psikologis anak juga berbeda-beda, misalnya perkembangan berbahasa yaitu membaca dan menulis berbeda. Anak sekolah dasar terbagi menjadi kelas rendah dan kelas tinggi, seperti yang dikatakan Pitadjeng 2006:9 bahwa sifat anak SD 60 dikelompokkan menjadi 2 yaitu, pada umur 6-9 tahun anak SD tingkat rendah dan pada umur 9-12 tahun anak SD tingkat tinggi, seperti dijelaskan di bawah ini: 1 Sifat anak sekolah dasar kelompok umur 6 - 9 tahun. Anak kelompok umur ini sering disebut anak kelas rendah. Sifat fisik anak ini sangat aktif sehingga mudah merasa lelah. Untuk dapat menciptakan proses belajar mengajar yang tepat, hindari anak dalam mengerjakan soal yang berkepanjangan, karena menyebabkan anak jemu, bosan dan lelah. Sifat sosial anak kelompok umur ini adalah mereka mulai memilih kawan yang disukai, sering bertengkar dan kompetisi diantara mereka sangat menonjol. Sifat-sifat emosional mereka yaitu mereka sangat sensitif terhadap kritik yang ditujukan kepada dirinya atau temannya. Adapun sifat mental anak kelompok umur ini adalah senang sekali belajar, ditambah lagi dengan pemberian nilai yang dapat memotivasi anak untuk belajar. 2 Sifat anak sekolah dasar kelompok umur 9 – 12 tahun Sifat fisik yang dimiliki anak pada kelas tinggi salah satunya adalah sudah dapat mempergunakan alat-alat dan benda-benda kecil. Untuk mata pelajaran matematika, kegiatan yang disenangi misalnya adalah mengubah bangun dengan menggunting dan menyusun untuk mempelajari suatu konsep matematika. Sifat sosialnya, anak mulai dipengaruhi oleh tingkah laku kelompok yaitu mulai terjadi pesaingan antara kelompok anak laki-laki dan kelompok anak perempuan. Sifat 61 emosionalnya yaitu, mereka mulai mudah melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Sifat mental anak umur ini adalah, mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, lebih kritis, dan ingin lebih bebas. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak sekolah dasar adalah anak dengan rentang usia 6 – 12 tahun, dimana terbagi menjadi anak kelas rendah dan kelas tinggi. Anak sekolah dasar memiliki perbedaan-perbedaan mendasar, yaitu dari perbedaan individual, perbedaan sosial, perbedaan fisik dan perbedaan lainnya. Pada penelitian ini, siswa yang dijadikan penelitian adalah anak kelas 4 sekolah dasar. Pada kelas 4, rentang usia anak yaitu antara 9 – 10 tahun, berarti anak kelas 4 masuk ke dalam kategori anak SD tingkat tinggi. Anak pada usia kelas 4 sekolah dasar termasuk dalam tahap operasional konkret, dimana anak masih dalam tahap berfikir konkret dan masih kesulitan dalam memahami konsep secara abstrak. Anak pada usia kelas 4 sekolah dasar membutuhkan belajar dengan cara yang konkret terlebih dahulu kemudian dia akan menyimpulkan sehingga memahami konsep secara abstrak meskipun masih memiliki kesulitan. Pada anak kelas 4, seperti yang dijelaskan di atas, mereka sudah mampu menggunakan benda-benda kecil untuk digunakan ketika anak membangun konsep pelajaran, khususnya matematika. 62

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang sudah ada dalam skripsi Marsi Rosita yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika menggunakan Alat Peraga Karton Hitam Putih pada Materi Penjumlahan Bilangan Bulat Kelas IV SDN Karang Jengkol 03 Tahun ajaran 20122013” menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga karton hitam putih dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Karang Jengkol 03 terlihat pada kondisi awal kemudian meningkat pada siklus I dan siklus II. Hasil peningkatan terlihat dari nilai rata- rata kondisi awal yaitu 49,78 kemudian meningkat pada siklus I yaitu sebesar 66,06, Persentase ketuntasan pada siklus I sebesar 52,38. Pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata yaitu menjadi 88,83, Persentase ketuntasan juga meningkat yaitu mencapai lebih dari 80. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, meskipun alat peraga yang digunakan adalah karton hitam putih, namun alat peraga ini sama dengan kartu bilangan yang juga terbuat dari kertas berbentuk persegi panjang dengan warna hitam dan putih.

C. Kerangka Pikir

Pelajaran matematika pada kenyataannya masih menjadi pelajaran yang sulit, membosankan serta membingungkan untuk sebagian besar siswa. Hal itu dapat terjadi dikarenakan guru dalam mengajar masih menggunakan metode lama yaitu metode ceramah saja. Pembelajaran di kelas masih cenderung teachered center. Guru masih dominan dalam pembelajaran sementara siswa