37 pula. Kebiasaan-kebiasaan baik ini akan terlihat dari kemampuan anak yang
berulang dalam melakukan suatu tindakan dengan pertimbangan moral yang tepat. Pertimbangan moral dalam diri seseorang ini juga memiliki peran dalam
membentuk seorang individu yang bermoral. Seseorang dinilai bermoral apabila orang tersebut selalu menggunakan pertimbangan moral dalam setiap langkah
hidupnya. Dalam diri seseorang perkembangan moral ini memiliki suatu tahapan tertentu. Oleh karenanya, seorang anak usia dini dalam pertimbangan moral tidak
bisa disamakan dengan orang dewasa.
B. Teori Perkembangan Moral Anak Usia Dini
Moral adalah ajaran tentang baik buruk, perbuatan dan kelakuan akhlak, kewajiban dan sebagainya. Rita Eka Izzaty, dkk 2008: 143 menyatakan moral
adalah ajaran mengenai baik buruk, benar salah, akhlak, aturan yang harus dipatuhi dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa moral adalah kendali atau kontrol
dalam bersikap maupun bertingkah laku dalam kehidupan. Orang yang bermoral adalah orang yang menggunakan pertimbangan moral dalam setiap langkah
hidupnya. Pertimbangan moral ini dapat diwujudkan dengan pertimbangan baik buruk maupun akibat dari tindakan tersebut. Sandtrock 2007: 117 menyatakan
bahwa perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral ini memiliki
dimensi intrapersonal dan interpersonal. Perkembangan moral pada anak usia dini sifatnya masih relatif terbatas.
Seorang anak umumnya belum bisa memahami nilai abstrak yang berkaitan
38 dengan baik dan buruk. Akan tetapi nilai moral ini tetap sangat penting untuk
ditanamkan sejak dini agar anak terbiasa untuk membedakan mana yang benar dan salah serta mana yang baik dan yang buruk. Perkembangan moral erat
kaitannya dengan perkembangan kognitif. Aspek kognitif anak akan berangsur- angsur berkembang dan pada saat itu anak akan mulai memahami segala nilai baik
buruk yang ada disekitarnya. Selain itu, Fitzgeral dalam Sutarjo Adisusilo, 2012: 1 menjelaskan bahwa terdapat temuan yang menyatakan secara empiris bahwa
anak yang memiliki skor intelegensi dan berada pada tingkat ekonomi tinggi memiliki tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi dibandingkan anak dengan
dengan skor intelegensi dan perekonomian rendah. Meskipun hal tersebut tentunya tidak selalu berlaku.
Perilaku moral sendiri adalah perilaku yang didasarkan atas pertimbangan rasional. Oleh karenanya perilaku moral ini hanya dianggap bernilai moral jika
dilakukan secara sadar atas kemauan sendiri dan bersumber dari pemikiran moral yang bersikap otonom. Dalam menentukan perilaku moral seseorang bisa
dilakukan dengan melakukan penelusuran terhadap pertimbangannya. Hal ini berarti bahwa mengukur moral seseorang tidak hanya cukup dengan mengamati
perilaku moral yang tampak tetapi juga dengan melihat pertimbangan moral yang menjadi landasan dalam pengambilan keputusannya tersebut. Maria J.Wantah
2005: 59 menyatakan terdapat beberapa prinsip dan pola perkembangan moral anak usia dini yaitu a prinsip konvergensi, b prinsip tempo perkembangan, c
prinsip rekapitulasi, d prinsip bertahan dan mengembangkan diri, dan e prinsip irama ritme perkembangan.
39 Salah satu tokoh dari perkembangan moral adalah Kohlberg. Kohlberg
memaparkan bahwa terdapat hubungan antara perkembangan moral dengan usia seseorang. Selain itu, Kohlberg juga berupaya untuk memberi penjelasan
mengenai perkembangan moral dan tindakan atau tingkah laku seseorang. Menurut Kohlberg terdapat tiga tingkat pertimbangan moral, dan masing-masing
memiliki dua tahap yang meliputi tingkat prakonvensional, tingkat kovensional dan tingkat pascakonvensional, otonom atau berprinsip. Menurut tingkatan-
tingkatan perkembangan moral Kohlberg tersebut anak usia dini berada pada tingkat prakonvensional.
Tingkat prakonvensional umumnya terjadi pada rentang usia 2-8 tahun. Pada tingkat prakonvensional seseorang dapat menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan adat dan budaya setempat mengenai baik buruk, benar atau salah. Reward dan punishment memegang peranan penting dalam tingkat prakonvensioanl ini,
misalnya kalau berbuat salah dihukum sebaliknya kalau berbuat baik diberi hadiah. Jadi anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk
taat, dan apa yang dirasa baik adalah apa yang menghasilkan hadiah. Muhammad Fadlilah Lilif Mualifatu, 2013: 69 menyatakan tingkat prakonvesional ini
terbagi atas dua tahap yaitu orientasi hukuman dan ketaatan dan orientasi instrumentalis relatif.
Orientasi hukuman dan ketaatan berarti bahwa baik buruknya tindakan seseorang ditentukan oleh akibat fisiknya, tanpa menghiraukan nilai tindakan itu.
Ini berarti bahwa orang taat dengan motivasi untuk menghindari hukuman bukan karena ketaatan yang didukung dengan kesadaran. Pada tahap ini kesadaran belum
40 tumbuh dalam diri anak. Tahapan selanjutnya yaitu orientasi instrumentalis relatif.
Orientasi instrumentalis relatif berarti bahwa tindakan yang memuaskan kebutuhan-kebutuhan sendiri, dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Sikap
timbal baliknya bukan loyalitas, rasa terima kasih atau keadilan. Motivasi utama dari tindakan ini adalah bagaimana mencapai kenikmatan sebanyak-banyaknya
dan mengurangi kesakitan sedapat-dapatnya. Orientasi instrumental sudah sedikit menggunakan pertimbangan namun semata-mata didasarkan pada tindakan yang
ditimbulkan. Contoh dari kedua tahap tersebut adalah anak akan datang ke sekolah tepat
waktu, untuk mendapatkan hadiah berupa simbol bintang dari guru. Pada tahap ini datang ke sekolah tepat waktu belum dimaknai nilainya bagi anak. Anak semata-
mata hanya mengetahui bahwa datang ke sekolah ini adalah perilaku baik karena dengan melakukan hal ini anak mendapat hadiah. Jadi motivasi utama dari
perilaku ini adalah dampak baik yang diterima oleh anak yaitu mendapatkan hadiah.
Pada tahap prakonvensional ini anak usia dini belum memiliki pemahaman secara utuh mengenai konsep nilai moral dari suatu tindakan. Tindakan anak lebih
didasari pada adanya hadiah atas perilaku baik dan hukuman pada tindakan yang dianggap kurang baik tanpa mempedulikan substansi dari tindakannya tersebut,
Selain itu, anak juga menggunakan prinsip timbal balik. Hal ini berarti bahwa anak akan berlaku baik dengan pertimbangan agar mendapat perlakuan yang baik
pula. Pada tahap ini anak usia dini sudah mulai menggunakan pertimbangan moral
41 namun dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atas akibat yang
ditimbulkan dari tindakan moral tersebut.
C. Kerangka Pikir