Media Pembelajaran Bahasa Media Pembelajaran 1. Pengertian Media

dan penonton. Kartun dianggap sebagai satu wahana yang menghibur dan meredakan ketegangan emosi manusia. Dryden 2001: 22, pembelajaran dengan kartun akan menciptakan belajar yang efektif karena dapat membawa peserta didik dalam suasana yang menyenangkan. Menurut Hoch dan Macaire dalam Zulaikah 2008: 13 menambahkan bahwa „Die wilder eig nen sich gut als Stimulus zum Sprechen oder Schreiben“, maksudnya adalah gambar-gambar tersebut bermanfaat baik dalam memberi stimulus untuk berbicara atau menulis. Penggunaan kartun sebagai pembelajaran memiliki peranan penting karena dalam tahap ini peserta didik sangat tanggap terhadap stimulus visual yang lucu, menarik, dan praktis. Menurut Dawyer dan Maizuriah 2000, kartun merupakan bentuk visual dengan minat kanak-kanak boleh digunakan oleh guru dalam pengajaran. Penggunaan visual telah lama diketahui berkeupayaan merangsang pembelajaran. Hal senada dikatakan oleh Sudjana 2010: 61 bahwa sesuai dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajar peserta didik. Ini menunjukkan bahan-bahan kartun menjadi alat motivasi yang berguna di kelas. Beberapa kartun dengan topik yang sedang hangat, bilamana cocok dengan tujuan-tujuan pengajaran, merupakan pembuka diskusi yang efektif. Beberapa kelebihan media gambar yang mana hal ini berkaitan dengan media kartun yang dijelaskan oleh Sadiman 1984: 31 bahwa: 1 sifatnya konkret; 2 gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu; 3 media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengambatan kita; 4 gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman; 5 gambar harganya murah dan gampang di dapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus. Dalam Wikipedia Bahasa Melayu, Kartun mengikuti takrif yang mudah berkisar sesuatu yang lucu, lawak, jenaka diambil daripada perkataan bahasa Inggris “cartoon”. Agak berbeza dengan komik, kartun adalah media yang mudah mendapat rangsangan keranan ia berjaya mengelikan hati pembaca dan penonton. Kebiasaannya kartun berada diluar logik akal. Dalam kegiatan menulis gambar merupakan media yang cocok dan berguna untuk meningkatkan keterampilan menulis. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Erdmenger 1997: 31 „Bildgeschichten animieren zum benennen, was den Wortschatz übt, und zum zusammenhängenden Erzählen sowohl schriftlich als auch mündlich, also zur Textproduktion“. Cerita bergambar dapat menghidupkan atau menggerakkan suatu teks yang melibatkan kosakata, dan menghidupkan suatu cerita baik yang berbentuk tulisan maupun lisan, serta untuk menghasilkan teks. Dalam hal ini secara tidak langsung gambar dapat mempermudah peserta didik menyusun cerita baik secara tertulis maupun secara lisan Kesimpulan yang di dapat dari beberapa teori di atas, yaitu kartun merupakan sejenis gambar yang menceritakan tentang keseharian manusia, bersifat jenaka, atau dapat dijadikan bahan hiburan namun kartun juga bisa dijadikan sebagai media pembelajaran baik bagi peserta didik, maupun masyarakat luas.

6. Penelitian yang Relevan

Penelitian sejenis yang relavan adalah penelitian dari Riyana Wulandari dengan judul “Keefektifan Media Permainan Bahasa wildgeschichten Terhadap Keterampilan Menulis Bahasa Jerman Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Pakem”. Penelitian ini menunjukkan bahwa, keterampilan menulis bahasa Jerman peserta didik kelas XI SMA N 1 Pakem yang diajar dengan menggunakan media permainan bahasa Bildgeschicthen lebih baik dibandingkan kelompok uang diajar dengan menggunakan media konvensional. Jadi penggunaan media permainan bahasa Bildgeschichten lebih efektif dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Jerman.

7. Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang dan teori di atas maka kerangka berpikir yang dapat ditarik adalah, antusias peserta didik untuk belajar pada mata pelajaran bahasa Jerman masih rendah. Ada beberapa asumsi yang menjadi penyebab rendahnya tingkat pemahaman peserta didik, yaitu materi kurang menarik, pemilihan metode dan media yang kurang bervariatif, situasi belajar yang kurang kondusif, pembelajaran kurang efektif, selain itu kurangnya keterampilan guru dalam mengembangkan pendekatan dan metode atau model pembelajaran, sehingga fokus pembelajaran hanya terpusat pada guru teacher centered, dan kurang ada partisipasi dari peserta didik sendiri.