Pengertian Akhlak Menerima Tamu Bentuk Akhlak Menerima Tamu

117 Akhlak Tasawuf ­ Kurikulum 2013 Allah berfirman: ْۖاوُعِجۡرٱَف ْاوُعِجۡرٱ ُمُكَل َليِق نِ ۖۡمُكَل َنَذۡؤُي ٰ َتَح اَهوُلُخۡدَت َلَف اٗدَحَأ ٓاَهيِف ْاوُدِ َت ۡمَل نِإَف ٨ ٞميِلَع َنوُلَمۡعَت اَمِب ُ َلٱَو ۚۡمُك َل ٰ َكۡزَأ َوُه Artinya:“Dan jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah” maka hendaklah kamu kembali, itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan .” Q.S. an-Nūr24: 28 Al-Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertamu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu harus berusaha menahan segala keinginan dan kehendak baiknya sekalipun, jika tuan rumah tidak berkenan menerimanya. Ketika tuan rumah telah siap untuk menerima kadatangan tamu, maka seorang tamu harus tetap konsisten menjaga sikap yang baik, bahkan harus selalu mengikuti kehendak tuan rumahnya. Bukan sebaliknya seorang yang bertamu malah mengatur tuan rumah dengan berbagai keinginan yang menyusahkan. Demikian pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah. 5. ADAB MENERIMA TAMU MIMA TAMU

a. Pengertian Akhlak Menerima Tamu

Menurut bahasa menerima tamu ketamuan diartikan; “kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Menurut istilah menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim wajar dilakukan menurut adat ataupun agama dengan maksud untuk menyenangkan atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmat dan rida dari Allah. Setiap muslim wajib hukumnya untuk memuliakan tamunya, tanpa memandang siapapun orangnya yang bertamu dan apapun tujuannya dalam bertamu. Buku Siswa Kelas XII 118

b. Bentuk Akhlak Menerima Tamu

Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamin hak- haknya dalam Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perintah yang mendatangkan kemuliaan didunia dan akhirat. Setiap muslim wajib untuk menerima dan memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu. Memuliakan tamu merupakan salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan Rasulullah saw. mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap Allah dan Hari Akhir. Rasulullah saw., bersabda: ِمْوَ ْ لاَو ِلاِب ُنِمْؤُي َن َك ْنَم َلاَق َمَلَسَو ِهْيَلَع ُلا َل َص َ ِبَلا َن َ أ ِّ ِعاَزُ ْ خا ٍحْيَ ُش ِب َ أ ْنَع َن َك ْنَمَو ُهَفْي َض ْمِر ْكُيْلَف ِرِخْلا ِمْوَْلاَو ِلاِب ُنِمْؤُی َنَك ْنَمَو ِهِراَج َلِإ ْنِسْحُيْلَف ِرِخْلا ملسم هاور ْتُك ْسَيِل ْو َ أ اً ْرَخ ْلُقَيْلَف ِرِخ ْ لا ِمْوَ ْ لاَو ِلاِب ُنِمْؤُی Artinya: “Dari Abu Syuraikh al­Khuzai, bahwasanya Nabi saw bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik dengan tetangganya, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” H.R. Muslim : 69 Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilakannya duduk di tempat yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya. Kalau tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah saw., menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban. Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah; memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan istimewa dari hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan hari kedua dan ketiga dijamu dengan hidangan biasa sehari-hari. Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah: memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari semalam. Dalam konteks perjalanan di padang pasir, diperlukan bekal minimal untuk sehari semalam 119 Akhlak Tasawuf ­ Kurikulum 2013 sampai bertemu dengan tempat persinggahan berikutnya. Kedua pemahaman di atas dapat dikompromikan dengan melakukan kedua- duanya, apabila memang tamunya membutuhkan bekal untuk melanjutkan perjalanan. Tapi bagaimanapun bentuknya, substansinya tetap sama yaitu anjuran untuk memuliakan tamu sedemikian rupa sehingga si tamu merasa dihormati dan tuan rumah merasa menghormati, sehingga keduanya mendapatkan kemuliaan.

c. Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu