bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan
konseling hendaknya menimbulkan suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.
g. Asas kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu yang dibimbing yaitu
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan tidaklah sekadar mengulang-ulang hal-hal lama yang bersifat monoton,
melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju.
40
h. Asas keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjalin keterpaduan berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Untuk itu
konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi klien. Dalam
hal ini peranan guru, orang tua dan siswa-siswa yang lain sering kali sangat menentukan. Konselor harus pandai menjalin kerja sama yang
saling mengerti dan saling membantu demi terbantunya klien yang mengalami masalah.
41
i. Asas kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama,
norma adat, norma hukum negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun
proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur,
40
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2008. h.49.
41
Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005. h.66.
teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma- norma yang dimaksudkan.
42
j. Asas keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya merupakan tenaga yang benar-benar ahli
dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing konselor harus terwujud, baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k. Asas alih tangan
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan
tuntas atas suatu permasalahan siswa klien dapat mengalihtangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing konselor dapat
menerima alih tangan kasus dari orangtua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing konselor, dapat
mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
43
l. Asas tutwuri handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien.Lebih-
lebih di lingkungan di sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing
mad ya mangun karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan
menghadap konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan
42
Prayitno Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, h. 114-120.
43
Anas Salahudin, bimbingan dan konseling, Bandung: Pustaka setia, 2010. h. 42.
bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.
44
Dari keseluruhan asas bimbingan konseling yang berjumlah 12 tersebut, penulis menyimpulkan pentingnya keseluruhan asas demi tercipta
kemanan dan kenyamanan saat melakukan bimbingan dan konseling saat bersama konselor. Sehingga ada keterbukaan masalah dan adanya interaksi
yang cukup baik antara klien dan konselor sehingga pemecahan masalah dapat lebih terselesaikan karena adanya hubungan yang lebih mendalam
antara klien dan konselor.
5. Prinsip bimbingan dan konseling
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip adalah hal- hal yang menjadi pegangan dalam proses bimbingan dan konseling.
Seperti halnya dalam memberikan definisi mengenai bimbingan dan konseling, di dalamnya mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling pun masing-masing ahli mempunyai sudut pandang sendiri- sendiri terhadap titik berat permasalahannya. Sekedar sebagai bukti, akan
dikemukakan pula beberapa pendapat dari para ahli mengenai masalah ini
Adapun prinsip-prinsip yang menurut Bimo Walgito ajukan adalah sebagai berikut:
1. Dasar bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari
dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di sekolah pada khususnya. Dasar dari pendidikan tidak dapat terlepas dari dasar
negara tempat pendidikan itu dilaksanakan. 2.
Tujuan bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia
tercantum dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 Bab II Pasal 4 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
44
Prayitno Erman Amti, Op. Cit, h. 114-120.
Maha Esa dan berbudi pekerti Luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap
dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dengan demikian, tujuan bimbingan dan konseling di
sekolah adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional dan membantu individu untuk mencapai kesejahteraan.
3. Fungsi bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan
pengajaran ialah membantu pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan
langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan adanya bimbingan dan konseling itu, pendidikan
akan berlangsung lebih lancar karena mendapatkan dukungan dari bimbingan dan konseling.
4. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu, baik
anak-anak maupun orang dewasa. Jadi, bimbingan dan konseling tidak terbatas pada umur tertentu.
5. Bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan dengan bermacam-
macam sifat, yaitu secara: a.
Preventif, yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan-kesulitan yang
menimpa diri anak atau individu. b.
Korektif, yaitu memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau individu
c. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah
baik, jangan sampai mejadi keadaan-keadaan yang tidak baik. 6.
Bimbingan dan konseling merupakan proses yang kontinu. Bimbingan dan konseling harus diberikan secara kontinu dan diberikan oleh
orang-orang yang mempunyai kewenangan dalam hal tersebut. Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan
dan konseling.
7. Sehubungan dengan hal itu, para guru perlu mempunyai pengetahuan
mengenai bimbingan dan konseling karena mereka selalu berhadapan langsung dengan murid yang mungkin perlu mendapatkan bimbingan
dan konseling. Kalau keadaan memungkinkan, ada baiknya persoalan yang dihadapi murid di selesaikan oleh guru sendiri, tetapi kalau tidak
mungkin maka dapat diserahkan kepada pembimbing. 8.
Individu yang dihadapi tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tapi juga mempunyai perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan
yang terdapat pada masing-masing individu harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.
9. Tiap-tiap aspek dari individu merupakan faktor penting yang
menentukan sikap ataupun tingkah laku. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar memerhatikan segala
aspek dari individu yang dihadapi. 10.
Anak atau individu yang dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh karena itu, tidak boleh memandang individu terlepas
dari masyarakatnya, tetapi harus melihat individu beserta latar belakang sosial, budaya, dan sebagainya.
11. Anak atau individu yang dihadapi merupakan makhluk yang hidup
berkembang dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya. Segi dinamika inilah yang memungkinkan
pemberian bimbingan dan konseling. 12.
Dalam memberikan bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan evaluasi, akan dapat diketahui tepat-
tidaknya bimbingan dan konseling yang tekah diberikan. 13.
Sehubungan dengan butir 10, pembimbing harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti yang luas, yaitu
perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. 14.
Dalam memberikan bimbingan dan konseling, pembimbing harus selalu ingat untuk menuju kepada kesanggupan individu agar dapat
membimbing diri sendiri.
15. Karena pembimbing berhubungan secara langsung dengan masalah-
masalah pribadi seseorang maka pembimbing harus dapat memegang teguh kode etik bimbingan dan konseling.
45
Dari keseluruhan prinsip yang telah dipaparkan, penulis dapat mengambil kesimpulan prinsip dalam bimbingan konseling adalah aspek-
aspek yang harus dipegang teguh oleh konselor demi perkembangan anak atau individu agar segala langkah-langkah bimbingan dan konseling
sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
C. Kontribusi Layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling 1.
Layanan Bimbingan dan Konseling
Suatu kegiatan bimbingan dan konseling disebut layanan apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran
layanan klien, dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan tertentu yang dirasakan oleh sasaran layanan itu.
Kegiatan yang merupakan layanan itu mengemban fungsi tertentu dan pemenuhan fungsi tersebut serta dampak positif layanan yang
dimaksudkan diharapkan dapat secara langsung dirasakan oleh sasaran klien yang mendapatkan layanan tersebut.
46
a. Layanan orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap peserta didik terutama
orang tua memahami lingkungan seperti sekolah yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar
berperannya peserta didik di lingkungan yang baru ini.
47
45
Bimo Walgito, Bimbingan Konseling, Yogyakarta: Andi Offset, 2010, h. 30-36.
46
Prayitno, Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2000, h.35.
47
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2008. h.60.