23 sebagai media penerangan mengenai sejarah perjuangan bangsa. Terbuat
dari kulit kerbau atau sapi, sosok tokoh diperlihatkan dalam raut wajah serta menggambarkan laki-laki dan perempuan modern yang
mengenakan pakaian sehari-hari tergantung tokoh yang digambarkan. Wayang Wahyu adalah wayang yang digunakan hanya terbatas
untuk dakwah agama Katolik. Bentuk peraga wayang terbuat dari kulit, tetapi corak tatahan dan sunggingannya agak naturalistik, yaitu
bergambar orang yang sesungguhnya. Wayang Gedog adalah wayang yang amat mirip dengan Wayang
kulit Purwa, namun keberadaanya sudah punah, hanya sisa-sisa peraganya saja yang masih bisa dilihat di beberapa museum dan keraton
Surakarta. Wayang Kancil adalah wayang yang terbuat dari kulit,
menggunakan peraga binatang yang dimainkan untuk menuturkan cerita kepada anak-anak tentang kisah binatang kancil yang pandai dan cerdik.
Wayang Potehi adalah wayang yang berbentuk boneka dan terbuat dari kain. Umunya menceritakan kisah-kisah dari negeri Cina
namun penuturannya menggunakan bahasa Indonesia. Terakhir yaitu Wayang Kadek yang disebut juga sebagai wayang
Kelantan, terbuat dari kulit sapi, dipahat dan disungging. Pertunjukan Wayang Kadek biasa diselenggarakan sebagia acara hiburan dalam
upacara peringatan lingkaran hidup manusia.
24
d. Wayang sebagai Warisan Budaya
Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan yang merupakan warisan budaya dan merupakan peninggalan dari nenek moyang. Salah
satu kebudayaan yang masih ada hingga saat ini yaitu kesenian wayang. Kesenian wayang sebenarnya merupakan gabungan dari beberapa
kesenian. Masing-masing kesenian itu memberikan andil dalam terciptanya sebuah kesenian yang indah. Kesenian yang ada dalam
pertunjukan wayang yaitu seni musik, seni suara, seni tari, seni teater, seni pahat atau patung, dan seni pedalangan Herry Lisbijanto, 2013:8.
Sangat banyak tokoh yang terlibat dalam cerita wayang yang mengacu pada kisah Mahabarata maupun Ramayana. Tokoh-tokoh
tersebut menggambarkan kehidupan di dunia ini. Ada tokoh yang baik hati, ada yang jahat, ada yang lemah lembut hatinya tapi kasar
tingkahnya, ada yang licik dan lain sebagainya. Sifat dan watak tokoh pewayangan tersebut banyak dijadikan falsafah hidup masyarakat.
Setiap pertunjukan wayang mengambil salah satu cerita dalam pewayangan. Semua cerita tersebut mempunyai pesan moral yaitu
kejahatan akan dikalahkan oleh kebaikan. Ceritanya sendiri selalu dibumbui
bermacam-macam perilaku
kehidupan. Cerita
yang ditampilkan dalam pertunjukan wayang biasanya disesuaikan dengan
tujuan diselenggarakannya pertunjukan wayang tersebut. Dalam cerita wayang banyak terkandung falsafah hidup, khusunya perilaku sopan
25 santun, nilai-nilai kebajikan, pesan moral serta pedoman hidup
bermasyarakat Herry Lisbijanto, 2013:47. Menurut Ki Sumanto Susilamadya 2014:63 di Indonesia jalan
cerita wayang yang digunakan dalang dalam setiap pertunjukan telah dikembangkan dan mengalami perubahan. Pertimbangannya adalah agar
sesuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya masyarakat Indonesia. Daerah-daerah tertentu di Indonesia bahkan memiliki kekhasan cerita
sendiri dalam menyajikan kisah pewayangan. Herry Lisbijanto 2013:53 menyatakan bahwa wayang
merupakan seni budaya Indonesia yang sangat indah dan mengandung falsafah yang sangat baik bagi kehidupan masyarakat. Kesenian wayang
adalah jenis kesenian yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang mempunyai nilai budaya yang adiluhung tinggi tingkatannya.
Keselarasan antara tiap-tiap perangkat kesenian yang tergabung dalam kesenian wayang dapat menimbulkan keindahan yang layak
dinikmati oleh siapapun yang menyaksikannya. Oleh karena itu memang layak apabila wayang memiliki predikat budaya luhur, apalagi di dalam
cerita yang disajikan terkandung ajaran-ajaran moral. Dengan demikian wayang harus terus dilestarikan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
e. Makna Wayang di Masyarakat
Kebudayaan wayang di masyarakat biasa dituangkan dalam bentuk pagelaran atau pertunjukan wayang. Pertunjukan wayang
mengajarkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai tidak secara dogmatis sebagai
26 suatu indoktrinasi, tetapi menawarkan ajaran dan nilai-nilai tersebut
kepada penonton untuk menafsirkan, menilai dan memilih sendiri ajaran dan nilai-nilai mana yang sesuai dengan kehidupan mereka melalui cerita
dari tokoh-tokoh atau lakon dalam pewayangan. Hermawati,dkk. 2006:1 menyatakan bahwa Wayang merupakan salah satu kesenian
Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai warisan peradaban dunia. Pada masa-masa kejayaannya, kesenian wayang mampu menjadi
kesenian yang penuh makna. Filosofis wayang bahkan mampu menjadi way of life bagi sebagian besar masyarakat Jawa.
Menurut Artik 2012:3 Kesenian wayang kulit selain sebagai hiburan juga dapat dipergunakan sebagai sarana pembinaan jiwa dan budi
pekerti bagi masyarakat yang vitalitas dan membuktikan potensinya dalam fungsi pengabdiannya bagi pengembangan dan penguatan
kebudayaan nasional, penyuluhan pendidikan, bimbingan dan pembinaan masyarakat untuk membentuk kepribadian bangsa yang mantap yaitu
kepribadian yang berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila. Hampir seluruh lakon dalam pewayangan selalu membawa pesan
moral kearah kebaikan. Sehingga setelah direnungkan dapat diambil hikmahnya mana yang baik dan mana yang buruk serta mana yang perlu
dijadikan suritauladan yang baik bagi masyarakat. Kustopo 2008:44 menyatakan pementasan wayang diadakan dalam berbagai acara keluarga
dan sosial untuk menjaga kesejahteraan dan keselamatan, misalnya upacara tujuh bulanan, saat bayi berusia lima hari, khitanan, pernikahan
27 dan ulang tahun. Wayang juga dipentaskan pada upacara adat dalam
hubungan kebatinan-keagamaan, seperti ruwatan upacara untuk melepas seseorang dari nasib buruk, nadaran untuk memenuhi nazar, dan
bersih desa. Pergelaran wayang sering diadakan untuk acara pemerintah atau lembaga sosial untuk menyampaikan pesan atau penerangan,
misalnya perayaan hari kemerdekaan atau peresmian gedung atau jembatan. Dalam acara resmi seperti itu, dimasukkan pesan
pembangunan nasional. Tokoh-tokoh wayang begitu termasyhur sampai namanya dipergunakan sebagai nama orang, sekolah, hoel, restoran,
jalan, kendaraan dan toko. Sedangkan Menurut Herry Lisbijanto 2013:49, wayang
sebenarnya tidak bisa lepas dari kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Masyarakat menikmati pertunjukan wayang selain sebagai
sarana hiburan juga sebagai sarana penghayatan dan perenungan atas cerita dan falsafah wayang guna menghadapi hidup ini. Pada dasarnya
pertunjukan wayang kulit merupakan upacara keagamaan atau upacara yang berhubungan dengan kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa.
Dari beberapa pandangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa wayang yang ada di masyarakat dituangkan dalam pertunjukan wayang
yang mengajarkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai tidak secara dogmatis sebagai suatu indoktrinasi, tetapi menawarkan ajaran dan nilai-nilai
tersebut kepada penonton untuk menafsirkan, menilai dan memilih sendiri ajaran dan nilai-nilai mana yang sesuai dengan kehidupan