Bentuk Paket Wisata Kampung Wayang
82 Pengurus kelompok sadar wisata yang mengelola Kampung Wayang
yang lain, Bapak “ST” menambahkan dengan pernyataan berikut: “Kegiatannya ya sekedar melakukan apa yang dilakukan sehari-
hari mbak, disini kan dibagi dua, ada yang pengrajin dan pengepul ada yang jadi buruh. Kalau pengrajin itu kan punya
pelanggan tetap jadi ya setiap hari natah. Nah, yang buruh kalau ada kerjaan natah ya natah, kalau tidak ada kerjaan ya biasanya
jadi buruh tani”CW.2PP.a. Sebelum adanya Kampung Wayang, kesejahteraan masyarakat Di
Desa Kepuhsari, belum sebaik sekarang seperti pernyataan Mbak “RT”
bahwa: “Jika dilihat dari masyarakatnya sendiri ya mbak, sebelum adanya
kampung wayang ini, banyak masyarakat yang penghasilannya bisa dikatakan kurang, anak muda banyak yang menganggur,
masyarakat yang awalnya jadi pengrajin jika tidak ada pesanan ya, alih profesi mbak. Sebagian besar penduduk disini petani dan
juga buruh tani”CW.1PP.b. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Bapak “ST” bahwa:
“Ya, sebelumnya banyak yang menganggur, sebelum ada Kampung Wayang kan masyarakat kebanyakan cuma buruh
pengrajin wayang mbak jadi kalau tidak ada kerjaan, mereka cuma mengandalkan buruh tani atau dagang. Pendidikan pun,
masyarakat biasanya cuma tamat sampai SD dan SMP. Pengha
silan juga tidak menentu mbak”CW.2PP.b. Masyarakat pun belum pernah mengikuti atau merasakan bentuk
pemberdayaan lain sebelum adanya Kampung Wayang seperti yang disampaikan oleh Mbak “RT” bahwa:
“Tidak ada mbak, baru Kampung Wayang ini yang menjadi pemberdayaan
masyarakat di Desa Kepuhsari”CW.1PP.c.
83 Bapak “ST” menambahkan pernyataan berikut:
“Belum mbak, masyarakat kan belum sadar potensi yang ada di Kepuhsari
saat itu
sebelum adanya
Kampung Wayang”CW.2PP.c.
Pembentukan Kampung Wayang bermula dari gagasan dua mahasiswa dan pemenang juara II ajang Putri Pariwisata Indonesia 2009
dan Runner-up I Miss Tourism Internasional 2010 terkait program pengembangan desa wisata.
Seperti yang dijelaskan Mbak “RT” bahwa : “Pada tahun 2011 ada beberapa relawan yaitu pemenang juara II
ajang Putri Pariwisata Indonesia 2009 dan Runner-up I Miss Tourism Internasional 2010 bersama dua mahasiswa survei ke
desa kepuhsari untuk keperluan program pengembangan desa wisata dan menemukan potensi Desa Kepuhsari yaitu seni
kerajinan wayang kulit, mereka membuat semacam rekapan bersama dengan beberapa pengrajin mengenai destinasi wayang
kulit dan diikutsertakan dalam kompetisi wirausaha sosial yang diadakan sebuah Bank BUMN, setelah melewati beberapa seleksi
lolos dan menjadi
juara pertama tingkat nasional”CW 1.PP.d. Kegiatan tersebut juga menjadi awal dari tahapan proses pemberdayaan
masyarakat yaitu penyadaran baik bagi pengrajin maupun masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Mbak “RT” bahwa:
“Saat relawan itu datang dek, dan mulai membuat semacam rekapan bersama para pengrajin, mereka memberikan motivasi
dan penyadaran kepada kita para pengrajin secara langsung maupun tidak langsung. Kita diberikan penyadaran bahwa di
Desa Kepuhsari ini bamyak potensi wisata dan peluang untuk
mengembangkannya”CW 1.PP.e. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Bapak “ST” bahwa:
“Ya saat relawan itu datang mbak, kita diberikan motivasi, penyadaran untuk mengelola potensi yang ada disini sehingga kita
harus melakukan perubahan baik pada diri sendiri maupun Desa Kepuhsari. Kita juga diberikan semacam keyakinan bahwa
keputusan unntuk berubah itu tidak salah karena itu untuk
perbaikan diri maupun desa”CW 2.PP.e.
84 Seperti yang telah dijelaskan diatas, penyadaran perlu dilakukan
agar mereka mampu mengetaui potensi yang ada baik dalam diri mereka sendiri maupun potensi yang ada di Desa Kepuhsari. Dengan demikian,
mereka dapat melakukan perbaikan melalui perubahan ke arah yang lebih baik. Yang lebih lanjut
dijelaskan Bapak “ST” bahwa: “Karena Kepuhsari bisa dibilang Desa Wayang karena proses
kreatif pewayangan di desa ini dimulai dari tatah sungging sampai jadi sebuah pementasan sehingga desa Kepuhsari cukup penting
untuk
menjaga, melestarikan
dan mengenalkan
dunia pewayangan. Ada juga potensi wisata yang lainnya yang bisa
dijadikan wisata pendukung. Setelah adanya motivasi dari relawan ya mbak, kita sadar apabila potensi-potensi itu dikelola
semua, kan bisa menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat, kesejahteraan pun juga bisa tercapai
”CW 2.PP.f. Pernyataan Bapak “ST” tersebut hampir serupa dengan pernyataan Bapak
“JK” selaku pengrajin dan anggota kelompok sadar wisata bahwa: “Dengan adanya penyadaran tersebut ya dek, kita sebagai
pengrajin berusaha menggali potensi apa yang ada pada diri kita dan Desa Kepuhsari ini. Dan kita berpikir bahwa dengan melalui
Kampung Wayang ini kita mampu mengembangkan potensi yang ada di Desa Kepuhsari seperti banyak sanggar-sanggar yang
biasanya penduduk menjadikan sanggar-sanggar tersebut sebagai tempat untuk belajar membuat wayang kulit, mendalang, menjadi
penabuh gamelan atau niyaga, dan sinden yang nyanyi mengiringin pementasan wayang itu mbak. Itu bisa menjadi daya
tarik bagi wisatawan yang ingin belajar juga. kalau itu dikembangkan dan dikelola dengan baik, akan mendatangkan
pendapatan dan kesejahte
raan masyarakat bisa tercapai”CW 3.PP.f.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka
dapat disimpulkan bahwa tahap penyadaran dilakukan oleh para relawan baik kepada pengrajin wayang maupun masyarakat disekitar Desa
Kepuhsari. Kegiatan yang dilakukan pada tahap penyadaran sebelum