4 landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara
lebih cepat lagi. Bank Indonesia, 2010. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia terlihat pesat, hal ini dapat
dilihat dari data yang dipublikasikan Bank Indonesia. Pada bulan Juli 2010 jumlah bank syariah telah mencapai 43 unit yang terdiri atas 10 Bank Umum
Syariah dan 33 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS telah mencapai 146 unit pada periode yang sama dan
jumlah jaringan kantor perbankan syariah mencapai 1.640 kantor dengan kinerja pertumbuhan bank syariah yang semakin baik. Hal ini dibuktikan
dengan penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah yang secara konsisten terus mengalami peningkatan hingga mencapai 57,633 triliun ke beberapa
sektor ekonomi seperti pertanian, kehutanan, sarana pertanian, pertambangan, perindustrian, jasa dunia usaha, hingga jasa sosialmasyarakat. Statistik
Perbankan Syariah periode Juli 2010. Memperhatikan fungsi pokok perbankan sebagai lembaga yang
mempunyai fungsi intermediari keuangandana, dan manfaat yang besar bagi masyarakat, pembiayaan merupakan indikator utama untuk mengukur
perkembanganpertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah nasional. Sebagai lembaga intermediari bank syariah harus mengelola dananya
secara optimal dengan mengalokasikan dana yang dihimpun ke beberapa jenis aktiva produktif salah satunya adalah pembiayaan. Menurut Undang-Undang
Nomor 10 pasal 1 tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
5 yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan merupakan fungsi bank dalam menjalankan fungsi penggunaan dana. Dalam kaitannya dengan perbankan
maka ini merupakan fungsi yang terpenting. Menurut Zainul Arifin 2006:53 portofolio pembiayaan pada bank
komersial menempati porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55 sampai 60 dari total aktiva. Dari pembiayaan yang dikeluarkan atau disalurkan bank
diharapkan mendapatkan hasil. Tingkat penghasilan dari pembiayaan yield on financing
merupakan tingkat penghasilan tertinggi pada bank. Sesuai dengan karakteristik sumber dananya, pada umumnnya bank komersial memberikan
pembiayaan berjangka pendek dan menengah, meskipun beberapa jenis pembiayaan dapat diberikan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat
penghasilan dari setiap jenis pembiayaan juga bervariasi, tergantung pada prinsip pembiayaan yang digunakan dan sektor usaha yang dibiayai.
Sebagai lembaga yang penting dalam perekonomian maka perlu adanya pengawasan kinerja yang baik oleh regulator perbankan. Salah satu indikator
untuk menilai kinerja keuangan suatu bank adalah melihat tingkat profitabilitasnya. Hal ini terkait sejauh mana bank menjalankan usahanya
secara efisien. Efisiensi diukur dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba. Semakin tinggi
profitabilitas suatu bank, maka semakin baik pula kinerja bank tersebut.
6 Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas
adalah return on assets ROA. ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian return semakin besar. Husnan, 1998 dalam Adi Setiawan, 2009.
Oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai
profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset return on assets-ROA, laba bersih setelah pajak dibagi aset. ROA
memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata dari 1
asetnya. Mishkin, 2008:306. Beberapa faktor yang paling mempengaruhi profitabilitas dan penyaluran
pembiayaan dalam sebuah lembaga keuangan perbankan syariah diantaranya adalah modal, non performing financing NPF, dan inflasi.
Modal merupakan sumber dana pihak pertama, yaitu sejumlah dana yang diinvestasikan oleh pemilik untuk pendirian suatu bank. Modal merupakan
salah satu faktor yang sangat penting bagi pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Slamet Riyadi, 2006:66.
Menurut Johnson dan Johnson dalam Zainul Arifin 2006:136 modal bank mempunyai tiga fungsi. Pertama, sebagai penyangga untuk menyerap
7 kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal
memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. Kedua, sebagai dasar bagi
penetapan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai regulator, untuk
membatasi jumlah pemberian pembiayaan kepada setiap individu nasabah bank. Ketiga, modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar
untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif dalam menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor
diperkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Selain itu, faktor lain yang juga harus diperhatikan bank dalam
menyalurkan pembiayaan kredit dan profitabilitasnya adalah tingkat kredit macet. Besar kecilnya non performing financing dapat mempengaruhi
profitabilitas bank. Menurut Siswanto Sutojo 2008:25 sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun
profitabilitasnya. Return on assets ROA yang merupakan salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun.
Menurut Luh Gede Meydianawathi 2007, non performing loans NPLs menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan
kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar,
diragukan, dan macet terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.
8 Menurut penelitian yang dilakukan Utomo 2008 dalam tesisnya untuk
menghindarkan rasio NPL yang tinggi dari penyaluran kredit atau pembiayaan yang tidak efisien, perlu dipertimbangkan alokasi dana yang efisien seperti
penyaluran kredit yang bisa memberikan return yang tinggi di mana tingkat NPL tidak terlalu tinggi. Pengalokasian dana yang tidak efisien akan
meyebabkan penyaluran kredit berkurang. Hal ini terjadi karena jumlah modal berkurang sehingga dana yang disalurkan pada periode berikutnya ikut turun.
Keadaan seperti ini akan menghambat kegiatan operasional bank itu sendiri dan juga menurunkan pendapatan bank.
Bank syariah merupakan salah satu industri keuangan perbankan yang tidak luput dari dampak gejolak variabel makro ekonomi seperti inflasi.
Berbeda dengan bank konvensional, transaksi berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan bank syariah berhubungan langsung dengan sektor rill. Ketika
inflasi berlangsung sektor rill biasanya dihadapi dengan dua kesulitan. Dari sisi produksi, biaya yang ditanggung perusahaan untuk berproduksi akan naik
sehingga harga jual outputnya akan ikut naik. Sedangkan dari sisi permintaan, inflasi menyebabkan pendapatan rill masyarakat berkurang sehingga akan
mengurangi demand terhadap barang dan jasa. Bank syariah sebagai lembaga intermediari tentu akan merespon ketidak daya dukungan sektor rill disaat
inflasi, dengan melakukan optimalisasi diversifikasi pendanaannya. Toni Hidayat : 2007.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratin dan Akhyar Adnan 2005 tentang hubungan simpanan, modal sendiri, NPL, prosentase bagi hasil dan markup
9 keuntungan terhadap pembiayaan pada perbankan syariah studi kasus pada
Bank Muamalat Indonesia BMI. Hasil penelitian ini adalah simpanan mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara
variabel yang lain tidak mempunyai hubungan yang signifikan. Yacub Azwir 2006 meneliti tentang analisis pengaruh kecukupan modal,
efisiensi, likuiditas, NPL, dan PPAP terhadap ROA bank studi empiris: pada industri perbankan yang listed di BEJ periode Tahun 2001-2004. Hasil
analisis menunjukkan bahwa data CAR, BOPO, dan LDR secara parsial siginifikan terhadap ROA bank yang listed di BEJ untuk periode 2001-2004
pada tingkat signifikansi kurang dari 5 masing-masing 0,01, 0,01 dan 0,6, sedangkan NPL dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA
yang ditunjukkan dengan nilai tingkat signifikansi lebih besar dari 5 yaitu masing masing sebesar 88,2 dan 72,7.
Francisca dan Hasan 2008 meneliti tentang pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia. Hasil
penelitian menunjukan bahwa non performing loan NPL negatif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit.
Permasalahan-permasalahan di atas mendorong minat penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memberi
pengaruh terhadap pembiayaan yang disalurkan sehingga diharapkan akan meningkatkan profitabilitas bagi pemilik yang diukur dengan return on assets
ROA pada Bank Muamalat Indonesia.
10 Dipilihnya Bank Muamalat Indonesia sebagai objek penelitian karena
didasarkan oleh beberapa pertimbangan. Sebagaimana diketahui Bank Muamalat Indonesia adalah bank pertama murni syariah, dengan pola Islamic
Banking Concept-nya, kini telah menjadi trend dunia perbankan nasional
maupun internasional, Bank Muamalat Indonesia yang menjalankan konsep bagi hasil yang fair dan nyata telah menggerakkan sektor riil dengan teruji,
yakni dikala krisis ekonomi dan moneter melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, perbankan syariah, khususnya Bank Muamalat Indonesia telah
membuktikan ketangguhannya.
Bank Muamalat
Indonesia berhasil
mendapatkan penghargaan baik dari dalam negeri maupun internasional yang menunjukkan keberhasilan Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan
industri syariah di Indonesia. Secara keseluruhan, penghargaan yang didapat serta pertumbuhan kinerja yang dibukukan merupakan buah dari usaha Bank
Muamalat Indonesia dalam mengembangkan usaha dan fokus memberikan layanan dengan basis syariah di Indonesia. Hal ini patut dibanggakan, karena
disaat beberapa bank konvensional berguguran, Bank Muamalat Indonesia luput dari likuidasi, tidak terkena kasus BLBI, dan sama sekali tidak
membebani BI sebagai bank rekap. Penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh dari modal, non
performing financing NPF, dan tingkat inflasi terhadap kinerja pembiayaan
dan profitabilitas Bank Muamalat Indonesia yang tidak mengalami guncangan saat krisis dibandingkan bank konvensional. Penting bagi para nasabah untuk
mengetahui kinerja dari suatu bank terutama yang menggunakan jasa atau
11 layanan Bank Muamalat Indonesia agar dapat memberikan informasi yang
jelas mengenai kinerja bank tersebut, dimana kinerja bank syariah sangat ditentukan oleh kualitas dari penanaman dana atau pembiayaan yang pada
akhirnya akan mempengaruhi profitabilitas bank, yang diukur dengan return on assets
ROA sehingga para nasabah dapat mengambil keputusan dalam menggunakan jasa bank syariah tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas
dan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul
“ANALISIS PENGARUH
MODAL, NON
PERFORMING FINANCING NPF, DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN
YANG DISALURKAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP RETURN
ON ASSETS ROA PADA PERBANKAN SYARIAH” STUDI PADA BANK MUAMALAT INDONESIA
.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh modal, NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan. 2. Bagaimana pengaruh modal, NPF, inflasi, dan pembiayaan terhadap
ROA.
12
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini terutama bertujuan untuk :
1. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi terhadap pembiayaan. 2. Untuk menganalisis pengaruh modal, NPF, inflasi dan pembiayaan
terhadap ROA.
D. Manfaat Penelitian
Peneltian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, pihak- pihak lain yang berkepentingan baik secara akademis maupun praktis. Adapun
manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis dan penelitiakademisi, penilitian ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan penulis terhadap fungsi intermediary bank syariah khususnya dalam penyaluran pembiayaan dan imbal hasil atas aset
return on assets-ROA. Bagi akademisipeneliti sebagai tambahan literatur ekonomi syariah khususnya perbankan syariah..
2. Bagi pemerintah, penelitian ini bisa dijadikan kajian dasar dalam menentukan regulasi perbankan syariah.
3. Bagi manajemen bank syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia BMI, hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi sebagai
tambahan acuan atau pedoman yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan pembiayaan yang disalurkan dan profitabilitas yang bisa
diperoleh.
13 4. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangsih berupa
tambahan informasi kepada masyarakat dan investor yang berkepentingan untuk berinvestasi dan meminjam dana kepada bank syariah khususnya
Bank Muamalat Indonesia BMI.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank dan Perbankan
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank is a financial intermediary accepting deposits and granting loans; offers the widest menu of services of any financial institution.
Peter S. Rose, 2002:4.
Bank adalah suatu lembaga keuangan, yaitu suatu badan yang berfungsi
sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni; pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Sebagai institusi
yang amat penting peranannya dalam masyarakat, bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang. M. Sinungan, 1993:3. Banks are financial institutions that accept deposits and make loans.
Included under the term banks are firms such as commercial banks, savings and loan associations, mutual saving banks, and credit unions. Banks are the
financial intermediaries that the average person interacts with most frequently.
Frederic S. Mishkin, 2006:8. Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Kasmir, 2010:2.
15 Banks are the most visible financial intermediaries in the economy. Most
of us use the word ‘bank’ to describe what people in the financial world call depository institutions. These are the financial institutions that accept deposits
from savers and make loans to borrowers. Stephen G. Cecchetti, 2006:286.
Menurut Ahmad Rodoni 2007:21 bank dapat didefinisikan sebagai suatu
badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara financial intermediary untuk menyalurkan penawaran dan permintaaan kredit pada waktu yang
ditentukan. Kemudian pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah:
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2. Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
B. Bank Syariah
Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan
imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, 2006:153.
16 Menurut Sholahuddin 2008:75 bank syariah adalah lembaga keuangan
yang operasionalnya dengan cara menggunakan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah dinamakan sebagai bank tanpa bunga karena dalam
menghimpun dana tidak memberikan imbalan bunga, dan dalam pinjaman tidak dipungut bunga. Darmawi, 2006:81.
Bank syariah adalah bank yang dalam aktifitasnya, baik menghimpun dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan
imbalan atas dasar prinsip syariah. Ahmad Rodoni, 2006:31. Menurut Muhammad 2005:1 Bank Syariah adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga, adalah lembaga keuanganperbankan yang
operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan syariat Islam. Menurut Perwataatmadja dan Antonio 1999:1 membedakan menjadi dua
pengertian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam atau bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah Islam dan adalah bank yang tata-cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.
Kemudian disebutkan bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-
17 ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalat
secara Islam. Dalam tata-cara bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-
kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip Islam, yaitu aturan perjanjian akad antar bank dengan pihak lain nasabah berdasarkan hukum Islam. Sehingga perbedaan antara
bank Islam syariah dengan bank konvensional terletak pada prinsip dasar operasinya yang tidak menggunakan bunga, akan tetapi menggunakan prinsip
bagi hasil, jual beli dan prinsip lain yang sesuai dengan syariat Islam, karena bunga diyakini mengandung unsur riba yang diharamkan dilarang oleh
Agama Islam Heithzal Rivai dkk, 2007:758-759.
C. Modal
Menurut Zainul Arifin 2006:135 secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan.
Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih net worth
yaitu selisih antara nilai buku dan aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban liabilities. Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank
dapat diperoleh dari beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham
menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil keuntungan di masa yang akan datang.
18 Capital is fundamental and vital part of the commercial banking industry.
Bank capital enables the establishment of a banking entity by supplying the fund necessary to acquire the physical and human resources that compose it.
It is also critical to the perpetuation of that banking entity in its capacity as an ongoing concern. Thus, capital plays an all-important role at the inception of
a bank and throughout its life. The subject of capital has become a focal point in the banking industry.
George H. Hempel et al., 1994:260. Menurutnya modal adalah bagian mendasar dan penting dari industri
perbankan komersial. Modal bank memungkinkan pendirian badan perbankan dengan menyediakan dana yang diperlukan untuk memperoleh sumber daya
fisik dan manusia yang membentuk perbankan. Hal ini juga penting untuk kelangsungan entitas perbankan dalam kapasitasnya sebagai sebuah
keprihatinan yang sedang berlangsung. Dengan demikian, modal memainkan peranan yang sangat penting pada awal bank dan sepanjang hidupnya. Subyek
modal telah menjadi titik fokus di industri perbankan. Traditionally defined, capital represents the owners ‘ interest in a
business. On a book value basis, capital is defined as net worth that is equal to the book value of assets minus the book value of liabilities.
Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, 1985:330.
Menurut Mandala Manurung dan Rahardja 2004:181 Modal memiliki
fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi Perlindungan
Karena sebagian besar aktiva bank dibiayai oleh dana pihak ketiga, maka fungsi paling utama dari modal adalah fungsi perlindungan. Dari
fungsi ini, bank-bank yang memiliki modal yang lebih besar dianggap lebih memberikan perlindungan kepada nasabah. Tak mengherankan jika
bank-bank besar lebih dipercaya dibanding bank-bank kecil.
19 2. Fungsi Operasional
Fungsi operasional dari modal bank mencakup sumber dana untuk pembelian barang-barang modal dan aktiva tetap lainnya. Modal adalah
sumber dana yang paling aman untuk membeli aktiva tetap, karena modal adalah sumber dana yang tidak mengenal jatuh tempo, selama bank masih
beroperasi. 3. Fungsi Pengaturan
Yang sangat berkaitan dengan fungsi pengaturan adalah kewajiban bank untuk memenuhi rasio kecukupan modal yang ditetapkan oleh bank
sentral. Bank syariah dalam memenuhi kecukupan modalnya menghimpun modal
dan dana-dana pihak ketiga, sehingga masuk kedalam rekening modalnya. Zainul Arifin, 2002:54-55 dan 162-163 dalam Ahmad Faisol 2007:131-134
menggolongkan modal bank syariah sebagai berikut: a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor
oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian
dikemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham
sendiri melalui rapat umum pemegang saham diputuskan untuk ditanam kembali pada bank. Modal inti ini terdiri atas:
1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik bisa dalam bentuk kepemilikan saham.
20 2. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal
saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi pengurang.
3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai yang
tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali. 4. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba
yang ditahan. 5. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk
tujuan tertentu atas persetujuan RUPS. 6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS
diputuskan untuk tidak dibagikan. 7. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal inti hanya 50 dari saldo yang ada. Apabila terdapat kerugian maka
100 menjadi pengurang modal inti. 8. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam
tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50 sebagai modal inti.
9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.
10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut.
21 Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkatagorian unsur-unsur
tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
b. Kuasi Ekuitas Mudharabah Account, dana-dana yang dihimpun ke dalam rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil mudharabah. Akan
tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang dibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening
bagi hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena
salah urus, kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka sumber dana ini terkadang tidak dapat sepenuhnnya berperan
dalam fungsi permodalan Bank. c. Modal Pelengkap jika ada. Modal pelengkap terdiri atas cadangan
cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap
dapat berupa: 1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari
selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva
22 produktif.
3. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri: - Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan
dengan modal dan telah di bayar penuh. - Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI.
- Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian bank.
- Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank dalam keadaan rugi.
4. Pinjaman Subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank.
- Mendapat persetujuan dari BI. - Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan.
- Minimal berjangka waktu 5 tahun. - Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI.
- Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir kedudukannya sama dengan modal.
- Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati. Agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dianggap terlarang haram,
maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank syariah sedapat
mungkin dihindari.
23 Sumber modal dari pemegang saham tersebut juga berpengaruh pada
posisinya di dalam neraca. Di dalam neraca sumber modal terlihat pada sisi pasiva bank, yaitu rekening modal dan cadangan. Rekening modal berasal dari
setoran para pemegang saham, sedangkan rekening cadangan adalah berasal dari bagian keuntungan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham, yang
digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya untuk perluasan usaha dan untuk menjaga likuiditas karena adanya kredit-kredit yang diragukan atau
menjurus macet. Muhammad, 2005:102.
D. Non Performing Financing NPF
Menurut Kamus Bank Indonesia, non performing loan NPL atau non performing financing
NPF adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Termin NPL
diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya.
Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan atau beban bunga.
Ketidaklancaran pembayaran pokok pinjaman dan bunga secara langsung dapat menurunkan kinerja bank. Darmawi, 2006:38.
Non performing loan NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi
tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Akibat tingginya NPL perbankan harus menyediakan
24 pencadangan yang lebih besar sehingga pada akhirnya modal bank ikut
terkikis. Ali, 2004 dalam Billy Arma, 2010:8. Kredit atau pembiayaan yang disalurkan dikatakan bermasalah menurut
Mandala Manurung dan Rahardja 2004:196 jika pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali.
Dalam konteks Indonesia, kredit atau pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi kredit tak lancar dan macet.
Kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya. Kredit tak lancar dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kredit kurang lancar, diragukan, dan macet.
Luh Gede Meydianawathi 2007:138 menyatakan bahwa, non performing loans
NPLs menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang dikeluarkan oleh bank sampai lunas.
NPLs merupakan persentase jumlah kredit bermasalah dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit yang dikeluarkan bank.
Oleh kebanyakan bank sentral, kredit bermasalah dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan kolektabilitasnya. Untuk menjaga
keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan kredit bermasalah. Dengan demikian,
semakin besar jumlah saldo kredit bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta
semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan
25 dana cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas
usaha bank yang bersangkutan. Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah besar cenderung menurun profitabilitasnya.
Siswanto Sutojo, 2008:25.
E. Inflasi 1. Definisi Inflasi
Inflasi adalah salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga barang-barang secara umum, yang
berarti terjadinya penurunan nilai uang. Rimsky K. Judisseno, 2005:16. Menurut Sukirno 2004:27 inflasi adalah kenaikan harga-harga secara
umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga
pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Menurut Nanga 2005, inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum
mengalami kenaikan secara terus-menerus. Menurut Boediono 2001 inflasi adalah kecenderungan dari harga-
harga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus. Menurut Nopirin 2000 inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi
kenaikan tersebut tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu periode.
26 Inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin
melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara. Khalwaty, 2000:5.
another important economic statistic is the rate of inflation, which is the rate at which prices in general are increasing over time.
Robert dan Ben, 2004:98.
Menurutnya inflasi menyebabkan variasi harga dalam perekonomian. Ketika inflasi tinggi, seseorang yang memiliki pendapatan tetap, seperti
pensiunan yang menerima pendapatan tetap setiap bulan, maka seseorang tersebut tidak dapat mengimbangi biaya hidup yang semakin meningkat.
Inflation is a rise in the general level of prices. When inflation occurs, each dollar of income will buy fewer goods and services than before.
Inflation reduces the “ purchasing power” of money. But inflation does not mean that all prices are rising. Even during periods of rapid inflation,
some prices may be relatively constant while others are falling.
Campbell and Stanley, 2005:141.
Menurut mereka inflasi adalah kenaikan tingkat harga umum. Ketika inflasi terjadi, setiap dolar pendapatan akan membeli lebih sedikit barang
dan jasa dari sebelumnya. Inflasi mengurangi daya beli uang. Tetapi inflasi tidak berarti bahwa semua harga-harga naik. Bahkan selama periode
inflasi yang cepat, beberapa harga mungkin relatif konstan sementara yang lain jatuh.
Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu sebagai berikut:
a. Kenaikan Harga Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari
pada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harga bisa
27 dilakukan dengan jarak waktu yang lebih panjang: seminggu, sebulan,
triwulan, dan setahun. b. Bersifat Umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum juga
mangalami kenaikan. Contohnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak BBM, karena BBM merupakan komoditas yang sangat
strategis maka kenaikan harga BBM akan berdampak kepada kenaikan harga komoditas lainnya.
c. Berlangsung Terus-menerus Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan
inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Oleh karena itu, perhitungan inflasi minimal dilakukan dalam rentang waktu bulanan. Sebab dalam
waktu sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga tersebut bersifat umum dan terus-menerus.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu pristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat
harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
28 yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
www.wikipedia.org.
2. Jenis-jenis Inflasi
Berdasarkan derajatnya, inflasi dibedakan menjadi sebagai berikut: a. Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka
10 setahun. b. Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10-30
setahun. c. Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30-100
setahun. d. Hiperinflasi inflasi tak terkendali, terjadi apabila berada di atas 100
setahun. Berdasarkan kepada sumber atau penyebabnya kenaikan harga-harga
berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk berikut: a. Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat
pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.
Pengeluaran-pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan inflasi.
29 b. Inflasi Desakan Biaya
Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau kenaikan
upah. Inflasi ini terurama berlaku dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika pengangguran adalah sangat rendah.
Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara
memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi
ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.
c. Inflasi Diimpor Kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga-harga
barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi dalam negeri. Inflasi ini akan ada apabila barang-barang impor yang
mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran-pengeluaran perusahaan.
3. Efek Buruk Inflasi
Menurut Sukirno 2004:338, efek-efek buruk dari inflasi yaitu sebagai berikut :
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi Inflasi
yang tinggi
tingkatannya akan
menggalakkan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan
30 kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal
biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan
menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud. b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan
masyarakat. c. Inflasi Akan Menurunkan Pendapatan Riil Orang-orang Yang
Berpendapatan Tetap Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-
harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga akan
menurun. d. Inflasi Akan Mengurangi Nilai Kekayaan Yang Berbentuk Uang
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-
institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.
e. Memperburuk Pembagian Kekayaan Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan
menghadapi kemorosotan dalam nilai riil pandapatannya, dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil
31 kekayaannya. Juga sebagian penjualpedagang dapat mempertahankan
nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan berpendapat tetap dengan
pemilik-pemilik harta tetap dan penjualpedagang akan menjadi semakin tidak merata.
4. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi
Menurut Sukirno 2004:354 kebijakan yang mungkin dilakukan pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:
a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah.
b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan membatasi kredit.
c. Dari segi penawaran yaitu dengan melakukan langkah yang dapat mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti
mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan mentah, melakukan penetapan
harga, menggalakkan
pertambahan produksi
dan perkembangan teknologi.
F. Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 disebutkan bahwa, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
32 pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pemberian kredit pada bank konvensional dalam meminjamkan uang
kepada yang membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut.
Prinsip syariah menandakan transaksi semacam ini dan mengubahnya menjadi pembiayaan. Bank tidak meminjamkan sejumlah uang pada nasabah, tetapi
membiayai proyek keperluan nasabah. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut
sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Lalu bank menjual
kembali kepada nasabah atau dapat pula dengan cara bank mengikutsertakan modal dalam usaha nasabah. Heithzal Rivai, dkk, 2007:470.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Kewajiban tersebut dapat berupa pokok pinjaman, bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Suliso dkk, 2000:69. Menurut Raymond P. Kent 1961 dalam Veitzal Rivai 2007 “Credit may
be defined as the right to receive payment or the obligation to make payment on demand or at some future time on account of an immediate transfer of
goals. ”
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain
33 pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil mudharabah, pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal musyarakah, prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan murabahah, atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ijarah, atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa
dari pihak bank oleh pihak lain ijarah wa iqtina”. Pratin dan Akhyar Adnan, 2005:36.
Pembiayaan atau financing menurut Muhammad 2005:17, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Menurut Kamus Bank Indonesia, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Alokasi dana pembiayaan mempunyai beberapa tujuan Muhammad, 2005:55 yaitu :
1. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang
rendah.
2. Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi
likuiditas tetap aman.
34
G. Return on Assets ROA
ROA merupakan rasio untuk mengukur kemampuan manajemen menghasilkan income dari pengelola aset. Untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka makin besar tingkat keuntungan bank dan semakin
baik pula posisi bank dari segi penggunaan aset. Kasmir, 2005 : 280. Menurut F.S. Mishkin 2008:306, oleh karena pemilik bank harus
mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan
bank adalah imbal hasil atas aset Return on Assets-ROA, laba bersih setelah pajak dibagi aset :
ROA = Laba bersih setelah pajak x 100 Aset
ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang dihasilkan secara rata-rata
dari 1 asetnya. Return on assets
adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk
memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong
perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. Fransisca dan Hasan, 2008.
The level of profits net income generated by a bank is affected by controllable and uncontrollable factors. Controllable factors, which
35 management can influence, include business mix wholesaleretail orientation,
income production net interest margin, service fee income, and trading profits, loan quality, and expense control. Uncontrollable, or external, factors
that influence bank performance include level of interest rates, general economic conditions, and the competitive environment in which the bank
operates. Banks cannot control these external factors, but they can build flexibility into their operating plans to react to changes in these factors. Two
ratio measures are commonly used in comparing bank performance – return on assets and return on equity. Returns on assets ROA is defined as net
income divided by average assets. Returns on equity is defined as net income divided by average equity owners investment, which is referred to as capital.
Generation of return to the owners of the bank results from both profitability on assets and the degree of leverage used.
Frank P. Johnson and Richard D. Johnson, 1985:43-44.
Menurut mereka tingkat keuntungan laba bersih yang dihasilkan oleh
bank dipengaruhi oleh faktor terkendali dan tidak terkendali. Faktor yang terkendali dapat mempengaruhi manajemen, termasuk campuran bisnis
eceranorientasi grosir, produksi pendapatan margin bunga bersih, pendapatan jasa biaya, dan keuntungan perdagangan, kualitas kredit, dan
pengendalian biaya. Tidak terkendali, atau eksternal, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bank termasuk tingkat suku bunga, kondisi ekonomi
umum, dan lingkungan kompetitif dimana bank beroperasi. Bank tidak dapat mengendalikan faktor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun
fleksibilitas dalam operasi mereka berencana untuk bereaksi terhadap perubahan dalam faktor-faktor ini. Dua langkah rasio yang umum digunakan
dalam membandingkan kinerja bank - laba atas aktiva dan imbal hasil ekuitas. Pengembalian atas aset ROA didefinisikan sebagai pendapatan bersih dibagi
dengan aset rata-rata. Pengembalian atas ekuitas didefinisikan sebagai pendapatan bersih dibagi rata-rata ekuitas investasi pemilik, yang disebut
36 sebagai modal. Generasi kembali kepada pemilik hasil dari kedua profitabilitas
bank atas aset dan tingkat pengaruh yang digunakan. Sedangkan menurut Selamet Riyadi 2006:156, return on assets ROA
adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba dengan total aset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan aset yang
dilakukan oleh bank yang bersangkutan.
H. Kerterkaitan variabel Modal, Non Performing Financing NPF, dan
Inflasi Terhadap Pembiayaan
Beberapa variabel yang peneliti anggap paling dominan mempunyai keterkaitan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syariah adalah modal, non performing financing NPF, dan inflasi. 1. Keterkaitan Modal Terhadap Pembiayaan
Dalam tataran operasional, secara umum dalam kondisi normal, besarantotalitas pembiayaan sangat tergantung pada besaran dana yang
tersedia, baik yang berasal dari pemilik berupa modal sendiri, termasuk cadangan serta dana dari masyarakat luas, dana pihak ketiga. Jelasnya,
semakin besar funding suatu bank akan meningkatkan potensi bank yang bersangkutan dalam penyediaan pembiaayaan. Muhammad, 2005:52
Menurut Syafi’I Antonio 2001 dalam Pratin dan Akhyar Adnan 2005:38 salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk
pembiayaan loan adalah modal sendiri ekuitas, sehingga semakin
37 besar sumber dana ekuitas yang ada maka bank akan dapat
menyalurkan pembiayaan dalam batas maksimum yang lebih besar pula. 2. Keterkaitan Non performing Financing NPF Terhadap Pembiayaan
Menurut Sutojo 2008:2 Usaha bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang, sedangkan bank yang selalu dirongrong kredit
bermasalah akan mundur. Not Perfoming Loan NPL merupakan pembiayaan yang buruk yaitu pembiayaan yang tidak tertagih.
Besarnya NPL mencerminkan tingkat pengendalian biaya dan kebijakan pembiayaankredit yang dijalankan oleh bank. Faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan yang buruk ini Rose-Kolari, 1995 dalam Pratin dan Akhyar Adnan 2008:38 antara lain karakter buruk peminjam,
adanya praktek kolusi dalam pencairan pembiayaan, kelemahan manajemen, pengetahuan dan ketrampilan, dan perubahan kondisi
lingkungan. Untuk menekan atau meminimalkan tingkat NPL ini perlu dilakukan analisis pembiayaan. Semakin ketat kebijakan kreditanalisis
pembiayaan yang dilakukan manajemen bank semakin ditekan tingkat NPL akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh masyarakat
turun. Hal ini disebabkan karena waktu proses pembiayaan yang cukup lama, analisis pembiayaan yang mendalam, bahkan ada calon nasabah
yang merasa privasi pribadinya terganggu merasa tidak dipercaya karena adanya analisis karakter yang mendalam, sehingga calon nasabah
merasa lebih baik meminjam pindah ke bank lain yang lebih lunak dalam melakukan analisis pembiayaankebijakan kredit.
38 Menurut Karim dalam Pratin dan Akhyar Adnan 2005:38
pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL ketat kebijakan kredit
maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya.
3. Keterkaitan Inflasi Terhadap Pembiayaan Untuk menekan arus inflasi, terutama untuk usaha, pembangunan
ekonomi, kredit bank memegang peranan yang penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke
sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. Dengan perkataan
lain, setiap kredit harus benar-benar diarahkan untuk menambah flow of goods
serta memperlancar distribusi barang-barang tersebut agar merata keseluruh lapisan masyarakat. Kredit bank disalurkan secara selektif untuk
menutup kemungkinan usaha-usaha yang bersifat spekulatif. Rivai, 2007:440
I. Keterkaitan Variabel Modal, Non Performing Financing NPF, Inflasi,
dan Pembiayaan Terhadap Return on Assets ROA
1. Keterkaitan Modal Terhadap Return on Assets ROA Menurut Slamet Riyadi 2006:82 semakin besar jumlah dana modal
sendiri dan pelengkap maka akan semakin mempertinggi Return On Assets ROA dan Return On Equity ROE suatu bank.
Dengan meningkatnya
39 modal sendiri maka kesehatan bank yang terkait dengan rasio permodalan
CAR semakin meningkat dan dengan modal yang besar maka kesempatan untuk memperoleh laba perusahaan juga semakin besar Masyhud Ali, 2004
dalam Yakub Azwir, 2006:22. 2. Keterkaitan Non Performing Financing NPF Terhadap Return On Assets
ROA Sebuah bank yang dirongrong oleh kredit bermasalah dalam jumlah
besar cenderung menurun profitabilitasnya. Return on Assets ROA yaitu
salah satu tolok ukur profitabilitas mereka akan menurun, dengan akibat nilai kesehatan operasi mereka di masyarakat dan di dunia perbankan
khususnya akan ikut menurun. Sutojo, 2008:25. Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat
berimplikasi pada kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman dan atau beban bunga. Ketidaklancaran pembayaran pokok
pinjaman dan bunga secara langsung dapat menurunkan kinerja bank. Herman Darmawi, 2006:38.
3. Keterkaitan Inflasi Terhadap Return On Assets ROA Menurut Sukirno 1998 dalam Stiawan 2009 menyatakan akibat
penting dari inflasi yang terkait dengan investasi yaitu Tingkat bunga
meningkat sehingga mengurangi investasi, untuk menghindari penurunan dari nilai modal yang dipinjamkan, institusi keuangan akan menaikkan
bunga pinjaman mereka. Makin tingi tingkat inflasi maka makin tingi pula tingkat bunganya. Tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi kemauan
40 pemilik modal untuk mengembangkan sektor-sektor produktif. apabila
dikaitkan dengan profitabilitas bank, maka dengan rendahnya investasi maka investor juga akan mengurangi hutang di bank sehinga menurunkan
tingkat profitabilitas bank. 4. Keterkaitan Pembiayaan Terhadap Return On Assets ROA
Return on asset adalah indikator yang akan menunjukkan bahwa apabila rasio ini meningkat maka aktiva bank telah digunakan dengan optimal untuk
memperoleh pendapatan sehingga diperkirakan ROA dan kredit memiliki hubungan yang positif. Dalam kegiatan usaha bank yang mendorong
perekonomian, rasio ROA yang tinggi menunjukkan bank telah menyalurkan kredit dan memperoleh pendapatan. Fransisca dan Hasan,
2008
J. Penelitian Terdahulu
Akhyar Adnan 2005 meneliti tentang hubungan simpanan, modal sendiri, NPL, prosentase bagi hasil dan markup keuntungan terhadap pembiayaan pada
perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia BMI. Hasil penelitian ini adalah simpanan mempunyai hubungan positif dan signifikan
terhadap pembiayaan sementara variabel yang lain tidak mempunyai hubungan yang signifikan.
Aisyah Defy R. Simatupang 2006 meneliti tentang kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam hal kemampuannya menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan ekonomi. Kinerja Bank Muamalat Indonesia dalam
41 penelitiannya direpresentasikan oleh return on asset ROA Bank Muamalat
Indonesia. Disisi lain, yang dipilih sebagai representasi perubahan lingkungan tersebut adalah faktor SWBI, kurs, dan inflasi. Hasil analisis menunjukan
bahwa 1 terdapat perbedaan pengaruh eksternal tersebut terhadap ROA Bank Muamalat Indonesia pada Januari 2001 – Desember 2005, 2 variabel SWBI
dari Januari 2001 – Juni 2003 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 sangat berpengaruh
terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia, 3 variabel kurs dari Januari 2001 – Juni 2003 sangat berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat
Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamlat Indonesia 4 variabel inflasi dari Januari 2001 –
Juni 2003 tidak berpengaruh terhadap kinerja ROA Bank Muamalat Indonesia dan dari Juli 2003 – Desember 2005 sangat berpengaruh tehadap kinerja ROA
Bank Muamalat Indonesia. Anisyah Harahap 2006 meneliti tentang analisis pengaruh jumlah modal
inti, pertumbuhan kredit, capital adequacy ratio, loan to deposit ratio, dan non performing loan
terhadap profitabilitas Bank Umum di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator pertumbuhan kredit, CAR, dan NPL
yang mempengaruhi ROA secara signifikan sedangkan jumlah modal inti dan LDR tidak ada pengaruhnya terhadap ROA.
Yacub Azwir 2006 meneliti tentang analisis pengaruh kecukupan modal, efisiensi, likuiditas, NPL, dan PPAP terhadap ROA bank studi empiris: pada
industri perbankan yang listed di BEJ periode Tahun 2001-2004. Hasil analisis
42 menunjukkan bahwa data CAR, BOPO, dan LDR secara parsial siginifikan
terhadap ROA bank yang listed di BEJ untuk periode 2001-2004 pada tingkat signifikansi kurang dari 5 masing-masing 0,01, 0,01 dan 0,6,
sedangkan NPL dan PPAP tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA yang ditunjukkan dengan nilai tingkat signifikansi lebih besar dari 5 yaitu masing
masing sebesar 88,2 dan 72,7. Sementara secara bersama-sama CAR, BOPO, LDR, NPL dan PPAP terbukti signifikan berpengaruh terhadap ROA
pada tingkat signifikansi kurang dari 5 yaitu sebesar 0,01. Kemampuan prediksi dari ketujuh variabel tersebut terhadap ROA sebesar 35,1 sedangkan
sisanya 64,9 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.
Luh Gede Meydianawathi 2007 meneliti tentang analisis perilaku penawaran kredit perbankan kepada sektor UMKM di Indonesia 2002-2006.
Hasil penelitian menunjukkan secara parsial variabel DPK, ROA, dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan
modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Sebaliknya, NPLs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penawaran kredit investasi dan
modal kerja bank umum kepada sektor ini. Maharani Ika Lestari 2007 meniliti tentang kinerja Bank Devisa dan Bank
Non Devisa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya periode 2002-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2006 perbedaan kinerja
antara ROA, ROE Bank Devisa dan ROA, ROE Bank Non Devisa setelah krisis ekonomi tidak signifikan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa selama
43 periode penelitian yaitu tahun 2002-2006 Bank Non Devisa berperan lebih
besar dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dilihat dari rasio LDR nya. Indikator ekonomi makro Inflasi, Nilai tukar rupiah terhadap
US Dollar, Suku Bunga SBI tidak memiliki pengaruh terhadap rasio keuangan Bank ROA, ROE, LDR.
Francisca dan Hasan 2008 meneliti tentang pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor internal bank untuk volume kredit perbankan yang go public di Indonesia. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dana pihak ketiga dan laba atas aset ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan untuk volume kredit, rasio kecukupan modal
CAR yang positif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Non performing loan
NPL negatif dan tidak signifikan mempengaruhi volume kredit. Dari hasil analisis, dapat mengambil kesimpulan bahwa dana pihak
ketiga, rasio kecukupan modal, laba atas aset dan non performing loan memiliki pengaruh simultan pada volume kredit.
Ari Cahyono 2009 meneliti tentang pengaruh indikator makro ekonomi SBI, kurs, inflasi, IHSG, dan PDB terhadap dana pihak ketiga DPK dan
pembiayaan bank syariah Mandiri. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa indikator makro ekonomi memberikan pengaruh terhadap DPK dan
pembiayaan Bank Syariah Mandiri, di mana SBI memberikan pengaruh negatif, sedangkan inflasi, kurs, IHSG , dan PDB memberikan pengaruh
positif.
44
K. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan suatu proses dari peneliti memperoleh data kemudian mengolah data tersebut dan menginterprestasikan hasil data yang
telah diolah. Penelitian ini didasarkan atas penelitian-penelitian dan teori-teori yang
telah ada sebelumnya. Dari beberapa teori yang telah ada peneliti merangkainya menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan. Metode analisis
yang digunakan adalah analisis jalur. Hal ini dikarenakan analisis jalur dapat memperlihatkan hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.
Setelah menentukan judul dan metode analisis, peneliti mengumpulkan data-data dari variabel-variabel yang akan diteliti. Objek yang akan diteliti
adalah perbankan syariah khususnya Bank Muamalat Indonesia BMI. Variabel yang diteliti adalah modal, non performing financing NPF, inflasi,
pembiayaan dan return on assets ROA. Dalam penelitian ini yang akan menjadi variabel eksogen adalah non performing financing, modal dan inflasi.
Sedangkan yang akan menjadi variabel endogen adalah pembiayaan dan return on assets
ROA. Peneliti mengambil data dari masing-masing variabel dari situs Bank
Indonesia dan perpustakaan Bank Indonesia. Pencarian data dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama, pengambilan data inflasi yang diambil dari laporan
kebijakan moneter Bank Indonesia. Kedua, pengambilan data NPF, modal, pembiayaan, dan ROA yang diambil dari statsitik perbankan syariah yang
dipublikasikan dari laporan publikasi Bank Indonesia.
45 Setelah memperoleh data dari setiap variabel peneliti mulai melakukan
analisis. Sebelum melakukan analisis, peneliti merubah seluruh variabel ke dalam bentuk LN logaritma natural agar angka nominal seluruh variabel tidak
terlalu besar. Setelah data tersebut diubah kedalam bentuk LN, kemudian data diolah dengan menggunakan software AMOS 16. Dari output tersebut dapat
dianalisa korelasi, hubungan antara variabel, besarnya R square dan kesesuaian model Goodness of Fit. Setelah malakukan analisis tersebut peneliti dapat
mengambil kesimpulan dan implikasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Berikut ini adalah gambaran mengenai kerangka berfikir yang peneliti bentuk secara sederhana untuk menjelaskan proses penelitian :
46
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Kebijakan Moneter
Bank Muamalat Indonesia
Modal
Inflasi
Pembiayaan yang disalurkan
ROA
Analisis Jalur
Hubungan langsung dan tidak langsung
Uji Kesesuaian Model Pengujian Hipotesa
NPF
Intepretasi Bank Indonesia
47
L. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Modal, NPF dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Ho :
Modal, NPF dan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan.
Ha : Modal, NPF dan inflasi berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan. 2. NPF, Modal, Inflasi dan Pembiayaan Terhadap ROA
Ho : Modal, NPF, inflasi dan pembiayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Ha : Modal, NPF, inflasi dan pembiayaan berpengaruh signifikan
terhadap ROA.
48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif karena dalam penelitian ini penulis akan menghitung seberapa besar pengaruh modal, non
performing financing NPF, dan inflasi terhadap pembiayaan serta
Implikasinya terhadap return on assets ROA. Penelitian ini dilakukan pada Bank Muamalat Indonesia BMI periode
bulan Januari tahun 2003 hingga bulan Juli tahun 2010.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel penelitian adalah data modal, non performing financing NPF, pembiayaan dan return on assets ROA yang tercatat dalam laporan publikasi
Bank Mumalat Indonesia pada Bank Indonesia periode Januari 2003-Juli 2010. Sedangkan inflasi yang diambil dari laporan kebijakan moneter Bank
Indonesia periode Januari 2003-Juli 2010.
Populasi merupakan keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti. Sementara sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan convenience sampling, yaitu anggota sample yang dipilih berdasarkan kemudahan memperoleh data dan tidak
menyusahkan mengukurnya serta bersifat kooperatif. Abdul Hamid, 2007:30.
49
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari literatur-literatursumber lain dari dalam maupun luar perbankan
syariah, sedangkan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain sudah tersedia dan digunakan untuk penelitian lain. Data tersebut berupa
statistik bulanan Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari tahun 2003 hingga bulan Juli tahun 2010 yang dipublikasikan di Bank Indonesia.
2. Library Research Merupakan teknik pengumpulan data yang dilengkapi pula dengan
membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal
ini dilakukan untuk mendapat landasan teori dan konsep yang tersusun. Penulis melakukan penelitian dengan membaca, mengutip bahan-bahan
yang berkenaan dengan penelitian.
D. Metode Analisis
Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk kesesuaian fit dari matrik korelasi dari dua atau lebih model
yang dibandingkan oleh peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Regresi
dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang diprediksi
50 X
1
Y e
1
X
2
X
3
oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi variabel dan nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai
goodness of fit. Imam Ghozali, 2008:21.
Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis regresi berganda dan bivariat. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi yang
melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel mediatingintervening atau
variabel antara. Disamping itu analisis jalur juga dapat mengukur hubungan langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar
variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah
seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan
hubungan langsung dan tidak langsung. Imam Ghozali, 2008:93.
Dilihat dari kerangka teori penelitian ini, maka dapat diperoleh 2 dua substruktur linier sebagai berikut:
Substruktur I :
Gambar 3.1 Hubungan Kausal X
1
, X
2
, X
3
terhadap Y
51
Y Z
e
1
e
2
X
1
X
2
X
3
Bila dirumuskan kedalam persamaan matematis akan didapat model sebagai berikut:
Y = ρYX
1
+ ρYX
2
+ ρYX
3
+
1
Keterangan : Y
= Pembiayaan X
1
= Modal X
2
= Non Performing Financing NPF X
3
= Inflasi
1
=
Residual Error
Substruktur II :
Gambar 3.2 Hubungan Kausal X
1
, X
2
, X
3
, dan Y Terhadap Z
Z = ρZX
1
+ ρZX
2
+ ρZX
3
+ ρZY +
2
Keterangan : Z
= Return On Assets ROA Y
= Pembiayaan X
1
= Modal X
2
= Non Performing Financing NPF X
3
= Inflasi
2
= Residual Error
Selanjutnya dengan menggunakan model logaritma natural formulasinya dapat dibentuk lebih nyata sebagai berikut :
Substruktur I : Y = ρYX
1
+ ρYX
2
+ ρYX
3
+
1
Substruktur II : Z = ρZX
1
+ ρZX
2
+ ρZX
3
+ ρZY +
2
52 Hair et. al 1998 dalam Imam Ghozali 2008:61 mengajukan tahapan
pemodelan dan analisis persamaan struktural menjadi 7 tujuh langkah yaitu: Langkah 1: Pengembangan Model Berdasar Teori
Model persamaan struktural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel
lainnya. Hubungan kausalitas dapat berarti hubungan yang ketat seperti ditemukan dalam proses fisik seperti dalam riset perilaku yaitu alasan
seseorang membeli produk tertentu. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis
yang dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi pembenaran secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam
model merupakan dedukasi dari teori. Langkah 2 dan 3: Menyusun Diagram Jalur dan Persamaan Struktural
Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan diagram jalur dan menyusun persamaan strukturalnya. Ada dua hal yang perlu
dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antar model konstruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun measurement
model yaitu menghubungkan konstrak laten endogen atau eksogen dengan
variabel indikator atau manifest. Langkah 4: Memilih Jenis Input Matrik dan Estimasi Model yang Diusulkan
Model persamaan struktural berbeda dari teknik analisis multivariate lainnya, SEM hanya menggunakan data input berupa matrik variankovarian
atau matrik korelasi. Data mentah observasi individu dapat dimasukkan dalam
53 program AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah
menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outlier harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung. Teknik
estimasi model persamaan struktural pada awalnya dilakukan dengan ordinary least square
OLS regression, tetapi teknik ini mulai digantikan oleh Maximum Likelihood Estimation
ML yang lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariate dipenuhi. Teknik ML sekarang digunakan oleh
banyak program komputer. Namun demikian teknik ML sangat sensitif terhadap non-normalitas data sehingga diciptakan teknik estimasi lain seperti
Weight Least Square WLS, Generalized Least Square GLS dan
Asymptotivally Distribution Free ADF.
Langkah 5 : Menilai Identifikasi Model Struktural Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering
didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural. Problem identifikasi adalah
ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi
yang meliputi: 1 adanya nilai standar error yang besar untuk satu atau lebih koefisien, 2 ketidakmampuan program untuk invert information matrix, 3
nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif , 4 adanya nilai korelasi yang tinggi 0,90 antar koefisien estimasi.
Langkah 6 : Menilai Kriteria Goodness-of-Fit
54 Salah satu tujuan dari analisis jalur adalah menentukan apakah model
planusible masuk akal atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik,
apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model dalam buku Imam Ghozali 2008 terdiri dari:
1. Absolute Fit Measure Absolute fit measure
mengukur model fit secara keseluruhan baik model struktural maupun model pengukuran secara bersamaan.
a. LikeliHood-Ratio Chi-Square Statistic
Ukuran fundamental dari overall fit adalah likeliHood-ratio chi- square
2
. Nilai chi-square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom
menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini akan
menghasilkan probabilitas p yang lebih besar dari tingkat signifikansi dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi
dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi-square yang tidak
signifikan p 0.05 karena mengharapkan bahwa model yang
diusulkan cocok atau fit dengan data observasi. b. CMINDF
Adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini
untuk mengukur fit. Menurut Wheaton et. Al 1977 dalam Imam Ghozali 2008 nilai ratio 5 lima atau kurang dari lima merupakan
55 ukuran yang reasonable. Peneliti lainnya seperti Byrne 1988
mengusulkan nilai ratio ini 2 merupakan ukuran fit. c. Goodness of Fit Index GFI
Goodness of Fit Index GFI dikembangkan oleh Joreskog dan
Sorbon 1984 yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar antar 0 poor fit sampai 1 perfect fit. Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang
lebih baik dan berapa nilai GFI dapat diterima sebagai nilai yang layak belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai di
atas 90 sebagai ukuran good fit. d. Root Mean Square Erorrs of Approximation RMSEA
Root mean square error of approximination RMSEA merupakan
ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistic chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA
antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfitmatori atau
competing model strategy dengan jumlah sampel besar.
2. Incremental Fit Measures Incremental fit measures
membandingkan proposed model dengan baseline
model sering disebut dengan null model. Null model merupakan model realistic dimana model-model yang lain harus diatasnya.
a. Adjusted Goodness of Fit Indes AGFI Adjusted
Goodnbess of
Fit Index
AGFI merupakan
pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of
56 freedom
untuk propsed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah
0,90. b. Tucker-Lewis Index TLI
Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index
NNFI. Pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini
menggabungkan ukuran parsimony kedalam indeks komparasi antara proposal model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai
1.0. Nilai TLI yang direkomemdasikan adalah 0,90.
c. Normed Fit Index NFI Normed Fit Index
merupakan ukuran perbandingan antara proposed
model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 no fit at al
l sampai 1.0 perfect fit. Seperti halnya TLI tidak ada nilai absolute
yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya direkomendasikan
0,90. 3. Parsimony Fit Measures
Ukuran ini menghubungkan goodness-of-fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai level fit. Tujuan
dasarnya adalah untuk mendiagnosa apakah model fit telah tercapai dengan “overfitting” data yang memiliki banyak koefisien. Prosedur ini
mirip dengan “adusjtment” terhadap nilai R
2
didalam multiple regression. Namun demikian karena tidak ada uji statistik yang tersedia maka
penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model.
57 a. Parsimony Goodness of Fit Index PGFI
Parsimonious goodness-of-fit index PGFI memodifikasi GFI atas
dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1.0 dengan nilai semakin tinggi menunjukkan model lebih parsimony.
b. Parsimony Normed Fit Index PNFI Parsimonious Normal Fit Index
PNFI merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memasukkan jumlah degree of freedom yang digunakan
untuk mencapai level fit. Semakin tinggi nilai PNFI semakin baik. Kegunaan utama dari PNFI adalah untuk membandingkan model
dengan degree of freedom yang berbeda. Digunakan untuk membandingkan model alternatif sehingga tidak ada nilai yang
direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima. Namun demikian jika membandingkan dua model maka perbedaan PNFI 0,60 sampai
0,90 menunjukkan adanya perbedaan model yang signifikan.
58
Tabel 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian Fit
Laporan Statistik
Nilai yang Direkomendasikan Imam Ghozali 2008
Cut of value Keterangan
Absolut Fit
Probabilitas
2
Tidak signifikan p 0.05
Model yang diusulkan cocokfit dengan data
observasi
2
df
5 2
- Ukuran yang reasonable - Ukuran fit
RMSEA
0.1 0.05
0.01 0.05
x
0.08 - good fit
- very good fit - outstanding fit
- reasonable fit
GFI
0.9 good fit
Incremental Fit
AGFI
0.9 good fit
TLI
0.9 good fit
NFI
0.9 good fit
Parsimonious Fit
PNFI
0-1.0 lebih besar lebih baik
PGFI
0-1.0 lebih besar lebih baik
Sumber : Imam Ghozali, 2008 Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model
Ketika model telah dinyatakan diterima, maka peneliti dapat mempertimbangkan
dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus dilakukan setelah dikaji
59
banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di cross- validated
diestimasi dengan data terpisah sebelum model modifikasi diterima.
E. Operasional Variabel Penelitian a. Variabel Endogen
1 Pembiayaan Y Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan Pasal 1 disebutkan bahwa, Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pembiayaan atau financing, adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang direncanakan. Muhammad, 2005 : 17. Data Pembiayaan yang digunakan adalah jumlah pada Bank
Muamalat Indonesia periode bulan Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs
www.bi.go.id .
60 2 Return On Assets ROA Z
Menurut F.S. Mishkin 2008:306, oleh karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelola dengan baik, mereka
membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank. Ukuran dasar keuntungan bank adalah imbal hasil atas aset return on
assets -ROA, laba bersih setelah pajak dibagi aset :
ROA memberikan informasi mengenai efisiensi bank yang dijalankan; karena ROA menunjukkan berapa banyak laba yang
dihasilkan secara rata-rata dari 1 asetnya. Data return on assets ROA yang digunakan adalah jumlah return
on assets ROA pada Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari
2003 sampai Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs
www.bi.go.id .
b. Variabel Eksogen
1 Modal X
1
Menurut Zainul Arifin 2006:135 secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili kepentingan pemilik
dalam suatu perusahaan. Berdasarkan nilai buku, modal didefinisikan sebagai kekayaan bersih net worth yaitu selisih antara nilai buku dan
aktiva dikurangi dengan nilai buku dari kewajiban liabilities. Pada suatu bank, sumber perolehan modal bank dapat diperoleh dari
Laba bersih setelah pajak x 100 Aset
ROA
=
61 beberapa sumber. Pada awal pendirian, modal bank diperoleh dari
para pendiri dan para pemegang saham. Pemegang saham menempatkan modalnya pada bank dengan memperoleh hasil
keuntungan di masa yang akan datang. Data Modal Bank yang digunakan adalah jumlah Modal pada Bank Muamalat Indonesia
periode bulan Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari laporan publikasi Perbankan Syariah pada situs
www.bi.go.id .
2 Non Performing Financing NPF X
2
Luh Gede Meydianawathi 2007:138 menyatakan bahwa, Non Performing Loans
NPLs menunjukkan kemampuan kolektibilitas sebuah bank dalam mengumpulkan kembali pembiayaan yang
dikeluarkan oleh bank sampai lunas. NPLs merupakan persentase jumlah pembiayaan bermasalah dengan kriteria kurang lancar,
diragukan, dan macet terhadap total pembiayaan yang dikeluarkan bank. NPLs mempunyai hubungan negatif dengan penawaran kredit.
Oleh kebanyakan
bank sentral,
pembiayaan bermasalah
dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan kolektabilitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank
sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan pembiayaan bermasalah. Dengan demikian, semakin besar jumlah
saldo pembiayaan bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin
besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan dana
62 cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas
usaha bank yang bersangkutan. Siswanto Sutojo, 2008:25. Data non performing financing NPF yang digunakan adalah
jumlah non performing financing NPF pada Bank Muamalat Indonesia periode bulan Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut
diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id
. 3 Inflasi X
3
Menurut Sukirno 2004:27 inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke
periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun
sebelumnya. Menurut Campbell and Stanley 2005:141 inflasi adalah kenaikan
tingkat harga umum. Ketika inflasi terjadi, setiap dolar pendapatan akan membeli lebih sedikit barang dan jasa dari sebelumnya. Inflasi
mengurangi daya beli uang. Tetapi inflasi tidak berarti bahwa semua harga-harga naik. Bahkan selama periode inflasi yang cepat, beberapa
harga mungkin relatif konstan sementara yang lain jatuh. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan
periode Januari 2003 - Juli 2009. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id
63
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
Ide pendirian Bank Muamalat Indonesia berasal dari Majelis Ulama
Indonesia MUI pada lokakarya “bunga bank dan perbankan” pada tanggal
18-20 Agustus 1990. Ide pertama ini kemudian lebih dipertegas lagi dalam MUNAS VI MUI di Hotel Sahid tanggal 22-25 Agustus 1990. Berawal dari
amanat MUNAS IV MUI inilah dimulainya langkah untuk mendirikan Bank Islam. Perwataatmadja dan Antonio, 1999:84
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dan
pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen ikatan
cendekiawan muslim se-Indonesia ICMI dan beberapa pengusaha muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari
komitmen pembelian saham perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian perseroan. Selanjutnya, pada acara
silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp
106 miliar. Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai bank devisa. Pengakuan ini
64 semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh pembiayaan macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan
macet NPF mencapai lebih dari 60. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari
sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari
pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank
IDB yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang
saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan
bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap
Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan
perbankan syariah secara murni. Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari
keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
65 anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat
kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada i tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, ii
tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru Muamalat sedikitpun,
iii pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan direksi baru, iv peletakan
landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan v pembangunan tonggak-tonggak usaha
dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank
kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.
Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan
BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos OnlineSOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet.
BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan
aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System MEPS sehingga layanan BMI dapat
diakses di lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan
66 yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan
aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media masa, lembaga nasional dan internasional
serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain
sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2010 oleh Islamic Finance News Kuala Lumpur, sebagai Best Islamic Financial Institution in Indonesia 2010
oleh Global Finance New York serta sebagai The Best Islamic Finance House in Indonesia 2010
oleh Alpha South East Asia Hong Kong. www.bankmuamalatindonesia.com
.
B. Penemuan dan Pembahasan 1. Analisis Deskriptif
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan software Microsoft Excel
2007, SPSS 17.0, dan Amos 16 untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari
variabel eksogen; modal, non performing financing NPF, dan inflasi. Sedangkan variabel endogen; pembiayaan yang disalurkan dan return on
assets ROA. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut.
a. Analisis Deskriptif Variabel Modal
Perolehan dana dari sumber bank itu sendiri modal menurut Kasmir 2000:46 maksudnya adalah dana yang bersumber dari dalam
bank. Tujuan pengelolaan modal adalah agar permodalan bank modal
67 inti dan modal pelengkap mencapai kondisi yang disyaratkan bank
sentral. Manajemen modal menjadi sangat penting karena fungsi dan peranan modal sangat strategis, khususnya untuk keamanan seebuah
bank bank safety. Menurut Zainul Arifin 2006:135 secara tradisional, modal didefinisikan sebagai sesuatu yang mewakili
kepentingan pemilik dalam suatu perusahaan. Secara garis besar penghimpunan modal terdiri dari Kasmir,
2010:66: Setoran modal dari pemegang saham.
Cadangan-cadangan bank, maksudnya adalah cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang
sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu. Data modal yang digunakan adalah perkembangan modal per bulan
periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Data modal tersebut diperoleh dari jumlah modal yang tercatat pada neraca Bank Muamalat dalam
statistik bank umum syariah Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan dalam situs
www.bi.go.id pada tanggal 15 November
2010, pukul 13.00 WIB.
68
Tabel 4.1 Modal Bank Muamalat Indonesia
Bulan Modal Dalam Jutaan Rupiah
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
Januari 184705 323000 382018 834314
900255 941366
1090105 1002820
Februari
190465 329275 391011 849863 972945
970728 1114625 1008460
Maret
244268 344131 404593 816111 855976
929853 1057673
953564
April
298802 355513 384508 828464 870953
955528 1193414 1026060
Mei 302899 329064 717808 763504 1003404
973222 1206617
969021
Juni
301264 339998 734615 773133 833565
1140966 995327
978809
Juli
310969 345849 748556 905237 1021968 936019
998828 1661134
Agustus 314039 352797 765759 801133 1039393
953351 1006554
-
September 304599 335310 784145 810529 1056817
981445 925597
-
Oktober
302112 357908 804245 832254 1074241 1010681 988377
-
November
307136 368865 813005 846678 1091665 1039650 994371
-
Desember
307349 339113 818231 786441 1109089 966180
1226323 -
Sumber : Data diolah
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah modal pada periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada periode penelitian modal terendah terjadi pada
Januari 2003 yaitu sebesar Rp 184.705 triliun. Selama periode penelitian, modal cenderung mengalami peningkatan dari bulan ke
bulan. Jumlah modal tertinggi terjadi pada bulan Juli 2010 yaitu
sebesar Rp 1.661.134 triliun.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut.
69
Gambar 4.1 Modal Bank Muamalat indonesia
Sumber : Data diolah
Pada gambar 4.1, modal menunjukkan pergerakan dengan trend meningkat periode penelitian hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat
kepercayaan pemegang saham. Namun, pada tahun 2007 hingga tahun 2008 modal mengalami sedikit penurunan sebesar 2,4 persen yang
disebabkan oleh terjadinya krisis global.
b. Analisis Deskriptif Non Performing Financing NPF
Kredit atau pembiayaan yang disalurkan dikatakan bermasalah menurut Mandala Manurung dan Rahardja 2004:196 jika
pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Dalam konteks Indonesia,
kredit atau pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi kredit tak lancar dan macet.
Kredit tak lancar adalah kredit yang masih dilakukan pembayarannya, tetapi lebih lambat dari jadwal yang seharusnya.
70 Kredit tak lancar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: kredit
kurang lancar, diragukan, dan macet. Oleh
kebanyakan bank
sentral, pembiayaan
bermasalah dikategorikan sebagai aktiva produktif bank yang diragukan
kolektabilitasnya. Untuk menjaga keamanan dana para deposan, bank sentral mewajibkan bank umum menyediakan cadangan penghapusan
pembiayaan bermasalah. Dengan demikian, semakin besar jumlah saldo pembiayaan bermasalah yang dimiliki bank, akan semakin besar
jumlah dana cadangan yang harus segera disediakan, serta semakin besar pula biaya yang harus mereka tanggung untuk mengadakan dana
cadangan itu. Sudah barang tentu hal ini mempengaruhi profitabilitas usaha bank yang bersangkutan. Siswanto Sutojo, 2008:25.
Data NPF yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat NPF per bulan pada Bank Muamalat Indonesia periode Januari 2003 hingga
Juli 2010. NPF tersebut diperoleh dari hasil penjumlahan pembiayaan dengan kategori kurang lancar, diragukan, dan macet kemudian dibagi
dengan total pembiayaan yang disalurkan yang tercatat dalam statistik bank umum syariah Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan
dalam situs www.bi.go.id
pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB.
71
Tabel 4.2 Non Performing Financing NPF Bank Muamalat Indonesia
Bulan NPF Dalam Desimal
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
Januari
0.05 0.03
0.02 0.02
0.03 0.03
0.04 0.05
Februari
0.05 0.03
0.02 0.02
0.03 0.03
0.05 0.07
Maret 0.04
0.03 0.02
0.02 0.03
0.03 0.06
0.07
April
0.04 0.02
0.02 0.02
0.04 0.03
0.05 0.08
Mei
0.04 0.02
0.02 0.04
0.04 0.06
0.05 0.07
Juni
0.04 0.02
0.02 0.03
0.04 0.05
0.03 0.05
Juli
0.04 0.02
0.02 0.03
0.04 0.05
0.06 0.06
Agustus
0.04 0.02
0.03 0.04
0.04 0.04
0.08 -
September
0.04 0.02
0.03 0.04
0.04 0.04
0.08 -
Oktober
0.04 0.02
0.04 0.03
0.04 0.04
0.08 -
November
0.04 0.02
0.03 0.03
0.04 0.04
0.09 -
Desember
0.03 0.02
0.02 0.05
0.04 0.04
0.05 -
Sumber : Data diolah
Tabel 4.2 menunjukkan fluktuasi tingkat NPF pada periode Januari 2003 hingga Juli 2010. Pada masa penelitian NPF tertinggi terjadi
pada 3 tiga bulan terakhir periode penelitian November 2009, yaitu sebesar 9.
Agar lebih mudah dipahami dan komunikatif, data tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut.
72
Gambar 4.2 NPF Bank Muamalat
Sumber : data diolah Gambar 4.2, menggambarkan kinerja Bank Muamalat Indonesia
dilihat dari segi kualitas pembiayaan. NPF bergerak dikisaran 0,3 persen per tahunnya pada periode awal tahun 2003 hingga bulan Juli
2010. Hal ini menggambarkan Bank Muamalat Indonesia tetap mampu menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkannya. Namun, pada akhir
semester kedua di tahun 2009 mengalami peningkatan hingga 0,8 persen. Hal ini kemungkinan dipicu oleh jumlah pembiayaan yang
disalurkan semakin banyak, sehingga berpotensi terjadi peningkatan pembiayaan bermasalah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
penurunan tingkat laba.
73
c. Analisis Deskriptif Inflasi
Menurut Mishkin 2008:13 inflasi yaitu kenaikan harga-harga secara terus-menerus, mempengaruhi individu, pengusaha, dan
pemerintah. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap jika proses kenaikkan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling mempengaruhi. Sukirno,
2004:27.
Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode Januari 2003 – Juli 2010. Data tersebut diperoleh dari situs
www.bi.go.id pada tanggal 15 November 2010, pukul 13.00 WIB.
Tabel 4.3 Inflasi
Bulan
Inflasi Dalam Desimal
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
Januari
0.004 0.004 0.006 0.014 0.005 0.006 0.008 0.005
Februari
0.005 0.004 0.006 0.015 0.005 0.006 0.007 0.004
Maret
0.005 0.004 0.007 0.013 0.005 0.007 0.007 0.003
April
0.005 0.005 0.007 0.013 0.006 0.008 0.006 0.003
Mei
0.005 0.005 0.006 0.013 0.005 0.009 0.005 0.003
Juni
0.005 0.006 0.006 0.013 0.005 0.009 0.003 0.003
Juli
0.006 0.006 0.007 0.013 0.005 0.010 0.002 0.003
Agustus
0.006 0.006 0.007 0.012 0.005 0.010 0.002 -
September
0.006 0.005 0.008 0.012 0.006 0.010 0.002 -
Oktober
0.006 0.005 0.015 0.005 0.006 0.010 0.002 -