3.3.2 Pendidikan
Tahun 1954 ia masuk Sekolah Rakyat Taman Siswa di Medan. Di sekolah ini ia banyak menimba ilmu dan berkawan dengan kawan-kawannya yang terdiri
dari berbagai suku bangsa. Di sini pula ia sudah menaruh minatnya kepada kesenian-kesenian yang ada di Sumatera Utara. Saat di Sekolah Rakyat ini, ia juga
aktif melakukan kerja-kerja sosial bersama rekan-rekannya. Tahun 1960 ia menamatkan Sekolah Rakyatnya ini. Kemudian ia menyambung Sekolah
Menengah Pertama Taman Siswa juga di Medan, dan menamatkan tiga tahun kemudian, yaitu tahun 1963. Selanjutnya ia pun melanjutkan ke Sekolah Menengah
Atas SMA Taman Siswa di Medan dan menamatkannya tahun 1966. Sekolah Taman Siswa ini adalah cabang dari Perguruan Taman Siswa yang berpusat di
Surakarta, didirikan oleh Douwes Dekker Suryadi Suryadiningrat, dan sangat berpengaruh juga di Sumatera Utara. Sekolah ini saat itu termasuk sekolah yang
bergengsi dilihat dari prestasi dan disiplinnya. Kemudian setelah tamat SMA ini ia masih tetap membantu orang tuanya
membuat tempe. Ia tidak menyambung ke sekolah yang lebih tinggi karena ketiadaan dana. Namun ia terus belajar agama dari para guru agama terutama
mengaji Al-Qur’an dan mendalami masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Islam. Pendidikannya ini mengarahkan hidup beliau dalam beragama.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3 Mendirikan Rumah Tangga
Yusuf Wibisono menikah pada usia 21 tahun, tepatnya tahun 1968, ketika masa Pemerintahan Orde Baru, dengan seorang gadis suku Jawa yang bernama
Suparti. Suparti sendiri saat menikah ini berusia 20 tahun, setahun lebih muda dari Yusuf Wibisono, Yusuf Wibisono mengenal Suparti sewaktu SMA. Saat itu mereka
sama-sama bersekolah di Taman Siswa, seperti sudah dijelaskan di atas. Dari pernikahan Yusuf Wibisono dengan Suparti ini, mereka dikaruniai dua
orang anak saja, yaitu: 1
Muhammad Yunus, laki-laki, lahir tahun 1970, di Medan. 2
Yusniati, perempuan, lahir tahun 1974, di Medan. Tahun 1995 Muhammad Yunus menikah dan memberi Yusuf Wibisono dan Suparti
dua orang cucu yaitu Agung dan Ajeng. Agung lahir pada tahun 1997, sementara Ajeng lahir tahun 2000 yang lalu.
3.3.4 Kegiatan Berkesenian Melayu