kemudian mengarahkan kinerja Yusuf Wibisono berkecimpung dalam seni pertunjukan Melayu.
3.3.6 Belajar Bermain Gendang Ronggeng Melayu
Menurut penjelasannya, awal ketertarikan beliau terhadap musik Melayu tertuju pada instrumen gendang ronggeng. Menurut beliau pada saat itu beliau suka
sekali mendengar suara dari tabuhan gendang Melayu tersebut. Di saat waktu luang beliau meminta kepada salah seorang penabuh gendang yaitu Pak Yakub, untuk
mengajarkannya bagaimana cara menabuh gendang. Ia memohon kepada Pak Ayub karena Yusuf Wibisono memiliki dasar-dasar kemampuan dan keinginan untuk
bermain gendang ronggeng Melayu. Untuk keseriusannya belajar gendang ronggeng Melayu ini, pada akhirnya beliau memutuskan untuk membeli sebuah
gendang ronggeng Melayu. Pada saat itu, tahun 1960-an harga gendang tersebut adalah Rp 10.000. Harga ini sudah memenuhi standar kualitas gendang yang paling
bagus saat itu. Bandingkan saja dengan tahun 2008 sekarang ini, harga gendang yang berkualitas bagus sudah mencapai harga sekitar Rp 600.000.
Setelah belajar menabuh gendang ronggeng Melayu, dan ia anggap dirinya mampu, beliau mendapat kesempatan untuk ikut bergabung dengan kelompok
musik Melayu, walaupun hanya sebagai pengganti apabila salah seorang anggotanya berhalangan untuk hadir. Ini terjadi mulai tahun 1967. Ia pun dengan
tabah menjalani kehidupannya sebagai seniman tingkat pemula dan pemain muda, maka hal itu wajar saja ia terima. Demikian juga honorarium yang diterima tentu
Universitas Sumatera Utara
saja lebih rendah dibandingkan dengan honorarium pemain gendang ronggeng Melayu yang lebih senior.
3.3.7 Belajar Bermain Biola dan Akordeon
Selain mempelajari gendang Melayu, beliau juga berusaha untuk mempelajari untuk dapat memainkan instrumen yang lain seperti biola dan
akordeon. Khusus untuk alat musik biola ia belajar dengan cara mendengar, melihat, dan merekam permainan biola Inong Ridho dan Datuk Abdurrahman.
Sementara untuk permainan akordion ia merekam permainan akordion Dahlan Siregar. Dari mereka-mereka inilah secara otodidak dan oral Yusuf Wibisono
belajar. Bagi pemusik lain, karena “kecerdikan” beliau dalam mempelajari musik Melayu seperti itu dia digelari dengan julukan “Usop Kancil.” Artinya pemusik
lain biasanya datang berguru secara langsung dan mohon menjadi murid, dalam masa tertentu melakukan kursus praktik dan mengeluarkan uang belajar, sementara
Yusuf Wibisono hanya cukup belajar dengan merekam saja. Ia merespons julukan ini dengan diterima saja. Katanya: “Tak apalah yang penting musik dan lagu-lagu
Melayu itu tidak hilang dan terus kekal untuk anak cucu kelak.” Karena beliau memiliki kemampuan dalam memainkan instrument gendang,
biola dan akordeon maka tidaklah heran apabila beliau sering dipanggil untuk menggantikan setiap personil yang berhalangan hadir. Oleh karenanya permintaan
untuk main musik Melayu menjadi lebih sering dan terbuka untuk dirinya, karena ia menguasai permainan berbagai alat musik Melayu ini. Tentu saja berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
seorang pemusik yang hanya mampu memainkan satu alat musik saja. Kemungkinan untuk bermain agak terbatas. Meskipun demikian, menurut Yusuf
Wibisono, bukan keahlian memainkan berbagai alat musik ini yang menjadikan seseorang itu hidup dalam kesenian Melayu, yang penting adalah menjaga moralitas
dan hubungan antara seniman dan masyarakat penggunanya, dan oleh karena itu sebagai seniman jangan sombong dan berbangga diri.
3.3.8 Belajar Membuat Gendang Ronggeng Melayu