BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MELAYU
DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN YANG HETEROGEN DI SUMATERA UTARA
Pada Bab II ini, penulis akan mendeskripsikan latar belakang sosial budaya Melayu dalam konteks kebudayaan yang heterogen atau plural di Sumatera Utara.
Tujuan dilakukannya kajian ini adalah untuk melihat kedudukan Yusuf Wibisono dalam konteks sosial budaya Sumatera Utara. Ia adalah keturunan suku Jawa, yang
banyak terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam seni pertunjukan musik dan tari Melayu di Sumatera Utara. Di lain sisi, identitas etnik dalam kebudayaan
Melayu termasuk ke dalam sebuah kebudayaan yang terbuka, yaitu orang Melayu menerima etnik lain untuk menjadi bahagian dari masyarakat Melayu. Untuk itu
terlebih dahulu dikaji keberadaan Sumatera Utara dan ibukotanya Medan, baik secara kewilayahan maupun kebudayaan.
2.1 Gambaran Umum Sumatera Utara dan Ibukotanya Medan
Secara geografis Sumatera Utara berada pada 1º sampai 4° Lintang Utara dan 98° sampai 100° Bujur Timur, yang berbatasan langsung di sebelah utara
dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan Provinsi Riau, sebelah timur dengan Selat Melaka dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara kaya sumber daya alam dan keadaan alam seperti hasil laut dari daerah pantai, perkebunan dan pertanian di dataran tinggi, hutan, danau, sungai
hingga daerah kepulauan. Berdasarkan letak geografi, kebudayaan Melayu itu meliputi berbagai-
bagai negara yang terbentang di kawasan Asia Tenggara, yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand khususnya daerah Patani, dan Brunai Darussalam.
Di Indonesia sendiri, etnik Melayu mendiami daerah budaya: Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Pesisir Kalimantan. Etnik
Melayu pesisir Timur Sumatera Utara, berdasarkan ciri khusus kebudayaannya, dapat dikelompokkan lagi ke dalam daerah: Langkat, Deli, Serdang, Batubara,
Asahan, dan Labuhan Batu.
3
Pada masa Kesultanan Melayu di kawasan ini, wilayah mereka lebih lazim disebut dengan Sumatera Timur, dan kemudian setelah masa kemerdekaan
disebut Sumatera Utara yang termasuk di dalamnya wilayah kebudayaan masyarakat Batak dan Nias. Masyarakat yang mendiami wilayah Provinsi
Sumatera Utara terdiri dari delapan etnik setempat: 1 Melayu, 2 Batak Toba, 3 Mandailing-Angkola, 4 Simalungun, 5 Karo, 6 Pakpak-Dairi, 7 Pesisir
Barat, dan 8 Nias. Selain itu ditambah pula oleh etnik pendatang seperti: Jawa, Sunda, Minangkabau, Aceh, Banjar, Tamil, Benggali, Tionghoa, dan Eropa
Usman Pelly 1994.
3
Tentang wilayah budaya Melayu ini dapat dilihat dari tulisan-tulisan: 1 Tengku Luckman Sinar 1994; 2 Ismail Hussein 1984; 3 Mohd Anis Md Nor 1990:66-67; 4 J. C. van Eerde 1920:17-20 dan
5 C. Lekkerkerker 1916:119.
Universitas Sumatera Utara
Selain kaya akan keadaan alam dan sumber daya alam, Sumatera Utara juga memiliki struktur tanah yang sangat subur. Hal ini menyebabkan Sumatera Utara
menjadi daerah yang sangat strategis bagi lahan perkebunan dan pertanian. Oleh karenanya juga, maka Sumatera Utara menjadi tujuan utama para migran baik dari
Nusantara maupun dunia. Sehingga pada masa sekarang ini Sumatera Utara adalah provinsi yang terpadat penduduknya di pulau Sumatera.
Perkebunan dan pertanian sendiri telah lama menjadi komoditas utama yang diperdagangkan dari daerah ini, bahkan jauh sebelum kolonial Belanda
menginjakkan kakinya di daerah ini. Hingga saat sekarang ini perkebunan dan pertanian tetap menjadi komoditas utama dari Sumatera Utara selain komoditas-
komoditas lainnya yang juga mendukung perekonomian daerah ini. Keadaan alam yang sangat beragam di Sumatera Utara juga mempengaruhi
kehidupan sosial budaya penduduk daerah ini, ini dikarenakan masyarakat Sumatera Utara terdiri dari sekumpulan masyarakat heterogen yang datang dari
beragam suku, etnik bahkan bangsa, yang telah memperkaya budaya daerah ini. Sumatera Utara memiliki penduduk dengan beragam suku seperti Melayu, Batak,
Karo dan Jawa. Etnik pendatang Dunia juga banyak ditemui di daerah ini, terutama etnik China Tionghoa dan India.
Keragaman sosial budaya yang dimiliki daerah ini tentunya berhubungan erat dengan keragaman alam yang dimilikinya. Kita dapat melihat dari sisi
historisnya bagaimana daerah ini telah menjadi sebuah tempat yang sangat dinamis
Universitas Sumatera Utara
melalui sumber daya alam dan juga letak daerahnya yang sangat strategis bagi pelayaran perdagangan dunia di masa lalu hingga saat ini. Bagaimanapun Selat
Malaka sebagai salah satu jalur pelayaran dunia mendistribusikan hasil-hasil dari daerah ini ke seluruh dunia tentunya memiliki peran yang sangat penting juga
dalam membentuk masyarakat Sumatera Utara yang heterogen. Sumatera Utara adalah daerah dengan cakupan sosial budaya yang sangat
beragam sekali, dengan kekayaan alamnya Sumatera Utara telah membentuk masyarakatnya menjadi masyarakat heterogen yang kaya akan budaya. Salah satu
daerah yang dapat dikatakan menjadi pintu gerbang dari seluruh keanekaragaman yang ada di Sumatera Utara adalah kota Medan. Sejak masuknya era kolonial
Belanda, Medan adalah salah satu tempat yang paling penting atau dapat dikatakan strategis bagi perekonomian khususnya perdagangan kolonial bangsa Belanda dan
Eropa. Sejak berlakunya Traktat London, 1824, yang mengharuskan Inggris untuk menukar pulau jajahannya Andalas Sumatera dengan Semenanjung Malaysia
kepada Belanda, maka sejak saat itulah Medan menjadi pusat kegiatan perekonomian dan sekaligus pemerintahan Belanda di Sumatera.
Secara geografis, Kota Medan terletak pada 3°30 sampai 3°43 Lintang Utara dan 98°35 sampai 98°44 Bujur Timur. Kota Medan hampir secara
keseluruhan berbatasan dengan daerah kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, selatan dan timur. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat
Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang terpadat di dunia. Sebagai daerah yang mengelilingi hampir seluruh Kota Medan, Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Deli Serdang adalah salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam SDA, khususnya di bidang perkebunan dan hasil hutan. Karenanya secara
geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Dengan kondisi yang sangat strategis ini membuat Kota Medan menjadi
daerah yang sangat penting secara ekonomis, Medan adalah pintu gerbang bagi sumber daya alam dari Sumatera Utara yang ingin di ekspor ke luar dari daerah ini.
Ini dikarenakan kota Medan adalah gerbang langsung menuju Selat Malaka, sebuah daerah dengan lalu lintas laut yang sangat padat dari segi perekonomian. Dengan
alasan sebagai pusat pemerintahan dan juga pusat perekonomian dari Sumatera Utara, Medan yang dahulunya dikenal dengan Deli akhirnya menjadi tempat tinggal
ataupun bermukim bagi suku, etnik dan bangsa-bangsa yang melakukan kontak perdagangan baik itu di Sumatera Utara maupun di daerah Medan sendiri.
Secara historis, Medan yang lahir pada tanggal 1 Juli 1590 telah memiliki sejarah yang cukup panjang dan juga kompleks. Benih awal berdirinya kota Medan
dapat dikatakan ketika Guru Patimpus mendirikan sebuah kampung bernama kampung Medan Puteri di pertemuan antara sungai Babura dan sungai Deli. Guru
Patimpus dikenal sebagai seorang putra Karo yang bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo, terminologi nama
beliau dapat diartikan yakni Guru berarti Tabib ataupun Orang Pintar, kemudian kata Pa merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau
Universitas Sumatera Utara
keadaan seseorang, sedangkan kata Timpus berarti bundelan, bungkus, atau balut. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib
yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada
monumen Guru Patimpus yang berada di seputaran daerah jalan Raden Saleh di kota Medan.
Deli atau kota Medan saat ini memiliki bukti-bukti historis betapa banyaknya masyarakat yang datang dari berbagai latar suku, etnik dan bangsa yang
tinggal menetap dan membaur di daerah ini dan sebagian besar masih dapat dilihat hingga saat ini. Sebut saja daerah Kampung Keling yang pada dahulunya lebih
dikenal dengan nama Kampung Madras, dimana dari terminologi bahasanya dapat dipastikan bahwa mayoritas penduduk daerah ini adalah orang Keling yang berasal
dari India. Walaupun saat ini mayoritas penduduknya tidak lagi orang-orang Keling saja ataupun orang-orang yang berasal dari daerah India tetap dapat membuktikan
bahwa ada bekas dan jejak pemukiman dari bangsa dan etnik lain di daerah kota Medan. Dan tidak hanya sebatas itu masih banyak lagi daerah di kota Medan yang
menjadi daerah-daerah pemukiman dari suku, bangsa dan etnik di luar dari daerah ini, seperti daerah Kesawan jalan Ahmad Yani dan tempat pemukiman orang Arab
tempo dulu di Jalan Mesjid. Awalnya mayoritas penduduk kota medan adalah suku Melayu, ini
disebabkan karena daerah ini adalah pusat dari kerajaan Melayu Deli. Suku-suku yang menjadi pendukung daerah ini setelah suku Melayu adalah suku Batak dan
Universitas Sumatera Utara
Karo lalu disusul dengan suku Jawa. Kedatangan suku Jawa dalam gelombang ataupun jumlah yang sangat besar terjadi pada masa kolonial belanda, ketika pihak
kolonial membuka perkebunan yang sangat besar di seluruh Sumatera Utara dan kota Medan. Dengan alasan upah yang sangat murah dan bahkan tidak dibayar
sama sekali para tenaga kerja dari pulau Jawa didatangkan ke daerah ini yang mayoritas penduduknya adalah Melayu dan Batak dan Karo.
Hingga saat ini bukti historis kedatangan suku Jawa ke daerah Sumatera Utara dan kota Medan masih dapat dilihat. Suku-suku Jawa yang dahulunya
didatangkan oleh pihak kolonial dan bermukim di sekitar perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh perusahaan asing masih bermukim di sekitar daerah perkebunan
dan semakin meluas seiring dengan berkembangnya zaman juga berakhirnya masa kolonial Belanda. Suku-suku Jawa yang dahulunya hanya berstatus sebagai pekerja
dan buruh pada zaman kolonial saat ini tidak lagi hanya menjadi pekerja kasar dan buruh saja melainkan telah menjadi penduduk yang sama statusnya dengan suku-
suku yang ada di daerah Sumatera Utara dan kota Medan. Walaupun begitu masyarakat suku Jawa didaerah Sumatera Utara dan kota Medan tetap saja dapat
kita temui di daerah-daerah perkebunan, ini disebabkan daerah-daerah tersebut telah menjadi kampung-kampung yang dikelola oleh masyarakat suku Jawa di daerah
ini. Salah satu alasan mengapa daerah Sumatera Utara dan kota Medan mampu
menjadi daerah yang kaya akan keragaman dalam bidang sosial budaya mungkin ada pada masyarakat Melayu di daerah ini. Masyarakat Melayu sebagai mayoritas
Universitas Sumatera Utara
khususnya di daerah kota Medan telah mampu menjadi masyarakat yang terbuka bagi masyarakat di luar daerahnya tanpa memandang sesuatu apapun yang berarti.
Keterbukaan masyarakat Melayu di daerah ini dapat dilihat dari budaya yang juga dimilikinya, lihat saja bagaimana kesenian masyarakat Melayu mampu
menerima instrumen-instrumen diluar dari daerahnya seperti biola dan akordeon yang bukan instrumen asli dari daerah ini melainkan berasal dari masyarakat Eropa
yang melakukan kontak terhadap masyarakat Melayu. Etnik Melayu ini dalam konteks kebijakannya menghadapi kontinuitas dan
perubahan kebudayaan, menggunakan empat klasifikasi adat: 1 adat yang sebenarnya adat, yaitu hukum alam yang secara tabi’i harus terjadi menurut
waktu dan ruang jika dikurangi merusak, jika dilebihi mubazir. Selanjutnya 2 adat yang diadatkan, yaitu adat yang berasal dari musyawarah dan mufakat
masyarakatnya,
4
yang dipercayakan kepada pemimpinnya. Kemudian 3 adat yang teradat, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang lama kelamaan atau tiba-tiba menjadi adat.
Yang terakhir 4 adat istiadat, yaitu adat yang merupakan kumpulan dari berbagai-bagai kebiasaan, dan cenderung diartikan sebagai upacara-upacara
khusus Lah Husni 1986:206-211.
4
Masyarakat society adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Lihat
Koentjaraningrat 1974:11. Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang dimaksud masyarakat adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative,
yang artinya: kelompok manusia yang terbesar, yang secara umum memiliki adat istiadat, tradisi, sikap, dan rasa bersatu, yang merupakan kesatuan tingkah laku mereka. Lebih jauh lihat J.L. Gillin dan J.P. Gillin
1954:139.
Universitas Sumatera Utara
Dalam bahagian ini, peneliti mendeskripsikan secara umum geografi dan etnografi masyarakat Sumatera Utara,
5
yang biasanya dalam konteks pemerintahan Republik Indonesia dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1 delapan
etnik setempat yang terdiri dari: Melayu, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, dan Nias; 2 etnik pendatang dari Nusantara:
Minangkabau, Aceh, Banjar, Jawa; serta 3 etnik pendatang dari luar negeri: Tionghoa, Tamil, Benggali, dan Eropa.
Pada masa sekarang sebagian besar masyarakat Sumatera Utara, menerima cara pembagian kelompok-kelompok etnik setempat ke dalam delapan kategori,
seperti yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia. Keberadaan etnik setempat dijelaskan oleh Goldsworthy bahwa tiga kelompok etnik besar Sumatera Utara
adalah Batak, Melayu Pesisir, dan Nias. Orang-orang Sumatera Utara biasanya dibagi ke dalam sembilan populasi setempat yaitu mereka yang bukan imigran,
yang biasa disebut dengan suku-suku.
5
Pada masa penjajahan Belanda, di Sumatera Utara terdapat dua provinsi afdeeling, yaitu Sumatera Timur dan Tapanuli. Ada perbedaan pengertian antara Sumatera Utara dengan Sumatera Timur. Wilayah
Sumatera Timur Oostkust van Sumatra dalam Bahasa Belanda atau East Coast of Sumatra dalam Bahasa Inggeris mencakup Provinsi Sumatera Utara sekarang di luar Tapanuli, ditambah daerah Bengkalis
Provinsi Riau secara budaya termasuk pula Tamiang Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Lebih jauh lihat
Blink, Sumatras Oostkust: In Here Opkomst en Ontwikkelings Als Economisch Gewest, sGravenhage: Mouton
Co., 1918, pp. 1 dan 9. Kini Sumatera Utara adalah salah satu dari 33 Provinsi di Indonesia, yang terdiri dari 26 Kabupaten dan Kota, yaitu: 1 Kabupaten Asahan, 2 Kabupaten Batubara, 3 Kabupaten Dairi, 4
Kabupaten Deli Serdang, 5 Kabupaten Humbang Hasundutan, 6 Kabupaten Karo, 7 Kabupaten Labuhan Batu, 8 Kabupaten Langkat, 9 Kabupaten Mandailing Natal, 10 Kabupaten Nias, 11 Kabupaten Nias
Selatan, 12 Kabupaten Pakpak Bharat, 13 Kabupaten Samosir, 14 Kabupaten Serdang Bedagai, 15 Kabupaten Simalungun, 16 Kabupaten Tapanuli Selatan, 17 Kabupaten Tapanuli Tengah, 18 Kabupaten
Tapanuli Utara, 19 Kabupaten Toba Samosir, 20 Kota Binjai, 21 Kota Medan, 22 Kota Padang Sidempuan, 23 Kota Pematangsiantar, 24 Kota Sibolga, 25 Kota Tanjung Balai dan 26 Kota Tebing
Tinggi. Pada tahun 2008 ini Labuhan Batu dimekarkan menjadi tiga: Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu, dan Labuhan Batu Selatan. Sementara tahun 2006 lalu, Asahan mekar menjadi Asahan dan Batubara.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok etnik Batak yang lebih luas, biasanya dibagi pada lima komunitas utama, yaitu: Pakpak-Dairi, Batak Toba, Angkola-Sipirok, Mandailing, Karo, dan
Simalungun. Keenam komunitas utama ini mempunyai organisasi sosial yang sama, yaitu berdasar pada sistem patrilineal dan klen yang eksogamus.
6
Mereka mempunyai sistem sosial, religi, dan linguistik yang berbeda. Perbedaan linguistik
paling jelas adalah antara kelompok Karo dan Pakpak-Dairi di utara dan barat dengan kelompok Toba, Mandailing, Angkola, dan Sipirok di Selatan. Simalungun
berada di antara dua sistem linguistik ini. Di Indonesia, etnik Melayu mendiami daerah Tamiang di Daerah Istimewa
Aceh, Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Sumatera adalah salah satu pulau besar di Indonesia yang terdiri dari
sekitar 3.000 pulau-pulau. Pulau Sumatera ini mencakup wilayah sebesar 473.606 km Fisher 1977:455-457.
Pulau ini mempunyai panjang lebih dari 1.920 km yang membentang dari barat laut ke tenggara, dan mempunyai lebar maksimum sebesar 384 km.
Sumatera adalah pulau di sebelah barat Indonesia, yang terentang dari 6º LU sampai 6º LS secara latitudinal dan 95º sampai 110º BT secara longitudinal
Whitington 1963:203. Sumatera juga dikelilingi oleh pulau-pulau di sekitarnya, baik yang
berdekatan dengan pantai barat ataupun timurnya. Pulau-pulau ini secara
4
Yang dimaksud klen eksogamus adalah sistem kemasyarakatan dalam sebuah suku, yang norma pemilihan pasangan hidupnya berasal dari kelompok luar tertentu. Lihat Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
1993:400. Dalam konteks masyarakat Batak, klen yang sama dilarang kawin.
Universitas Sumatera Utara
administratif ikut ke dalam pemerintahan daerah di Sumatera. Struktur geologis Pulau Sumatera didominasi oleh rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Rangkaian
pegunungan ini sampai ke wilayah Selat Sunda. Sumatera dibagi menjadi lima Provinsi atau Daerah Tingkat I. Sumatera adalah kawasan yang sangat cocok untuk
bidang pertanian dan perikanan Whitington 1963:539. Sebahagian besar penduduk Sumatera tergolong ke dalam ras proto-Mongoloid Fisher 1977:456,
dan berbahasa sama dengan kelompok bahasa Austronesia atau Melayu-Polinesia Howell 1973:80-81.
Pada masa lampau, beberapa sistem klasifikasi regional dipergunakan untuk membagi wilayah secara etnik. Provinsi Sumatera Utara misalnya pada zaman
Belanda terdiri dari dua wilayah yaitu Sumatera Timur dan Tapanuli. Namun Sumatera Timur mencakup daerah Aceh Timur Whitington 1963:203. Daerah
budaya Melayu Sumatera Utara yang menjadi fokus studi ini, berkaitan dengan daerah Sumatera Timur. Dalam konteks perdagangan dunia, Sumatera Timur
sangat terkenal, mempunyai pertumbuhan ekonomi yang pesat. Sumatera Timur mempunyai beberapa perkebunan, menghasilkan minyak bumi, dan menjadi daerah
sumber devisa yang penting di Indonesia. Perdagangan dan perikanan menjadi bidang ekonomi yang sangat penting di Pesisir Timur Sumatera Utara ini. Daerah
Sumatera Timur ini awalnya dihuni oleh tiga etnik setempat, yaitu: Melayu, Karo, dan Simalungun.
Sumatera sendiri dihuni oleh beberapa kelompok etnik setempat, yaitu: Aceh, Alas dan Gayo, Batak, Melayu, Minangkabau, Rejang, Lampung, Kubu,
Universitas Sumatera Utara
Nias, Mentawai, dan Enggano. Di Pesisir Timur Sumatera Utara, yang pada masa kesultanan lazim disebut Sumatera Timur, etnik Melayu mendiami wilayah yang
meliputi empat Kabupaten, yaitu: Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu. Pada masa-masa pemerintahan sistem kesultanan, etnik Melayu di
Sumatera Timur ini berada dalam tiga kesultanan besar, yaitu: Langkat, Deli, dan Serdang, dan ditambah sultan-sultan yang secara geografis dan politis lebih kecil,
yaitu: Asahan, Bilah, Kotapinang, dan Kualuh. Wilayah Sumatera Timur terbentang dari perbatasan Aceh sampai kerajaan
Siak mempunyai batas-batas geografis sebagai berikut: 1 sebelah utara dan barat berbatasan dengan wilayah Aceh; 2 sebelah timur berbatasan dengan
Selat Melaka; 3 sebelah selatan dan tenggara berbatasan dengan daerah Riau; dan 4 sebelah barat berbatasan dengan daerah Tapanuli Volker 1928:192-193.
Luasnya 94.583 km2 atau sekitar 20 dari luas pulau Sumatera Pelzer 1985:31. Di antara daerah Aceh di utara serta Riau di selatan dan tenggara inilah terletak
kesultanan-kesultanan Melayu Sumatera Timur.
2.2 Etnik di Sumatera Utara yang Heterogen