menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi terhadap afek-afek negatif.
a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek-afek positif dianggap
bagian dari subjective well-being karena afek-afek tersebut merefleksikan reaksi individu terhadap sejumlah peristiwa dalam hidup
yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan Diener et.al. 2005.
b. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Afek negatif
merepresentasikan mood dan emosi yang tidak menyenangkan dan merefleksikan respon negatif yang dialami individu sebagai reaksinya
terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami Diener et.al., 2005.
2.2.3 Karakteristik subjective well-being
Subjective well-being memiliki beberapa karakteristik. Menurut Diener dalam Diener, Suh Oishi, 1997 terdapat tiga karakteristik dasar subjective well-
being. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1.
Subjective well-being mencangkup faktor-faktor yang membedakan seseorang yang cukup bahagia dan sangat bahagia, kepuasan hidup dan
kepuasan spesifik. Selain itu subjective well-being juga mencakup keadaan yang tidak diinginkan seperti depresi atau anxiety. Individu yang memiliki
subjective well-being yang tinggi dalam satu faktor, dapat memiliki subjective well-being yang rendah pada faktor lainnya. Karenanya, untuk
mengukur keseluruhan subjective well-being perlu dilakukan pengkuran mental lainnya.
2. Subjective well-being merupakan pengalaman pribadi individu, bukan sudut
pandang para ahli dan peneliti. 3.
Subjective well-being merupakan fokus jangka panjang dan bukan merupakan emosi sesaat.
2.2.4 Pengukuran subjective well-being
Salah satu alat ukur untuk mengukur subjective well-being adalah Satisfaction with life scale SWLS yang dikembangkan oleh Diener et.al
1985. Skala SWLS ini berisi lima item dengan mengukur penilaian kognitif seseorang terhadap kepuasan kehidupannya. Selain itu untuk mengukur
subjective well-being dapat juga menggunakan Flourishing Scale FS. Skala tersebut dikembangkan oleh Diener et.al dalam Diener et al., 2010 yang
terdiri dari delapan item yang dirancang untuk mengukur social-psychological prosperity, untuk melengkapi keberadaan pada pegukuran subjective well-
being. Untuk mengukur komponen afektif seseorang terdapat beberapa jenis
skala yang dapat digunakan, salah satunya yaitu Positive Affect Negative Affect Schedule PANAS dari Watson, Clark dan Tellegen 1988. PANAS scale
mengukur tingkat afek positif dan afek negatif individu yang terdiri dari 20 item. Selain itu terdapat
Scale of Positive and Negative Experience SPANE untuk mengukur perasaan positif dan negatif terlepas dari asal mereka, tingkat
gairah, atau sifat dalam budaya barat di mana sebagian skala telah diciptakan yang terdiri dari 12 item Diener et al., 2010.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala SWLS dari Diener et.al 1985 dan PANAS dari Watson, Clark dan Tellegen 1988. Alasan peneliti
menggunakan skala tersebut karena ingin melihat kepuasan hidup seseorang secara kognitif dan afektif seseorang.
2.3 Social Influence
2.3.1 Pengertian social influence
Social influence adalah perubahan sikap, keyakinan, dan opini individu setelah berinteraksi dengan individu atau kelompok lain. Menurut Coleman
et.al. dalam Zagenczyk, 2006 social influence adalah seseorang yang menjaga hubungan satu sama lain akan memiliki kesamaan interpersonal yang lebih
besar mengenai persepsi atau sikap. Selain itu menurut Bearden dalam Bearden et.al., 1992 social influence adalah kecenderungan seseorang untuk
belajar tentang produk dan jasa dengan mengamati, mencari informasi agar sesuai dengan harapan orang lain.
Menurut McGuire Hoffman Broekhuizen social influence adalah sifat
umum yang bervariasi pada seseorang dan pengaruh kemampuan relatif seseorang dalam satu situasi cenderung memiliki hubungan positif yang
signifikan terhadap kemampuan mempengaruhi seseorang dalam berbagai situasi sosial lainnya. Adapun teori yang digunakan untuk variabel social
influence yang menjadi landasan penilitian yaitu teori yang digunakan oleh Bearden et.al. 1992.