Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
seseorang. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Verplanken dan Herabadi dalam Widawati, 2011 yang menjelaskan bahwa
impulse buying terdiri dari dua elemen, yaitu: kognisi, dalam hal kurangnya perencanaan dan pertimbangan serta emosi, dalam hal adanya perasaan nikmat
dan senang
.
Sedangkan Coley 2002 yang menyatakan, bahwa kognitif dan afektif
bersama-sama mempengaruhi bagaimana dan untuk apa emosi yang besar dan atau alasan-alasan yang menimbulkan impulsif atau kontrol diri. Afektif
mencerminkan sebuah dorongan yang tak tertahankan untuk membeli, emosi pembelian positif, dan pengelolaan suasana hati. Sedangkan kognitif
mencerminkan pertimbangan kognitif, pembelian yang tidak direncanakan, dan mengabaikan masa depan. Selain itu komponen kognitif mengacu pada struktur
mental dan proses yang terlibat dalam pemikiran. Sehingga dapat dimungkinkan konsumen yang lebih mementingkan afektifnya dari pada kognitifnya dalam
melakukan pembelian, memiliki kecenderungan lebih besar dalam melakukan pembelian impulsif.
Dari beberapa fenomena mengenai impulse buying terdapat bebarapa faktor yang mempengaruhi impulse buying. Menurut Chang dan Lucas dalam
David et al., 2008 salah satunya faktor yang mempengaruhi impulse buying adalah subjective well-being yang berhubungan positif dengan optimisme, self-
esteem dan berhubungan negatif dengan depresi. Subjective well-being adalah persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi
kognitif dan afektif terhadap hidup dan merepresentasikan kesejahteraan
psikologisnya. Menurut Argyle dalam David et al., 2008 menyimpulkan bahwa faktor eksternal, termasuk faktor-faktor demografi seperti pendidikan dan status
sosial ekonomi, secara kolektif menyumbang sekitar 15 terhadap subjektif well- being.
Meskipun subjective well-being telah dipelajari secara luas dalam psikolog, ada relatif sedikit riset pemasaran terhadap subjective well-being.
Menurut Oropesa dalam David et al., 2008 penelitian dalam pemasaran memfokuskan pada bagaimana perolehan barang material berhubungan dengan
kepuasan kehidupan, dimana impulse buying berfungsi terutama sebagai cara untuk menghindari keadaan psikologis yang negatif pada seseorang.
Selain subjective well-being, impulse buying juga dipengaruhi oleh faktor social influence. Menurut Bearden 1992 sosial influence telah diperiksa dalam
konteks CSII consumer susceptibility to interpersonal influence dimana CSII adalah suatu kondisi dimana pilihan konsumen akan suatu barang dipengaruhi
oleh orang lain. Menurut Bearden et al. dalam Kropp et al., 2005 juga menguji hubungan antara CSII dan sensitivitas atributional dan menemukan bahwa
konsumen cenderung rentan terhadap pengaruh orang lain untuk membeli produk yang mereka anggap akan menyebabkan orang lain membuat atribusi yang
menguntungkan tentang mereka. Menurut David et.al 2008 Social influence mengandung dua dimensi
yaitu komponen informasi dan komponen normatif. Komponen informasi mengukur kecenderungan individu untuk memperoleh informasi tentang produk
atau layanan dengan mengamati atau mencari informasi langsung dari orang lain.
Komponen normatif mengukur kebutuhan individu dengan menggunakan pembelian untuk mengidentifikasi atau meningkatkan gambarannya di mata orang
lain yang signifikan dan kemauan agar sesuai dengan harapan orang lain dalam membuat keputusan pembelian.
Selain itu faktor lain yang juga mempengaruhi impulse buying adalah self- esteem. Self-esteem adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Bagaimana
seseorang dapat menilai dirinya secara umum maupun secara keseluruhan dirinya. Penelitian yang dilakukan OGuinn dan Faber 1989 menemukan bahwa
seseorang yang melakukan compulsive buying memiliki self-esteem yang rendah. Terlepas dari kenyataan bahwa ada perbedaan penting antara compulsive buying
dan impulsive buying Rook dalam David et al., 2008. Dimana compulsive buying yaitu pembelian kronis yang berulang yang menjadi respon utama terhadap
kejadian atau perasaan negatif, sedangkan impulse buying yaitu pembelian yang terjadi ketika seseorang membeli barang dan tiba-tiba ingin membeli barang
tersebut. Menurut OGuinn dan Faber 1989 hasil ini konsisten dengan proposisi bahwa impulse buying bisa berfungsi sebagai pelarian dari keadaan psikologis
seperti keadaan self-esteem seseorang yang rendah. Selain itu, Verplanken et al. dalam David et al., 2008 menyatakan bahwa self-esteem yang rendah cenderung
menjadi sumber yang sangat kuat dari keadaan psikologis negatif yang terkait dengan impulse buying.
Selain faktor-faktor diatas yang mempengaruhi impulse buying, ternyata faktor demografis seperti usia dan jenis kelamin juga berpengaruh terhadap
impulse buying. Menurut Ditmar dalam Lin Lin, 2005 perempuan cenderung
bergerak di bidang pembelian impuls untuk alasan emosional dengan demikian mungkin remaja perempuan lebih cenderung tertarik ke sebuah obyek dan
keinginan untuk mendapatkan kepuasan dengan segera. Rook dan Hoch 1985 menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam
impulsif konsumen sebagian bisa mencerminkan fakta bahwa pria dan wanita biasanya berbelanja untuk berbagai jenis produk. Pada umumnya di dalam toko
ritel konsumen dapat menemukan produk laki-laki, produk perempuan, dan produk anak-anak, baik kebutuhan pribadi konsumen maupun pakaian dan mainan
yang telah disegmentasi oleh pembagian pada lantai belanja di toko ritel. Perbedaan usia dan jenis kelamin membuat pengaruh berbeda terhadap belanja
impulsif. Bellenger et al. dalam Kaceen lee, 2002 menemukan pembeli di
bawah usia 35 lebih rentan terhadap impulse buying dibandingkan dengan mereka yang memiliki usia lebih dari 35 tahun. Sedangkan menurut Eysenck et al. dalam
Kaceen lee, 2002 individu-individu yang lebih muda memiliki skor yang lebih tinggi pada tindakan impulsif dibandingkan dengan orang yang lebih tua dan
menunjukkan kurang kontrol diri dari pada orang dewasa. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, penting untuk
mengkaji lebih lanjut pengaruh subjective well-being, social influence, self-esteem
dan faktor demografis terhadap impulse buying. Judul skripsi ini adalah pengaruh subjective well-being, social influence, self-esteem dan faktor demografis
terhadap impulse buying