Struktur Populasi Syzygium Diversity, Population Structure And Distribution Paterrn Of Syzygium In Gunung Baung, East Java

Model kurva dengan bentuk J terbalik dapat pula mengindikasikan bahwa spesies tumbuhan merupakan spesies yang bersifat toleran terhadap cahaya matahari. Pada umumnya spesies ini tumbuh pada lapisan bawah tajuk. Sebaliknya spesies tumbuhan dengan model struktur populasinya berbentuk J biasanya merupakan spesies yang intoleran terhadap cahaya matahari, sehingga permudaannya sangat jarang dijumpai pada tempat-tempat yang ternaungi Silvertown 1982. Larpkern et al. 2011 mengemukakan bahwa dominasi bambu pada suatu kawasan dapat mengurangi kelimpahan dan kekayaan spesies tumbuhan berkayu. Faktor naungan kanopi serta serasah bambu yang dihasilkan oleh keberadaan bambu adalah faktor yang berpengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan anakan tumbuhan berkayu di sekitarnya. Intensitas cahaya yang masuk hingga lantai hutan akan terhalang oleh rimbunnya rumpun bambu yang rapat. Pada sisi yang lain, serasah bambu yang bersifat lambat terdekomposisi Sihotang 1989 dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan semai pohon di sekitarnya. Kondisi ini yang kemungkinan terjadi terhadap permudaan beberapa spesies Syzygium yang terdapat di Gunung Baung. Faktor naungan menjadi salah satu faktor penghambat perkecambahan anakan pohon. Kemungkinan hanya spesies yang bersifat toleran saja yang mampu untuk berkecambah dan tumbuh sebagai tanaman baru. Serasah bambu yang terkumpul di atas permukaan lantai hutan berpengaruh terhadap perkecambahan biji tumbuhan. Sifat serasah bambu yang lama terdekomposisi dapat menghambat perkecambahan biji. Namun demikian, kehadiran serasah bambu juga kemungkinan dapat mengurangi intensitas kompetisi dengan tumbuhan bawah lainnya sehingga meningkatkan keberhasilan perkecambahan biji Larpkern et al. 2011. Keberadaan serasah bambu juga dapat mengurangi evaporasi sehingga membentuk iklim mikro yang mampu mendukung perkecambahan biji serta melindungi biji dari pemangsanya Facelli and Pickett 1991; Becerra et al. 2004; Cintra 1997; dalam Larpkern et al. 2011. S. pycnanthum dan S. racemosum kemungkinan adalah spesies yang mampu beradaptasi dengan kondisi naungan dan serasah bambu yang tebal. Dibandingkan dengan spesies Syzygium lainnya, keberadaan permudaan kedua spesies ini cukup banyak dijumpai di antara rumpun-rumpun bambu yang terdapat di TWA Gunung Baung. Sistem perakaran bambu yang halus dan tersebar merata mampu memperbaiki sistem drainase pada tanah, terutama pada lapisan atas. Lapisan serasah bambu yang lambat terdekomposisi akan memperlambat pergerakan air hujan sehingga proses pencucian hara menjadi lambat. Kondisi drainase tanah yang baik akan mampu meningkatkan penyerapan hara ke dalam tanah, sehingga ketersediaannya di dalam tanah dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan Sihotang 1989. Ukuran dimensi Syzygium dalam strata tiang dan pohon mengindikasikan bahwa umumnya spesies Syzygium memiliki ukuran perawakan yang kecil. Data kelas diameter batang dbh dan kelas tinggi pohon dapat menunjukkan hal tersebut Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5 Jumlah individu Syzygium berdasarkan kelas diameter batang di Gunung Baung, Jawa Timur Tabel 6 Jumlah individu Syzygium berdasarkan kelas tinggi pohon Kelas tinggi pohon 2 m 2-5 m 6-10 m 11-15 m 15-20 cm 20 m S. cumini 4 2 S. littorale 1 13 5 S. polyanthum 2 1 S. pycnanthum 7 71 36 7 9 S. racemosum 1 16 3 2 1 S. samarangense 1 Syzygium jumlah 9 106 48 9 10 Kelas diameter batang 10 cm 10-20 cm 20-30 cm 30-40 cm 40-50 cm 50 cm S. cumini 2 3 1 S. littorale 1 8 6 4 S. polyanthum 3 S. pycnanthum 10 56 29 21 10 4 S. racemosum 1 13 5 3 1 S. samarangense 1 Syzygium jumlah 12 82 43 29 12 4 Istomo 1994 mengemukakan bahwa informasi mengenai struktur tegakan hutan dapat memberikan gambaran mengenai dinamika suatu spesies atau kelompok spesies mulai dari tingkat semai, pancang, tiang, hingga pohon.

5.4. Pola Sebaran Syzygium

Hasil analisis pola sebaran yang dilakukan menunjukkan bahwa Keseluruhan spesies Syzygium menyebar secara berkelompok. Syzygium samarangense yang hanya dijumpai satu individu dalam satu petak pengamatan tidak dapat dianalisis pola sebarannya dikarenakan tidak dapat menggambarkan kondisi penyebarannya. Kondisi ini akan mengakibatkan pola sebaran yang ditunjukan akan acak Tabel 7. Tabel 7 Nilai varian dan rata-rata jumlah individu Syzygium untuk penentuan pola sebaran dengan metode rasio ragam Spesies S 2 rata-rata x Nilai rasioS 2 x Pola sebaran S. cumini 0,06 0,02 2,32 Berkelompok S. littorale 0,50 0,07 6,90 Berkelompok S. polyanthum 0,10 0,03 3,56 Berkelompok S. pycnanthum 25,57 0,94 27,20 Berkelompok S. racemosum 15,81 0,32 49,40 Berkelompok S. samarangense 0,00 0,00 1,00 -- Keterangan: S 2 adalah nilai varian dari data jumlah individu per petak pengamatan, x adalah nilai rata-rata jumlah individu per petak pengamatan. Jika S 2 = x, maka pola sebarannya acak, jika S 2 x, maka pola sebarannya homogen, dan jika S 2 x, maka pola sebarnnya berkelompok. Hanya dijumpai satu individu dalam 1 petak pengamatan. Ludwig dan Reynolds 1988, Odum 1994, Krebs 1989 mengemukakan mengenai tiga pola distribusi individu dalam suatu populasi makhluk hidup, yaitu distribusi acak random, distribusi seragam uniform, dan distribusi berkelompok clumped. Pola sebaran makhluk hidup di alam secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik spesies, seperti reproduksi, perilaku sosial, dan koaktif serta faktor ekstrinsik yang mencakup faktor lingkungan di luar makhluk hidup. Kondisi di alam menunjukan bahwa banyak populasi tumbuhan maupun hewan memiliki pola penyebarannya yang bersifat mengelompok dan sangat jarang yang menyebar dalam pola yang teratur Krebs 1989. Pola sebaran berkelompok dapat mengindikasikan adanya faktor-faktor pembatas terhadap populasi. Makhluk hidup cenderung memilih tempat yang sesuai untuk keberlangsungan hidupnya. Hasil penghitungan nilai indeks pola sebaran yang meliputi: Index of Dispersion ID, Index of Clumping IC, dan Index Green IG untuk tiap spesies Syzygium ditampilkan dalam Tabel 8. Pola sebarannya menujukkan hasil yang serupa dengan perhitungan rasio ragam. Tabel 8 Nilai indeks pola sebaran untuk tiap spesies Syzygium di TWA Gunung Baung, Jawa Timur Spesies ID IC IG Pola sebaran S. cumini 2,32 1,32 0,26 Berkelompok S. littorale 6,90 5,91 0,35 Berkelompok S. polyanthum 3,56 2,56 0,43 Berkelompok S. pycnanthum 27,20 26,20 0,11 Berkelompok S. racemosum 49,40 48,40 0,61 Berkelompok S. samarangense 1,00 0,00 -- -- Keterangan: Jika nilai ID1, maka pola sebarannya adalah homogen, nilai ID = 1, maka pola sebarannya adalah acak, dan jika nila ID1, maka pola sebarannya adalah berkelompok. Nilai indeks maksimum berkelompok untuk setiap pengukuran indeks: ID Index of Dispersion pada n, IC Index of Clump pada n-1, dan GI Green Indexs nilai maksimum berkelompoknya = 1. n = jumlah total individu. . Hanya dijumpai satu individu dalam 1 petak pengamatan. Berdasarkan pada jumlah petak perjumpaan Syzygium serta proporsinya bagi masing-masing spesies terlihat bahwa S. pycnanthum mempunyai frekuensi perjumpaan yang paling sering dibandingkan spesies lainnya. Banyaknya petak dijumpainya suatu spesies tidaklah dapat secara langsung memberikan gambaran mengenai pola sebarannya. Akan tetapi berdasarkan data tersebut, ditambah dengan data jumlah individunya, maka dapat diketahui pola penyebarannya, seperti yang telah diuraikan. Perbandingan jumlah petak dan jumlah individu untuk masing-masing spesies Syzygium secara lengkap ditampilkan dalam Gambar 16. Pola sebaran yang berkelompok pada keseluruhan spesies Syzygium yang dijumpai di Gunung Baung, dapat mengindikasikan adanya faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap populasinya kecuali S. samarangense yang hanya dijumpai sebanyak 1 individu. Spesies-spesies tersebut memilih tempat-tempat yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam kajian ini faktor lingkungan yang akan dikaji berupa faktor lingkungan fisik tempat tumbuh serta faktor biotik berupa kondisi vegetasi yang terdapat di TWA Gunung Baung. Gambar 16 Histogram jumlah petak dan proporsi perjumpaan spesies Syzygium di Gunung Baung, Jawa Timur Setidaknya terdapat dua alasan yang berkaitan dengan pola sebaran berkelompok bagi berbagai spesies tumbuhan, yaitu: pertama berkaitan dengan penyebaran buah dan biji tanaman yang cenderung jatuh pada lokasi di sekitar pohon induk, serta kesesuaian kondisi lingkungan habitat tempat tumbuhnya. Kondisi iklim mikro suatu tempat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu spesies tumbuhan Barbour et al. 1987. 5.5. Asosiasi Tumbuhan dan Syzygium Perhitungan dan analisis asosiasi interspesies menunjukkan bahwa terdapat asosiasi positif antar spesies secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari nilai indeks asosiasi seluruh spesies VR; variance ratio test yang lebih besar dari satu. Hasil uji chi square terhadap W yang merupakan nilai statistik untuk menguji adanya penyimpangan nilai 1 dalam perhitungan VR, menunjukkan hasil penghitungan nilai W berada diluar batas nilai kritis bagi uji W pada tiap strata pertumbuhan Tabel 9. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara signifikan terdapat asosiasi antara seluruh spesies Tabel 9. Tabel 9 Nilai indeks asosiasi seluruh spesies VR untuk tiap strata pertumbuhan Nilai kritis bagi uji W Strata pertumbuhan VR W=N.VR α=0.005, N=250 α=0.95, N=250 semai 1,05 263,68 18,49 43,77 pancang 1,32 330,95 18,43 43,77 tiang 1,47 367,26 18,49 43,77 pohon 1,87 467,67 18,49 43,77 Keterangan: W=NVR, N= jumlah petak pengamatan, VR= variance ratio untuk indeks asosiasi seluruh spesies. Hasil pengujian χ2 untuk asosiasi berpasangan antara spesies yang memiliki INP ≥ 10 pada setiap strata pertumbuhan termasuk dengan spesies bambu menunjukkan hasil yang beragam. Namun kebanyakan tidak menunjukkan adanya asosiasi. Hanya terdapat 23 pasang spesies yang menunjukkan adanya asosiasi. Empat pasang berasosiasi negatif dan 19 pasang berasosiasi positif Tabel 10. Data lengkap tabel kontingensi asosiasi secara keseluruhan ditampilkan dalam lampiran. Nilai asosiasi yang ditunjukkan dengan menggunakan nilai Indeks Jacard IJ secara berpasangan antara spesies Syzygium dengan spesies lainnya menunjukkan hasil yang beragam. Spesies yang dihitung tingkat asosiasinya dengan Syzygium hanya spesies dengan nilai INP ≥ 10. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Botanri 2010. Secara umum nilai asosiasi yang terbentuk sangat rendah nilainya 0,20 sedangkan nilai maksimum asosiasi adalah 1,00. Kurniawan et al. 2008 mengelompokkan tingkatan asosiasi ke dalam empat kelompok, yaitu: sangat tinggi 0,75-1,00, tinggi 0,49-0,74, rendah 0,48-0,23, dan sangat rendah 0,22. Nilai indeks asosiasi menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara kedua spesies. Sifat asosiasi menggambarkan sifat hubungan antara spesies yang berasosiasi. Secara umum, tingkat asosiasi spesies dengan Syzygium sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa secara berpasangan, sangat kecil kemungkinan dijumpai Syzygium tumbuh pada lokasi yang bersamaan dengan spesies yang dianalisis. Syzygium tidak secara spesifik memiliki asosiasi dengan spesies tumbuhan lainnya.