tumbuhan yang hidup secara alami. Oleh karena itu struktur populasinya dapat didekati dengan fasetingkat pertumbuhannya, yaitu: anakan, pancang, tiang dan
pohon. Definisi untuk masing-masing strata pertumbuhan pohon adalah sebagai berikut: 1 anakan atau semai seedling adalah regenerasi awal pohon dengan
ukuran hingga tinggi kurang dari 1,5 meter, 2 pancang adalah regenerasi pohon dengan ukuran lebih tinggi dari 1,5 meter serta dengan diameter batang kurang
dari 10 cm, 3 tiang adalah regenerasi pohon dengan diameter 10-20 cm, dan 4 pohon adalah tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm
Soerianegara dan Indrawan 1988. Kondisi struktur populasi tumbuhan dapat menggambarkan status regenerasi dari suatu spesies Tripathi et al. 2010; Uma
2001. Dalam kajian ekologi tumbuhan, analisis vegetasi adalah cara yang
digunakan untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi spesies tumbuhan di suatu tempat Soerianegara dan Indrawan 1988. Data yang dapat diperoleh
dari kegiatan ini antara lain adalah: komposisi spesies, kerapatan, potensi dominansi, indeks keanekaragamn spesies dan pola sebaran. Data dari suatu
analisis vegetasi dapat juga digunakan untuk mengetahui kondisi populasi suatu spesies tumbuhan. Hal ini dikarenakan pada dasarnya analisis vegetasi dilakukan
terhadap keseluruhan spesies yang terdapat di lokasi yang dianalisis Gambar 2.
2.5. Pola Sebaran
Komunitas makhluk hidup tumbuhan dan satwa memiliki tiga pola dasar penyebarannya, yaitu: acak, berkelompok dan seragamteratur. Pola sebaran acak
mengindikasikan suatu kondisi lingkungan yang homogen dan atau menunjukan pola perilaku makhluk hidup yang tidak selektif atas kondisi lingkungannya. Pola
sebaran berkelompok dapat mengindikasikan adanya heterogenitas habitat atau adanya pola perilaku selektif makhluk hidup terhadap kondisi lingkungannya.
Pola sebaran seragamteratur menunjukan interaksi yang negatif antara individu, seperti persaingan pakan dan ruang Ludwig dan Reynolds 1988.
Tumbuhan pada umumnya menyukai hidup berkelompok Fachrul 2008; Risna 2009; Partomihardjo dan Naiola 2009; Lubis 2009. Hal ini dikarenakan
adanya interaksi antara tumbuhan dengan habitat dan lingkungannya. Hutchinson 1953 dalam Ludwig dan Reynolds 1988 mengemukakan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pola sebaran spasial makhluk hidup, yaitu: a. Faktor vektoral, yaitu faktor yang diakibatkan oleh aksi lingkungan misal: angin,
intensitas cahaya, dan air, b. Faktor reproduksi, yaitu faktor yang berkaitan dengan cara organisme bereproduksi misal: cloning dan progeny, c. Faktor
sosial, yaitu faktor yang berkaitan dengan perilaku organisme seperti teritorial, d. Faktor co-active, yaitu faktor yang berkaitan dengan interaksi intraspesifik
misal: kompetisi, e. Faktor stokastik, yaitu faktor yang dihasilkan dari variasi acak pada beberapa faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut secara sederhana
dikelompokan menjadi faktor intrinsik reproduksi, perilaku, sosial, dan co-active dan fakor ekstrinsik vektoral.
Gambar 2 Hubungan antara tumbuhan, flora dan vegetasi beserta variabel analisisnya modifikasi dari Fachrul 2008
Populasi
Data floristik Konsosiasi
Asosiasi Komunitas
Keragaman spesies Data vegetasi
Komposisi spesies Kerapatan
Potensi Dominansi
Pola penyebaran Indeks keanekaragaman spesies
Struktur populasi
Tumbuhan
Individu
Kelompok individu berbagai spesies
Kelompok individu satu spesies
Kelompok individu
2.6. Taman Wisata Alam
Menurut definisi dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 1988 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Taman Wisata
Alam didefinisikan sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Pengelolaan
yang dilakukan pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam harus sesuai dengan fungsi kawasan, yaitu:
a. sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, b. sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan atau
satwa beserta ekosistemnya, dan c. untuk pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Suatu kawasan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Wisata Alam, apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: a. mempunyai daya tarik alam berupa
tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik; b. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik
untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan c. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Upaya pengawetan Kawasan Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan perlindungan dan pengamanan, inventarisasi potensi kawasan,
penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi, pembinaan habitat dan populasi satwa. Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, kegiatan penunjang budidaya.