Latar Belakang Diversity, Population Structure And Distribution Paterrn Of Syzygium In Gunung Baung, East Java
berkurang luasannya. Tekanan yang besar dialami oleh kawasan hutan di Jawa. Hal ini diakibatkan oleh kebutuhan lahan yang meningkat bagi kegiatan
pembangunan. Akibatnya konversi lahan terus terjadi. Kawasan hutan konservasi di Jawa yang dikelola oleh pihak Kementrian Kehutanan relatif lebih terjaga
karena memiliki status yang jelas mengenai fungsi pengelolaannya. Meskipun hal ini
tidak menjadi
jaminan bahwa
kawasan tersebut
tidak dapat
dijangkaudirambah oleh masyarakat. Setidaknya, secara legal kawasan-kawasan tersebut telah memiliki status hukum yang jelas sebagai kawasan konservasi.
Tekanan terhadap kawasan konservasi dapat menimbulkan bencana bagi kelestarian spesies tumbuhan yang hidup di dalamnya.
Beberapa spesies Syzygium telah mengalami bahaya kepunahan. International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources
IUCN menetapkan dua spesies di antaranya termasuk ke dalam spesies yang langka. Keduanya adalah spesies Syzygium dari Jawa. Kedua spesies tersebut
adalah S. ampliflorum dan S. discophorum Whitten at al. 1999. Kondisi ini memerlukan perhatian untuk mengupayakan konservasi terhadapan keberadaan
spesies- spesies tersebut. Hal ini dimaksudkan agar keberadan spesies Syzygium, terutama yang belum banyak dikenal, dapat terhindar dari ancaman bahaya
kepunahan serta dikenal dan dapat dimanfaatkan potensinya oleh masyarakat. Konservasi atas keanekaragaman hayati tidak semata hanya berdasarkan
pada argumentasi yang bersifat materiil dan bersifat ekonomis, dimana keanekaragaman spesis tumbuhan hanya dilihat dari manfaatnya baik langsung
ataupun tidak langsung berupa: sumber pangan, kayu, keindahan, bahan obat,
manfaat ekologis, ekowisata, dan lainnya. Argumentasi ini bisa diterapkan bagi spesies yang telah diketahui manfaatnya.
Alasan konservasi spesies-spesies sebagai bagian dari keanekaragaman hayati dapat pula berdasarkan pada argumentasi yang bersifat etis. Argumentasi
etis lebih berdasarkan pada nilai-nilai filosofi keagamaan, dimana konservasi atas keanekaragaman hayati spesies berlaku untuk semua spesies penyusunnya,
termasuk spesies yang belum diketahui nilai manfaatnya tanpa melihat nilai ekonominya. Argumentasi ini lebih tepat menjadi alasan untuk melakukan
konservasi atas spesies Syzygium yang belum banyak diketahui nilai ekonomi dan manfaatnya.
Argumentasi etis lebih menekankan pada nilai intrinsik yang melekat pada suatu spesies bagi upaya konservasi keanekaragaman hayati secara keseluruhan.
Beberapa hal yang melekat dengan konsep ini adalah bahwa setiap spesies memiliki hak untuk hidup dan terdapat saling ketergantungan antara satu spesies
dengan spesies lainnya. Manusia menjadi bagian dari sistem kehidupan dan bertanggungjawab sebagai penjaga dan pelindung bumi. Penghargaan atas
kehidupan manusia berarti juga menghargai keanekaragaman hayati. Alam memiliki nilai spiritual dan estetis yang melebihi nilai ekonominya Primack et al.
1998. Kondisi populasi spesies Syzygium di Indonesia belum banyak tersedia
informasinya. Data dan informasi tersebut sangat diperlukan bagi upaya pengelolaan dan konservasi spesies yang ada. Melalui kegiatan penelitian
semacam ini diharapkan dapat diketahui kondisi kergaman spesies dan populasi Syzygium yang tumbuh secara alami di berbagai wilayah hutan, terutama di
kawasan-kawasan konservasi yang masih ada. Salah satu kawasan tersebut adalah Taman Wisata Alam TWA Gunung
Baung yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kawasan TWA Gunung Baung dikenal karena keunikan ekosistemnya yang memiliki air tejun yang diberi
nama Coban Baung dalam bahasa Jawa, coban berarti air terjun. Keberadaan air terjun tersebut menjadi daya tarik utama kawasan ini. Sebagai suatu kesatuan
ekosistem keberadaan air terjun tersebut tentu dipengaruhi oleh kondisi komponen lainnya termasuk tumbuhan di dalamnya. Salah satu kelompok tumbuhan tersebut
adalah marga Syzygium. Informasi mengenai Syzygium yang terdapat di kawasan ini masih sangat terbatas. Penelitian Yuliani et al. 2006 mencatat keberadaan S.
javanicum di Kawasan TWA Gunung Baung. Mudiana 2009 mengemukakan bahwa terdapat empat spesies Syzygium yang dijumpai tumbuh di sepanjang
Sungai Welang di TWA Gunung Baung, yaitu: S. samarangense, S. javanicum, S. pycnanthum, dan S. cf. aqueum.
Informasi mengenai keanekaragaman spesies, kondisi populasi, dan pola penyebarannya di dalam kawasan TWA Gunung Baung dapat menjadi dasar bagi
tindakan pengelolaan kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan keberadaannya akan berkaitan dengan proses-proses ekologi di dalam kawasan tersebut. Sebagai
contoh, keberadaan kera ekor panjang Macaca fascicularis dan kelelawar besar pemakan buah atau kalong Pteropus vampyrus di kawasan ini kemungkinan
berkaitan dengan kondisi tumbuhan yang mendukung kehidupannya. Keberadaan keduanya kemungkinan juga menjadi agen pemencar biji Syzygium Baung Camp
2008; Mudiana 2009. Untuk mendapatkan informasi tersebut, maka diperlukan suatu penelitian
dan pengkajian mengenai keanekaragaman spesies, struktur populasi dan pola penyebaran Syzygium di kawasan ini.