Karakter Lingkungan Tempat Tumbuh Syzygium

yang dijumpai, maka dapat diduga bahwa kondisi lingkungan blok 3, 5 dan blok 2 merupakan kondisi yang paling sesuai sebagai tempat tumbuh alami Syzygium di TWA Gunung Baung. Hal ini diketahui dengan banyaknya spesies Syzygium yang dijumpai di ketiga lokasi tersebut. Meskipun demikian kondisi lingkungan pada blok 1 yang didominasi oleh kehadiran B. blumeana tetap dapat dijumpai keberadaan Syzygium. Dengan demikian kondisi lingkungan keempat blok pengamatan tersebut sesuai bagi kehadiran Syzygium di TWA Gunung Baung. Lokasi Blok Pengamat an S im ila ri ty 4 5 3 2 1 62.20 74.80 87.40 100.00 Gambar 22 Dendogram klaster kondisi lingkungan blok pengamatan Syzygium Kondisi lingkungan yang banyak dijumpai Syzygium tersebut dicirikan dengan ketinggian tempat berkisar antara 300 – 450 mdpl dengan kondisi kelerengan miring berbukit hingga agak curam 21-39 serta penutupan tajuk yang rapat hingga terbuka. Kondisi vegetasinya dicirikan dengan sedikit dijumpai rumpun bambu hingga yang didominasi oleh kehadiran B. blumeana. Hasil analisis klaster yang dilakukan terhadap kondisi petak pengamatan yang di dalamnya dijumpai Syzygium menunjukkan pula pola pengelompokan tertentu. Dengan menggunakan karakter kondisi lingkungan yang sama fisik dan biotik seperti pada analisis klaster terhadap lokasi blok pengamatan, hasilnya ditampilkan dalam gambar 23. Terdapat dua kelompok besar karakter kondisi lingkungan tempat tumbuh Syzygium, yaitu kelompok pertama yang terdiri atas S. littorale, S. racemosum, S. pycnanthum, dan S. cumini, serta kelompok kedua yang terdiri atas S. polyanthum dan S. samarangense. Kondisi lingkungan tempat tumbuh S. littorale dan S. racemosum memiliki tingkat kemiripan yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Spesies Syzygium S im ila ri ty 6 3 4 5 2 1 54.01 69.34 84.67 100.00 Gambar 23 Dendogram klaster kondisi lingkungan habitat Syzygium berdasarkan pada petak pengamatan perjumpaan Syzygium Keterangan: 1. S. cumini; 2. S. littorale; 3. S. polyanthum; 4. S. pycnanthum; 5. S.racemosum; 6. S. samarangense Kondisi ini sesuai dengan klaster kondisi lingkungan berdasarkan pada lokasi Blok pengamatan. Keempat spesies Syzygium yang membentuk klaster pertama S. littorale, S. racemosum, S. pycnanthum, dan S. cumini memang banyak terdapat di lokasi blok pengamatan 2, 3 dan 5. Dengan demikian dapatlah diduga bahwa memang karakter kondisi lingkungan tempat tumbuh spesies- spesies tersebut memang mirip. Kondisinya digambarkan dengan karakter lingkungan yang dimiliki oleh petak-petak pengamatan pada blok 2, 3 dan 5. Tempat tumbuh bagi S. polyanthum digambarkan dengan kondisi lingkungan yang terdapat pada lokasi pengamatan blok 1 dan blok 2. Sedangkan bagi S. samarangense kondisi tempat tumbuhnya adalah seperti yang tergambar pada lokasi pengamatan blok 3. Lokasi pengamatan di blok 4, meskipun terdapat sebanyak 1 petak pengamatan yang menjumpai S. racemosum, akan tetapi kondisinya tidak sesuai bagi spesies ini. Kondisi lingkungan bagi S. racemosum banyak terwakili oleh kondisi lingkungan petak-petak pengamatan yang terdapat di blok 1, 2, 3 dan 5 Tabel 15. Tabel 15 Kesesuaian tempat tumbuh spesies Syzygium berdasarkan pada lokasi blok pengamatannya Spesies Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 Blok 5

S. cumini

- - - S. littorale - - S. polyanthum - - - S. pycnanthum - S. racemosum - S. samarangense - - - - Keterangan: kesesuaian tempat tumbuh Nilai rata-rata kondisi lingkungan untuk setiap lokasi blok pengamatan secara lengkap disajikan dalam lampiran Berdasarkan pada hasil analisis klaster yang dilakukan terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuh Syzygium, dapat diketahui bahwa kehadiran Syzygium di TWA Gunung Baung terdapat pada lokasi yang memiliki kondisi lingkungan yang relatif serupa baik kondisi fisik maupun vegetasinya, yaitu pada tempat- tempat dengan ketinggian antara 300-450 mdpl, dengan topografi berbukit pada kelerengan miring hingga agak curam, tempat yang ternaungi hingga terbuka, serta didominasi oleh bambu dari spesies B. blumeana. Syzygium tidak banyak ditemukan pada lokasi yang didominasi oleh bambu S. zollingeri. Secara garis besar terdapat tiga karakter habitat Syzygium yang tumbuh di TWA Gunung Baung berdasarkan kondisi vegetasi dan fisik lingkungannya berkaitan dengan kesesuaian tempat tumbuhnya, yaitu: 1. Kondisi habitat yang didominasi oleh keberadan bambu Bambusa blumeana, sedikit pohon pada daerah lereng bukit. Ketinggian tempat antara 353-453 m dpl rata-rata 403 m dpl. Spesies Syzygium yang tumbuh adalah S. pycnanthum dan S. racemosum. Vegetasi pada tingkat pohon didominasi oleh Syzygium pycnanthum, Ficus racemosa, Streblus asper, Ficus retusa, dan Tabernaemontana sphaerocarpha. Tumbuhan bawah didominasi oleh Cyathula prostata, Parameria laevigata, Rauvolfia verticilata, dan Piper cubeba. Permudaan pohon didominasi oleh Syzygium pycnanthum, Syzygium racemosum dan Tabernemontana sphaerocarpha. Kondisi ini merupakan gambaran kondisi lingkungan blok1. 2. Kondisi habitat dengan dominansi Bambusa blumeana yang tidak rapat, banyak dijumpai tempat terbuka dengan vegetasi semak dan pohon, pada lereng dan punggung bukit. Ketinggian tempat berkisar antara 269-455 m dpl rata-rata 374,33 m dpl. Pada tempat ini dijumpai lebih banyak Syzygium, yaitu: S. cumini, S. polyanthum, S. littorale, S. pycnanthum, S. recemosum, dan S. samarangense. Vegetasi pada tingkat pohon didominasi oleh Schoutenia ovta, S. pycnathum, Emblica officinalis, Dysoxylum gaudichaudianum, Ficus hispida dan Garuga floribunda, Microcos tomentosa dan Streblus asper. Tumbuhan bawah didominasi oleh Pennisetum purpureum, Tithonia diversifolia, Cyathula prostata, dan Mikania cordata. Permudaan pohon didominasi oleh Syzygium pycnanthum, Streblus asper, Schoutenia ovata, Lepisanthes rubiginosa dan Voacanga grandifolia. Kondisi ini merupakan gambaran kondisi lingkungan blok 2,3 dan 5. 3. Kondisi habitat dengan dominasi bambu Schizostachyum zollingeri, sedikit pohon, pada daerah lereng berbukit. Ketinggian tempat berkisar antara 236- 306 m dpl rata-rata 257,92 m dpl. Kemungkinan kecil untuk dapat menjumpai Syzygium di lokasi ini. Vegetasi pada tingkat pohon didominasi oleh Ficus hispida, Sphatodea campanulata dan Streblus asper. Tumbuhan bawah didominasi oleh Mikania cordata dan Tithonia diversifolia. Permudaan pohon yang mendominasi adalah Streblus asper. Kondisi ini merupakan gambaran kondisi lingkungan blok 4.

5.9. Kondisi Tanah

Berdasarkan pada peta jenis tanah yang ada, diketahui bahwa kawasan Gunung Baung tersusun atas dua jenis tanah yang berbeda. Bagian timur kawasan termasuk ke dalam jenis tanah Latosol coklat kemerahan, dan bagian Barat termasuk ke dalam jenis tanah Mediteran kemerahan dengan kedalaman tanah berkisar antara 60-90 cm. BKSDA Jawa Timur 2011. Tanah latosol termasuk ke dalam kelompok tanah vulkanik yang terbentuk dari pelapukan dari abu vulkanik. Tanah latosol memiliki ciri antara lain mengandung kadar liat 60, remah sampai gumpal, gembur dengan warna yang seragam, memiliki solum yang dalam namun dengan batas horizon tanah yang tidak jelas, serta memiliki nilai kejenuhan basa 50. Umumnya tanah latosol adalah tanah subur sehingga cocok untuk kegiatan pertanian intensif. Tanah mediteran termasuk ke dalam kelompok tanah kapur yang terbentuk dari pelapukan batu kapur dan batuan sedimen. Umumnya tanah ini bersifat tidak subur. Tanah mediteran memiliki karakter yang serupa dengan tanah podsolik, yaitu memiliki horizon penimbunan liat horizon argilik dengan nilai kejenuhan basa 50 Hardjowigeno 2010. Keberadaan Syzygium di TWA Gunung Baung ternyata tidak dipengaruhi oleh jenis tanah yang ada. Syzygium dijumpai tumbuh pada lokasi dengan kedua jenis tanah baik latosol maupun mediteran. Meskipun demikian, dari 5 lokasi blok pengamatan ternyata Syzygium lebih banyak dijumpai pada blok yang terdapat di lokasi dengan jenis tanah latosol blok 1 dan blok 2. Total individu Syzygium yang tercatat di kedua blok tersebut sebanyak 223 individu. Sedangkan pada 3 blok lainnya Blok 3, 4 dan 5 yang terletak pada lokasi dengan jenis tanah mediteran jumlah total individu Syzygium yang tercatat sebanyak 111 individu. Dengan hasil ini dapat diduga bahwa Syzygium lebih banyak dijumpai pada lokasi-lokasi yang memiliki kesuburan tanah yang baik. Berdasarkan jenis tanahnya, maka keberadaan Syzygium di TWA Gunung Baung lebih banyak dijumpai pada lokasi dengan jenis tanah latosol dari pada lokasi yang memiliki jenis tanah mediteran. Sifat kimia tanah pada setiap lokasi blok pengamatan umumnya relatif sama Gambar 24. Nilai kandungan bahan organik serta kandungan liat yang terlihat berbeda di antara keduanya. Kandungan bahan organik lapisan tanah atas lebih tinggi 1,49 dibandingkan lapisan tanah bawah 0,69. Kandungan liat pada lapisan tanah bawah lebih tinggi 50,00 dibandingkan lapisan tanah atas 36,40. Tekstur tanah bervariasi dari lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berdebu, liat berdebu, dan liat berurut dari tekstur kasar ke tekstur halus. Tekstur tanah menunjukkan tingkat kasar atau halusnya tanah dari fraksi tanah halus 2 mm. Dari sampel yang diambil yang paling banyak dijumpai adalah tanah dengan tekstur liat 7 sampel dari 19 sampel yang dianalisis. Gambar 24 Kondisi kimia tanah pada tiap blok pengamatan di TWA Gunung Baung Tanah dengan tekstur liat memiliki luas penampang permukaan yang lebih besar sehingga memiliki kemampuan untuk menahan air dan menyediakan unsur hara yang lebih baik dibandingkan dengan tanah yang bertekstur pasir. Kemampuan ini dikarenakan sifatnya yang lebih aktif dalam reaksi kimia. Hal ini berkaitan dengan kemampuan tukar kationnya. Tanah bertekstur liat umumnya memiliki nilai KTK kapasitas tukar kation yang tinggi. Kemampuan KTK dari sampel tanah yang diambil juga menunjukkan kategori yang sedang – sangat tinggi dengan nilai KTK 18,59 – 51,13 Hardjowigeno 2010. Berdasarkan sifat ini maka tanah di lokasi penelitian memiliki kemampuan yang baik dalam pengikatan air serta penyediaan unsur hara bagi pertumbuhan vegetasi yang ada. Nilai pH tanah hasil pengukuran di lapangan berkisar antara 4,2 sampai dengan 7,1. Nilai rata-ratanya berkisar antara 5,3 – 6,2. Sifat pH tanah secara umum masuk dalam kategori masam-agak masam. Hardjowigeno 2010 mengemukakan bahwa umumnya tanah di Indonesia bereaksi masam dengan pH 4,0 - 5,5 untuk itu tanah dengan pH 6,0-6,5 sudah dikatakan cukup netral. Beberapa nilai kandungan kimia tanah yang dianalisis dibandingkan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah berdasarkan Pusat Penelitian Tanah 1983 dalam Hardjowigeno 2010. Persentase kandungan C dan N termasuk ke dalam kategori rendah sampai dengan sedang. Nilai CN termasuk ke dalam kategori rendah rata-rata 7,47. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah mengandung bahan organik halus. Bahan organik halus tersusun atas hancuran bahan organik kasar serta senyawa lainnya yang terbentuk akibat kegiatan mikroorganisme tanah. Bahan organik halus sering pula disebut dengan humus. Humus merupakan senyawa yang tidak mudah hancur serta memiliki kemampuan untuk menahan air dan unsur hara. Humus termasuk ke dalam koloid organik tanah. Koloid tanah adalah bahan mineral dan bahan organik tanah yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi per satuan beratnya. Sifat koloid tanah akan berkaitan dengan kemampuan tukar kationnya. Humus memiliki KTK yang tinggi jika dibandingkan dengan mineral liat. Hasil analisis tanah yang dilakukan menujukan bahwa nilai KTK umumnya tinggi rata- rata 32,14 me100g. Tanah dengan KTK yang tinggi dapat mengindikasikan kesuburan tanah yang baik apabila didominasi oleh kation basa berupa Ca, Mg, K, dan Na, atau dengan kata lain memiliki sifat kejenuhan basa yang tinggi. Nilai rata-rata tingkat kejenuhan basa KB di lokasi penelitian sebesar 42,26 termasuk ke dalam kategori sedang. Kandungan K termasuk dalam kategori tinggi, dengan nilai rata-rata sebesar 0,88. Rata-rata kandungan P sebesar 0,81, tergolong ke dalam kriteria sangat rendah. Kategori kandungan Na, Ca dan Mg rata-rata masuk dalam kategori sedang sampai sangat tinggi. Kandungan K,Ca, Na dan Mg menunjukkan nilai yang tinggi. Berdasarkan pada kondisi tanah di lokasi penelitian, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman cukup baik. Hal ini dapat tergambar dari sifat tekstur tanah, nilai KTK, kejenuhan basa, dan kandungan hara makro lainnya. Lokasi Blok 2, 3 dan 5 sebagai lokasi yang paling banyak dijumpai spesies Syzygium menunjukan nilai sifat kimia dan fisik tanah yang serupa dengan blok 1 dan 4. Data lengkap mengenai hasil analisis sifat kimia tanah ditampilkan dalam lampiran. Nilai CN rasio dan KTK dapat menjadi indikasi kesuburan tanah. Nilai CN rasio pada semua lokasi blok pengamatan menunjukkan nilai yang rendah. Sedangkan nilai KTK-nya menunjukan hasil yang tinggi pada semua lokasi blok pengamatan. Kedua nilai ini mengindikasikan bahwa kemampuan tanah untuk menyediakan hara bagi tanaman cukup baik di semua lokasi. Jika dikaitkan