Regresi Linear Berganda Syzygium dan Faktor Lingkungan

Tjirosoepomo 1994; Mas’udah et al. 2010. Istilah simplisia yang digunakan untuk jenis ini antara lain: S.cumini cortex untuk kulit batang dan S. cumini semen untuk biji, Dalimartha 2003. Lestario 2003 mengemukakan bahwa buah duwet merupakan sumber antioksidan yang berguna bagi kesehatan. Zat ini dibutuhkan oleh tubuh untuk mencegah penyakit degeneratif. Pemanfaatan S. polyanthum secara tradisional adalah daunnya digunakan sebagai bahan bumbu dan obat serta kayunya digunakan sebagai bahan bangunan. Spesies ini sering digunakan sebagai bahan obat diare, asam urat, dibetes dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Potensi yang lebih besar sesungguhnya dimiliki oleh spesies ini yang tidak hanya terbatas pada pemanfaatan secara tradisional. Beberapa penelitian tentang kandungan kimia yang dimiliki oleh spesies ini mengemukakan bahwa spesies ini berpotensi sebagai penghasil tannin, flavanoid dan esensial oils 0,05. Asam citric dan eugenol juga termasuk di dalamnya Sumarno dan Agustin 2008. Daun salam S. polyanthum mengandung zat kimia yang berpotensi digunakan sebagai obat anti diare. Wiryawan et al. 2007, mengemukakan bahwa pemberian tepung daun salam sampai 3 pada ransum pakan ayam, mampu meningkatkan bobot badan ayam, serta menekan kematian ayam dan menurunkan populasi bakteri Escherichia coli penyebab penyakit diare pada ayam. Kandungan zat kimia yang terdapat dalam daun salam antara lain: minyak atsiri, triterpenoid, saponin, flavaniod dan tannin. Ketiga spesies lainnya, S. littorale, S. pycnanthum dan S. racemosum belum banyak diketahui pemanfaatan dan potensi kegunaan lainnya. Ketiga spesies ini masih liar dan belum dibudidayakan. Secara tradisional masyarakat memanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar. Belum banyak penelitian yang menggali potensi dari spesies-spesies ini. Heyne 1987, mengemukakan bahwa S. pycnanthum, yang disebutkan dengan nama Eugenia densiflora Duthie, memiliki beberapa kegunaan antara lain sebagai bahan kayu bakar, pemberi warna coklat untuk kain yang diperoleh dari pengolahan kulitnya, serta bunganya dapat dimakan sebagai lalapan dan sayur. Buahnya dapat dimakan namun tidak lazim karena rasanya yang tidak enak. Penelitian yang dilakukan Wahidi 2001 menunjukkan bahwa daun S. pycnanthum mengandung 15 komponen minyak atsiri. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa spesies ini dapat menjadi sumber penghasil α-farnesen dan eugenol. Menurut Mudiana 2008, spesies ini sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman hias out door karena memiliki karakter yang menunjang untuk fungsi tersebut yaitu berperawakan pohon kecil hingga sedang, bentuk tajuk rindang, warna dan bentuk bunga serta buahnya menarik. Kayu Syzygium littorale dimanfaatkan sebagai kayu bakar, sedangkan buahnya jarang sekali dimakan, karena rasanya yang manis sepat. Hal yang sama juga terjadi pada S. racemosum. Spesies ini hanya dimanfaatkan kayunya, terutama yang berukuran besar untuk keperluan bahan bangunan. Kelemahan sifat kayunya adalah sifat mudah membelah. Kulit batangnya dapat digunakan sebagai penghasil bahan pewarna alami Heyne 1987.

5.13. Status dan Upaya Konservasi Syzygium

Dari keenam spesies Syzygium yang terdapat di Gunung Baung, tidak ada satu spesies pun yang terdaftar dalam IUCN Red List. Terdapat dua kemungkinan kondisi yang menyebabkannya. Pertama karena spesies-spesies tersebut memang tidak masuk dalam ke dalam kategori-kategori kelangkaan menurut IUCN. Kedua, keberadaan spesies-spesies tersebut mungkin belum pernah diketahui kondisi populasinya sehingga tidak ada data dan informasi mengenai status konservasinya. Kemungkinan kedua ini cukup besar peluang terjadinya. Hal ini dikarenakan belum ada kajian yang menyeluruh dan lengkap mengenai status konservasi spesies-spesies Syzygium yang ada di Indonesia. Keadaan ini terjadi karena begitu banyaknya anggota marga ini sehingga keberadaannya di alam dianggap masih sangat melimpah di semua lokasi. Dari sekian banyaknya spesies Syzygium yang tercatat terdapat di Indonesia, sebagian kecil saja yang telah dikenal dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Backer dan van den Brink 1963 mencatat sebanyak 52 spesies Syzygium yang tumbuh di Jawa. Heyne 1987 mencatat sebanyak 35 Spesies Syzygium masih menggunakan naman narga Eugenia dalam deskripsi tumbuhan berguna Indonesia. Dari jumlah tersebut baru sebagian kecil saja yang telah dikenal dan dan dimanfaatkan serta dibudidayakan oleh masyarakat. Sementara banyak spesies lainnya yang masih bersifat alami yang tumbuh secara alami pula di berbagai kawasan hutan di Indonesia. Ironisnya, dari waktu ke waktu, laju kerusakan hutan sebagai habitat alami spesies-spesies tersebut terus bertambah. Dikhawatirkan, akan banyak spesies Syzygium yang statusnya menjadi langka bahkan punah sebelum diketahui manfaat dan perannya bagi kehidupan manusia. Dari penelitian ini diperoleh informasi mengenai keberadaan spesies- spesies Syzygium di Gunung Baung. Informasi ini setidaknya dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan mengenai keberadaan dan kondisi populasi spesies-spesies tersebut di kawasan ini. Syzygium pycnanthum dan S. racemosum adalah spesies Syzygium yang keberadaannya cukup melimpah di TWA Gunung Baung. Keberadaan spesies lainnya, S. cumini, S. littorale, dan S. polyanthum meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit, namun masih cukup dijumpai di dalam kawasan. S. samarangense hanya tercatat sebanyak satu individu dalam petak pengamatan yang dibuat, akan tetapi kemungkinan keberadaannya cukup banyak pula di lokasi lainnya. Hal ini dikarenakan S. samarangense adalah spesies Syzygium yang telah umum ditanam dan dibudidayakan masyarakat. Informasi mengenai kondisi populasi suatu spesies tumbuhan dapat digunakan sebagai dasar dalam penetapan status konservasinya. Widodo et al. 2011 menetapkan status konservasi dari S. zollingerianum yang terdapat di Indonesia. Di samping melakukan studi spesimen herbarium, dia juga menggunakan data dan informasi lapangan yang berupa kondisi populasi spesies ini dalam menentukan statusnya. Dari hasil studi tersebut, diketahui bahwa S. zollingerianum memiliki status konservasi hampir terancam Near Threatened. Hasil penelitian di Gunung Baung ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk menentapkan status konservasi spesies-spesies Syzygium yang dijumpai di sana. Pendokumentasian data yang berkaitan dengan keanekaragaman, kondisi polulasi, serta pemanfaatan spesies Syzygium merupakan upaya-upaya konservasi yang harus terus dilakukan. Upaya tersebut harus pula diikuti dengan upaya konservasi terhadap keberadaan dan eksistensi spesies tersebut, baik dilakukan di habitat alaminya secara in-situ, maupun di luar habitat alaminya secara ex-situ. Kegiatan pengenalan keanekaragaman spesies Syzygium perlu dilakukan pula