Analisis Faktor Ekologis Metode Pengumpulan Data 1. Keanekaragaman Spesies

Variabel bebas yang digunakanan adalah beberapa parameter ekologis bagi keberadaan Syzygium. Persamaan regresi linear yang digunakan adalah sebagai berikut: Y 1...n = a + a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 x 4 + ... + a 11 x 11 + a 12 x 12 + a 13 x 13 + έ Keterangan: Y = jumlah individu Syzygium individu petak pengamatan 1...n = Spesies Syzygium ke-1,...,ke-n. a = koefisien regresi a 1,..,8 = koefisien variabel regresi x 1 = luas rumpun bambu pada tiap petak pengamatan m 2 x 2 = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah pada tiap petak pengamatan individu x 3 = jumlah individu pancang pada tiap petak pengamatan individu x 4 = jumlah individu tiang pada tiap petak pengamatan individu x 5 = jumlah individu pohon pada tiap petak pengamatan individu x 6 = jumlah rumpun bambu pada tiap petak pengamatan rumpun x 7 = intensitas penyinaran lux x 8 = suhu udara o C x 9 = kelembapan udara x 10 = pH tanah x 11 = kelembaban tanah x 12 = kemiringan lereng x 13 = ketinggian tempat m dpl έ = residual

4.5. Diagram Alir Penelitian

Tahapan kegiatan penelitian sebagai acuan dalam melakukan kegiatan penelitian ini ditampilkan dalam bentuk diagram alir penelitian Gambar 8. Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian SPESIES SYZYGIUM KOMPOSISI, STRUKTOR POPULASI, POLA SEBARAN ANALISIS STRUKTUR POPULASI DAN POLA SEBARAN SYZYGIUM PETA SEBARAN SYZYGIUM SELESAI OVERLAY DENGAN PETA LOKASI PENELITIAN SURVEY AWAL KOLEKSI DATA MULAI KEANEKARAGAMAN SPESIES SYZYGIUM DOKUMENTASI POSISI GEOGRAFIS SYZYGIUM ANALISIS VEGETASI DAN FAKTOR EKOLOGIS V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Komposisi dan Struktur Vegetasi TWA Gunung Baung

Dari analisis vegetasi yang dilakukan berhasil dicatat sebanyak 240 spesies tumbuhan yang berasal dari 72 suku Lampiran 1. Hasil analisis vegetasi memberi gambaran mengenai komposisi vegetasi yang ada di lokasi penelitian. Keberadan bambu dari spesies Bambusa blumeana cukup berpengaruh terhadap komunitas tumbuhan yang terdapat di Gunung Baung. Nilai INP yang tinggi untuk spesies ini dibandingkan spesies lainnya dapat menjadi indikasi tersebut. Terdapat enam spesies bambu yang dijumpai tumbuh di dalam kawasan : Bambusa blumeana, Bambusa vulgaris, Dendrocalamus asper, Gigantochloa apus, Schizostachyum iraten dan Schizostachyum zollingeri. Widjaja 2010 mengemukakan bahwa semua spesies tersebut termasuk spesies bambu yang umum terdapat di Jawa. Bambusa vulgaris, Dendrocalamus asper dan Giganthochloa apus adalah spesies yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan masyarakat. B. blumeana, S. iraten dan S. zollingeri merupakan spesies bambu asli di Jawa yang tumbuh secara liar dan belum dibudidayakan. Dua spesies yang cukup banyak dijumpai adalah Bambusa blumeana dan Schizostachyum zollingeri. Keberadaan B. blumeana sangat mendominasi di dalam kawasan INP = 225,13. Widjaja 2001 mengemukakan bahwa spesies ini tumbuh secara liar dan tersebar di Jawa. Kemungkinan kawasan TWA Gunung Baung adalah habitat alami bagi spesies ini. Bambu ini hampir dijumpai di semua lokasi pengamatan dan dikenal dengan sebutan pring ori oleh masyarakat lokal. Pring ori memiliki ukuran rumpun yang luas dan rapat. Hal ini dikarenakan batangnya berduri, sehingga rumpunnya menjadi terlihat lebih rapat. Spesies bambu lainnya yang juga banyak dijumpai adalah S. zollingeri. Spesies ini memiliki rumpun-rumpun yang kecil dan ukuran buluh yang lebih ramping. Pada tingkai semai dan tumbuhan bawah vegetasi yang mendominasi adalah spesies perdu yaitu Tithonia diversifolia. Spesies ini dikenal dengan sebutan paitan oleh masyarakat sekitar. Spesies ini mudah berkembang biak, baik dengan biji, stolon atau setek batangnya. Keberadaanya di lokasi penelitian cukup melimpah terutama pada tempat-tempat yang terbuka. Tingginya dapat mencapai