Pola Sebaran Syzygium Diversity, Population Structure And Distribution Paterrn Of Syzygium In Gunung Baung, East Java

Tabel 9 Nilai indeks asosiasi seluruh spesies VR untuk tiap strata pertumbuhan Nilai kritis bagi uji W Strata pertumbuhan VR W=N.VR α=0.005, N=250 α=0.95, N=250 semai 1,05 263,68 18,49 43,77 pancang 1,32 330,95 18,43 43,77 tiang 1,47 367,26 18,49 43,77 pohon 1,87 467,67 18,49 43,77 Keterangan: W=NVR, N= jumlah petak pengamatan, VR= variance ratio untuk indeks asosiasi seluruh spesies. Hasil pengujian χ2 untuk asosiasi berpasangan antara spesies yang memiliki INP ≥ 10 pada setiap strata pertumbuhan termasuk dengan spesies bambu menunjukkan hasil yang beragam. Namun kebanyakan tidak menunjukkan adanya asosiasi. Hanya terdapat 23 pasang spesies yang menunjukkan adanya asosiasi. Empat pasang berasosiasi negatif dan 19 pasang berasosiasi positif Tabel 10. Data lengkap tabel kontingensi asosiasi secara keseluruhan ditampilkan dalam lampiran. Nilai asosiasi yang ditunjukkan dengan menggunakan nilai Indeks Jacard IJ secara berpasangan antara spesies Syzygium dengan spesies lainnya menunjukkan hasil yang beragam. Spesies yang dihitung tingkat asosiasinya dengan Syzygium hanya spesies dengan nilai INP ≥ 10. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Botanri 2010. Secara umum nilai asosiasi yang terbentuk sangat rendah nilainya 0,20 sedangkan nilai maksimum asosiasi adalah 1,00. Kurniawan et al. 2008 mengelompokkan tingkatan asosiasi ke dalam empat kelompok, yaitu: sangat tinggi 0,75-1,00, tinggi 0,49-0,74, rendah 0,48-0,23, dan sangat rendah 0,22. Nilai indeks asosiasi menggambarkan tingkat keeratan hubungan antara kedua spesies. Sifat asosiasi menggambarkan sifat hubungan antara spesies yang berasosiasi. Secara umum, tingkat asosiasi spesies dengan Syzygium sangat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa secara berpasangan, sangat kecil kemungkinan dijumpai Syzygium tumbuh pada lokasi yang bersamaan dengan spesies yang dianalisis. Syzygium tidak secara spesifik memiliki asosiasi dengan spesies tumbuhan lainnya. Tabel 10 Nilai Indeks Jacard pasangan spesies yang berasosiasi Pasangan spesies Tingkat Pohon Nilai Indeks Jacard Sifat asosiasi S. pycnanthum G. floribunda 0,14 positif S. littorale S. samarangense 0,12 positif S. pycnanthum S. racemosum 0,10 positif S. littorale S. pycnanthum 0,10 positif S. pycnanthum L. glutinosa 0,09 positif S. rasemosum M. tomentosa 0,05 positif S. pycnanthum S. samarangense 0,04 positif Tingkat Tiang S. pycnanthum S. racemosum 0,14 positif S. littorale V. grandifolia 0,10 positif S. littorale S. asper 0,08 positif S. pycnanthum V. grandifolia 0,08 positif S. racemosum S. asper 0,00 negatif Tingkat Pancang S. pycnanthum S. racemosum 0,12 positif S. pycnanthum V. grandiflora 0,05 negatif S. racemosum V. grandiflora 0,01 negatif Tingkat Semai S. pycnanthum S. racemosum 0,12 positif S. pycnanthum M. cordata 0,02 negatif Bambu dan Semai B. blumeana S. pycnanthum 0,17 positif Bambu dan Pancang B. blumeana S. pycnanthum 0,17 positif B. blumeana S. racemosum 0,16 positif Bambu dan Tiang B. blumeana S. racemosum 0,08 positif Bambu dan Pohon B. vulgaris S. littorale 0,08 positif S. iraten S. cumini 0,08 positif Asosiasi positif mengindikasikan bahwa terdapat kondisi yang saling menguntungkan bagi salah satu atau kedua spesies yang hidup pada lokasi yang sama. Bentuk asosiasi yang bersifat negatif mengindikasikan adanya kondisi yang merugikan bagi salah satu atau kedua spesies yang hidup secara bersaman. Pasangan spesies S. pycnanthum dan S. racemosum selalu berasosiasi positif pada semua strata pertumbuhannya dari tingkat semai hingga tingkat pohon. Nilai indeks asosiasi keduanya memiliki nilai tertinggi pada tingkat tiang, yaitu sebesar 0,14. Walaupun nilainya sangat kecil, namun hal ini memperkuat dugaan adanya asosiasi positif antara keduanya. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa keberadaan kedua spesies ini sering dijumpai secara bersamaan pada lokasi yang sama. Bahkan keduanya dapat dijumpai tumbuh berdekatan dengan rumpun bambu. Hal ini juga diperkuat dari hasil analisis asosiasinya yang menunjukkan kedua spesies ini berasosiasi positif dengan Bambusa blumeana yang merupakan bambu dominan di TWA Gunung Baung.

5.6. Kondisi Lingkungan Fisik Tempat Tumbuh Syzygium

Karakter kondisi lingkungan fisik tempat tumbuh tiap-tiap Syzygium dicoba didekati dengan mendeskripsikan ciri-ciri terukur dari kondisi lingkungan fisiknya. Karakter kondisi lingkungan fisik meliputi intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, pH tanah, kelembaban tanah, kelerengan dan ketinggian tempat. Kondisi faktor lingkungan tersebut secara lengkap ditampilkan dalam Tabel 11. Tabel 11 Kondisi parameter lingkungan fisik perjumpaan tiap spesies Syzygium nilai rata-rata Parameter kondisi lingkungan S y zy gi u m c u m in i S y zy gi u m li tt or al e S y zy gi u m pol y an th u m S y zy gi u m py c n an th u m S y zy gi u m rac em os u m S y zy gi u m sam ar an ge n se Intensitas cahaya lux 3259,00 3013,42 1908,60 2810,45 3014,30 1298,00 Suhu udara o C 30,43 29,73 29,02 29,60 29,93 31,80 Kelembaban udara 82,67 84,33 82,60 79,50 79,19 60,00 pH tanah 6,20 5,73 6,12 5,82 5,80 5,30 Kelembahan tanah 96,67 91,67 98,00 95,73 96,48 100,00 Kelerengan 19,00 15,00 28,00 34,91 40,50 14,00 Ketinggian tempat m dpl 333,00 323,42 396,20 383,49 386,37 326,00 Secara umum nilai rata-rata dari parameter kondisi lingkungan fisik untuk setiap spesies Syzygium relatif sama. Namun demikian terdapat beberapa nilai parameter yang terlihat berbeda, yaitu intensitas cahaya, suhu udara dan kelerengan. Nilai rata-rata intensitas cahaya untuk S. polyanthum dan S. samarangense lebih kecil dibandingkan dengan spesies lainnya 2000 lux. Spesies-spesies lainnya memiliki nilai rata-rata mendekati 3000 lux. Hal ini menunjukkan bahwa kedua spesies ini tumbuh pada tempat-tempat yang ternaungi atau pada kondisi yang lebih sedikit mendapatkan cahaya matahari. Sementara spesies lainnya tumbuh pada tempat-tempat yang lebih terbuka. Suhu udara lingkungan S. samarangense memiliki nilai yang paling tinggi 31,80 o C dibandingkan spesies lainnya. Dengan nilai kelembaban udara yang hanya sebesar 60, mengindikasikan bahwa kondisi tempat tumbuh untuk spesies ini lebih kering dibandingkan dengan spesies Syzygium lainya. Namun demikian, perlu diketahui bahwa nilai ini berasal dari hanya satu petak pengamatan dimana S. samarangense dijumpai. Berdasarkan kriteria pengelompokan kelerengan tempat Hardjowigeno 2010, kondisi tempat tumbuh Syzygium terbagi menjadi tiga kategori. S. samarangense memiliki karakter tempat tumbuh dengan tipe kelerengan agak miringbergelombang dengan nilai berkisar 8-15. Kondisi tempat tumbuh S. cumini, S. littorale, dan S. polyanthum termasuk ke dalam kriteria kelerengan miring atau berbukit dengan nilai 15-30. S. pycnanthum dan S. racemosum tumbuh pada tempat-tempat dengan kelerengan agak curam, dimana nilainya berkisar antara 30-45. Dengan menggunakan analisis pengelompokan analisis klaster diketahui bahwa terdapat kemiripan antara beberapa kondisi lingkungan fisik tempat tumbuh Syzygium. Terdapat dua kelompok kondisi lingkungan yang hampir serupa, yaitu kelompok S. littorale - S. racemosum - S. pycnanthum – S. cumini, dan kelompok S. polyanthum - S. samarangense Gambar 17. Sebagai pembanding, dilakukan pula analisis klaster dengan memasukkan nilai rata-rata dari seluruh data kondisi lingkungan fisik Syzygium. Data ini berisi seluruh data lingkungan fisik Syzygium yang dijumpai di lokasi penelitian Gambar 18. Dendogram pada Gambar 18 membentuk dua klaster yaitu: klaster Syzygium- S. pycnanthum- S. racemosum- S. polyanthum- S. cumini- S. littorale dan klaster S. samarangense. Dalam klaster pertama terlihat bahwa bahwa S. pycnanthum dan S. racemosum memiliki karakter lingkungan fisik tempat tumbuh yang lebih mirip dengan kondisi lingkungan Syzygium secara umum. S. samarangense terlihat membentuk klaster yang terpisah dengan spesies lainnya. Hal ini dapat diartikan bahwa karakter lingkungan fisik S. pycnanthum dan S. racemosum lebih lebar dibandingkan dengan spesies lainnya, sedangkan S. samarangense memiliki karakter lingkungan yang lebih sempit dan spesifik. Hal ini terlihat dari kondisi tingkat nilai kesamaan lingkungan fisiknya 85,43 untuk S. pycnanthum dan S. racemosum dan 19,87 untuk S. samarangense. Gambar 17 Dendogram kesamaan karakter fisik lingkungan tempat tumbuh Syzygium Keterangan: 1. S. cumini; 2. S. littorale; 3. S. polyanthum; 4. S. pycnanthum; 5. S. racemosum; 6. S. samarangense Gambar 18 Dendogram kesamaan karakter fisik lingkungan tempat tumbuh Syzygium dengan memasukkan karakter Syzygium secara keseluruhan Keterangan: 1. Syzygium; 2. S. cumini; 3. S. littorale; 4. S. polyanthum; 5. S. pycnanthum; 6. S. racemosum; 7. S. samarangense

5.7. Kondisi Lingkungan Biotik Tempat Tumbuh Syzygium

Karakter kondisi lingkungan biotik tempat tumbuh tiap-tiap Syzygium dicoba didekati dengan mendeskripsikan ciri-ciri terukur dari kondisi lingkungan biotiknya. Dalam hal ini kondisi lingkungan biotik Syzygium didekati dengan kondisi vegetasi yang tumbuh pada lokasi perjumpaan tiap-tiap spesies Syzygium. Kondisi lingkungan biotik yang diamati meliputi: jumlah spesies semai, jumlah individu semai, jumlah spesies pancang, jumlah individu pancang, jumlah spesies tiang, jumlah individu tiang, jumlah spesies pohon, jumlah individu pohon, Spesies Syzygium S im ila ri t y 6 3 4 5 2 1 54.01 69.34 84.67 100.00 Spesies Syzygium S im ila r it y 7 3 2 4 6 5 1 19.87 46.58 73.29 100.00 jumlah spesies bambu, jumlah rumpun bambu, dan luas rumpun bambu. Kondisi faktor lingkungan tersebut secara lengkap ditampilkan dalam tabel 12. Nilai rata-rata parameter lingkungan biotik pada tiap petak pengamatan untuk setiap spesies Syzygium relatif seragam. Berdasarkan data pada Tabel 12, terdapat beberapa parameter biotik yang memiliki nilai yang cukup berbeda antara spesies. Parameter tersebut adalah: jumlah individu semai, jumlah individu pancang dan luas rumpun bambu. Tabel 12 Kondisi parameter lingkungan biotik perjumpaan tiap spesies Syzygium nilai rata-rata pada tiap petak pengamatan Parameter kondisi lingkungan S y zy gi u m c u m in i S y zy gi u m li tt or al e S y zy gi u m pol y an th u m S y zy gi u m py c n an th u m S y zy gi u m rac em os u m S y zy gi u m sam ar an ge n se Jumlah spesies semai 7,00 6,67 6,00 6,03 5,59 3,00 Jumlah individu semai 48,67 51,25 14,20 25,45 17,87 33,00 Jumlah spesies pancang 4,00 3,42 4,40 3,40 3,39 2,00 Jumlah individu pancang 33,00 4,75 7,40 7,21 4,85 2,00 Jumlah spesies tiang 2,00 3,25 1,40 1,71 1,48 1,00 Jumlah individu tiang 2,00 3,92 1,40 2,30 1,74 5,00 Jumlah spesies pohon 2,33 4,58 3,40 3,28 2,30 6,00 Jumlah individu pohon 3,00 5,83 5,40 4,23 3,17 9,00 Jumlah spesies bambu 1,00 0,58 1,00 0,75 0,89 0,00 Jumlah rumpun bambu 4,33 1,00 3,20 2,40 3,26 0,00 Luas rumpun bambu m 2 8,61 3,00 13,03 9,95 13,73 0,00 Hasil analisis klaster yang dilakukan terhadap parameter lingkungan biotik bagi setiap spesies Syzygium menghasilkan tiga klaster, yaitu: klaster pertama terdiri atas S. polyanthum - S.racemosum - S.pycnanthum - S. samarangense; klaster kedua S.littorale; dan klaster ketiga S. cumini Gambar 19. Jika memasukkan nilai rata-rata parameter lingkungan biotik untuk keseluruhan Syzygium dalam analisis klaster, maka terlihat bahwa kondisi lingkungan biotik yang paling mirip adalah antara S. polyanthum dan S. racemosum. Bersama dengan S. pycnanthum, kedua spesies tersebut memiliki nilai kemiripan yang paling tinggi terhadap kondisi lingkungan biotik Syzygium secara keseluruhan dibandingkan spesies lainnya Gambar 20. Hasil analisis per