IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Februari 2012. Lokasi penelitian adalah TWA Gunung Baung, yang terletak di
wilayah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. 4.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan berupa peralatan lapangan untuk kegiatan analisis vegetasi, pengoleksian spesimen herbarium dan pengukuran nilai variabel
lingkungan fisik. Peralatan tersebut adalah: Global Positioning System GPS, pita ukur diameter, hagameter, digital lightmeter, pH tester, thermohigrometer,
kompas, clinometer, kamera digital, gunting setek, dan peta tematik lokasi penelitian. Bahan yang digunakan berupa spesimen herbarium dan tegakan
vegetasi di lokasi penelitian.
4.3. Metode Pengumpulan Data 4.3.1. Keanekaragaman Spesies
Syzygium
Studi pendahuluan berupa survey awal dilakukan untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, penyebaran spesies dan kondisi vegetasinya. Untuk
mengetahui spesies-spesies Syzygium, khususnya yang terdapat di Jawa Jawa Timur dilakukan melalui studi awal spesimen herbarium baik yang terdapat di
Herbarium Bogoriense BO, Herbarium Purwodadiensis, dan studi koleksi Syzygium di kebun raya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data awal tentang
keanekaragaman spesies Syzygium di Jawa Timur, terutama daerah yang berada di sekitar TWA Gunung Baung.
Kegiatan survey dan pengamatan di lapangan dilakukan dengan metoda eksploratif. Metode eksploratif dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman
spesies Syzygium serta lokasi tempat tumbuhnya di dalam kawasan. Jalur yang digunakan adalah jalan setapak atau rintisan jalur patroli yang sudah terdapat di
dalam kawasan serta jalur rintisan baru yang dibuat. Pada setiap perjumpaan dengan Syzygium di tandai posisi geografinya dengan menggunakan GPS,
kemudian dibuatkan dokumentasi fotonya serta spesimen herbarium ataupun
vauchernya terutama bagi spesies-spesies yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk keperluan identifikasi dan validasi nama spesies.
4.3.2. Data Ekologi Syzygium
Pencatatan dan pendokumentasian data dilakukan terhadap kondisi ekologi Syzygium. Data ekologi tersebut meliputi faktor fisik dan faktor biotik. Faktor
fisik yang diukur meliputi: intensitas penyinaran, data topografi ketinggian tempat, kelerengan dan arah lereng, pH tanah, kelembapan tanah, suhu udara, dan
kelembapan udara serta sifat edafis tanah fisik dan kimia tanah. Faktor biotik yang diukur adalah jumlah rumpun bambu, diameter rumpun bambu serta jumlah
spesies dan kelimpahan tumbuhan di sekitar Syzygium. Pengukuran data ekologi dilakukan pada tiap petak pengamatan.
Pengukuran intensitas penyinaran dilakukan dengan menggunakan digital lightmeter. Pengukuran ketinggian tempat tumbuh Syzygium dilakukan dengan
menggunakan altimeter dan GPS. Pengukuran kelerengan dilakukan dengan menggunakan clinometer dalam satuan . Selanjutnya nilai kelerengan
dikelompokan ke dalam kelas-kelas kelerengan berdasarkan nilai rata-rata pada dari tiap petak pengamatan, sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh
Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1999 dalam Kissinger 2002. Klasifikasinya adalah: tipe I, 0-3, tipe II 3-8, tipe III, 8-15, tipe IV 15-30,
dan tipe V 30. Arah kelerengan diukur dengan menggunakan kompas. Pengukuran kelembapan dan pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH tester
tanah. Suhu dan kelembapan udara diukur dengan menggunakan termohigrometer digital. Pengukuran jumlah dan diameter rumpun bambu dilakukan pada setiap
petak pengamatan. Data edafis berupa sifat fisik dan kimia tanah diperoleh dari hasil analisis
laboratorium atas contoh tanah yang diambil di lokasi penelitian. Contoh tanah diambil pada setiap lokasi blok penempatan petak pengamatan yang mencirikan
perbedaan kondisi lingkungannya, misalkan lokasi tempat terbuka dan lokasi rumpun bambu. Contoh tanah diambil sebanyak 2 titik di masing-masing blok
pengamatan pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Faktor fisika tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah pasir, debu dan liat. Faktor kimia tanah yang
dianalisis adalah kandungan bahan organik rasio CN, kandungan unsur N,P,K,
Ca dan Mg, serta Kapasitas Tukar Kation KTK. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi indikator kesuburan tanah Partomihardjo dan Rahajoe 2005. Analisis
tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
4.3.3. Data Vegetasi dan Struktur Populasi
Data dan informasi yang diperoleh dari survey pendahuluan mengenai kondisi lokasi peneltian, lokasi persebaran spesies dan kondisi vegetasinya
menjadi dasar untuk melakukan studi pola sebaran dan struktur populasi Syzygium. Populasi di sini diartikan sebagai kumpulan dari individu spesies
Syzygium yang berada pada suatu lokasi dan waktu yang sama serta mampu melakukan reproduksi secara aseksual atupun seksual. Hal ini akan berkaitan
dengan teknik penempatan petak pengamatan. Penempatan petak-petak contoh dilakukan secara terarah purposive sampling pada lokasi-lokasi yang diketahui
banyak terdapat keberadaan Syzygium. Berdasarkan hasil survey pendahuluan tentang keberadaan Syzygium di
Kawasan TWA Gunung Baung, maka dibuat petak pengamatan masing-masing sebanyak 50 petak pada 5 lokasi yang berbeda. Di samping menggambarkan
keberadaan Syzygium, kelima lokasi tersebut juga mewakili lokasi serta kondisi vegetasi yang berbeda dari Blok Inti Kawasan TWA Gunung Baung Gambar 6.
Kondisi vegetasi pada setiap blok pengamatan ditampilkan dalam Tabel 1. Lokasi-lokasi blok penempatan petak-petak pangamatan tersebut adalah
sebagai berikut: 1 Blok 1, lokasi lereng, berbukit, dengan dominasi bambu duri Bambusa
blumeana; 2 Blok 2, lokasi lereng, berbukit, dengan sedikit bambu;
3 Blok 3, lokasi lereng, berbukit, dan punggung bukit dengan sedikit bambu; 4 Blok 4, lokasi lereng, berbukit, dengan dominasi bambu Schizostachyum
zollingeri; 5 Blok 5, lokasi lereng, berbukit, dengan dominasi semak.