Analisis Komponen Utama Syzygium dan Faktor Lingkungan

Gambar 29 Hasil analisis komponen utama terhadap variabel lingkungan biotik tempat tumbuh Syzygium di Gunung Baung. Titik menunjukan lokasi keberadan Syzygium. Faktor-faktor lingkungan biotik: luas rumpun bambu luas_bmb; lumlah rumpun bambu Jml_ind bmb; jumlah individu tingkat semai Jml_ind_sm; jumlah individu tingkat pancang Jml_ind_pnc; jumlah individu tingkat tiang Jml_ind_tg; jumlah individu tingkat pohon Jml_ind_ph Berdasarkan pada faktor-faktor biotik tempat tumbuhnya, keberadaan Syzygium ternyata sangat berhubungan dengan jumlah dan luas rumpun bambu serta jumlah individu tiang dan pohon. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya titik keberadaan Syzygium yang berdekatan dengan faktor-faktor lingkungan biotik tersebut. Namun demikian keberadaan berdasarkan pada hasil analisis komponen utama yang dilakukan menunjukan bahwa keberadan Syzygium lebih berhubungan dengan faktor jumlah rumpun dan luas rumpun bambu dibandingkan dengan faktor jumlah individu tiang dan pohon. Hal ini terlihat dari sebaran titik-titik keberadaan Syzygium yang berdekatan dengan garis faktor –faktor lingkungan tersebut Gambar 29. Hasil analisis CCA Canonical Correspondence Analysis yang dilakukan terhadap spesies Syzygium dan variabel-variabel faktor lingkungannya menunjukan hasil seperti datampilkan dalam Gambar 30. Variabel jumlah rumpun bambu Nbmb merupakan variabel lingkungan yang berpengaruh cukup besar terhadap keberadaan Syzygium pada sumbu ordinasi 1, sedangkan ketinggian tempat altd berpengaruh cukup besar pada sumbu ordinasi 2. Hal ini terlihat dari nilai intraset correlation untuk kedua variabel tersebut. Nilai intraset correlation untuk jumlah rumpun bambu sebesar -0,45 dan untuk ketinggian tempat sebesar 0,23. Intraset correlation menunjukkan hubungan antara faktor-faktor lingkungan dengan sumbu orninansi ter Braak 1986. Sebaran spesies Syzygium terhadap gradien faktor-faktor lingkungan tempat tumbuhnya cukup merata. Hal ini dapat dilihat dari eigenvalue cannonicalnya yang bernilai 0,53. Sebaran dan kemeratan yang dimaksudkan disini berkaitan dengan kondisi faktor lingkungannya, dan bukan bersifat spasial. Nilai eigenvalue berkisar antara 0-1. Nilai tersebut mengambarkan tingkat persebaran spesies maupun petak pengamatan terhadap variabel lingkungan yang digambarkan dalam diagram ordinansi. Semakin mendekati 1, maka persebaran spesies merata. Kent dan Coker 1992 dan Jongman et al. 1987 dalam Kurniwan dan Parikesit 2008, mengemukakan bahwa persebaran spesies dikatakan merata terhadap gradien variabel lingkungannya apabila memiliki eigenvalue 0,5. Kondisi ini dapat diartikan bahwa secara bersamaan faktor- faktor lingkungan tempat tumbuh Syzygium memberikan pengaruh dan peran yang sama terhadap tiap-tiap spesies Syzygium di Gunung Baung. Namun demikian, jika dilihat ordinasi hasil analisis dalam Gambar 30 terlihat bahwa keberadaan S. pycnanthum lebih banyak dipengaruhi oleh faktor jumlah individu pohon, sedangkan S. racemosum dan S. polyanthum dipengaruhi oleh keberadaan bambu, baik jumlah rumpun maupun luas rumpunnya. Keberadaan S. littorale dan S. samarangense lebih banyak dipengaruhi oleh keberadaan semai dan tumbuhan bawah. Keberadaan S. cumini di Gunung Baung sangat berbeda dengan spesies Syzygium lainnya. Kehadirannya dipengaruhi oleh faktor jumlah individu pancang. Keberadaan S. racemosum di Gunung Baung lebih banyak dijumpai berdekatan dengan bambu dibandingkan dengan spesies Syzygium lainnya. S. pycnanthum sebagai spesies Syzygium yang paling banyak dijumpai terdapat lebih banyak pada lokasi-lokasi dengan dominasi pepohonan, meskipun masih dapat pula dijumpai pada lokasi-lokasi dengan kehadiran bambu. -0.8 0.8 -0 .6 1 .0 S cum to S pol to S lit to S pyc to S rac to S sam to luas bmb Nsm Npc Ntg Nph Nbmb lux suhu . udara pH tanah . tanah lereng altd Gambar 30 Distribusi 6 spesies Syzygium terhadap variabel lingkungan fisik dan biotik di TWA Gunung Baung. Canonical Correspondence Analisys CCA diagram ordinasi spesies Syzygium ∆, variabel lingkungan anak panah. Spesies Syzygium: S. cum to = S. cumini, S. lit to = S. littorale, S. pol to = S. polyanthum, S. pyc to = S. pycnanthum, S. rac to = S. racemosum, dan S sam to = S. samarangense. Variabel lingkungan fisik dan biotik: lux = intensitas penyinaran, suhu = suhu udara, lereng = kelerengan tempat, altd = ketinggian tempat, .tanah = kelembapan tanah, .udara = kelembapan udara, pH tanah, Nsm = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah, Npc = jumlah individu pancang, Ntg = jumlah individu tiang, Nph = jumlah individu pohon, Nbmb = jumlah rumpun bambu, luas bmb = luas rumpun bambu Berdasarkan pada hasil analisis CCA terhadap strata pertumbuhan Syzygium mulai dari tingkat semai hingga pohon dengan faktor-faktor lingkungannya diperoleh hasil bahwa keberadaan Syzygium tersebar secara merata pada gradien faktor-faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Hal ini diketahui dari eigenvalue canonicalnya yang mendekati 0,5 0,496. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh memberikan pengaruh yang relatif sama terhadap keberadaan Syzygium berdasarkan strata pertumbuhannya. Tidak ada faktor lingkungan yang memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan lainnya terhadap keberadaan Syzygium. Ordinasi yang dihasilkan menunjukkan bahwa semai dan pancang Syzygium lebih banyak dijumpai pada tempat-tempat yang banyak bambu pada daerah-daerah lereng bukit Gambar 31. Syzygium pada strata tiang dan pohon banyak dijumpai bersaman dengan keberadan tiang dan pohon lainnya di dalam kawasan. Jumlah individu tiang dan pohon mempengaruhi kehadiran Syzygium di kedua strata tersebut. -1.0 0.8 -1 .0 .8 Jml sm Jml pnc Jml tng Jml phn luas bmb Nsm Npc Ntg Nph Nbmb lux suhu . udara pH tanah . tanah lereng altd Gambar 31 Distribusi strata pertumbuhan Syzygium terhadap variabel lingkungan fisik dan biotik di TWA Gunung Baung. Canonical Correspondence Analisys CCA diagram ordinasi strata pertumbuhan Syzygium ∆, variabel lingkungan anak panah. Strata pertumbuhan Syzygium: Jml sm = strata semai, Jml pnc = strata pancang, Jml tng = strata tiang, Jml phn = strata pohon. Variabel lingkungan fisik dan biotik: lux = intensitas penyinaran, suhu = suhu udara, lereng = kelerengan tempat, altd = ketinggian tempat, .tanah = kelembapan tanah, .udara = kelembapan udara, pH tanah, Nsm = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah, Npc = jumlah individu pancang, Ntg = jumlah individu tiang, Nph = jumlah individu pohon, Nbmb = jumlah rumpun bambu, luas bmb = luas rumpun bambu

5.11.2. Regresi Linear Berganda

Pertumbuhan vegetasi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya. Kondisi lingkungan tersebut meliputi kondisi lingkungan fisik dan biotik. Seberapa besar dan faktor apa saja yang mempengaruhi keberadaan suatu spesies tumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan hubungan antara keduanya. Hasil analisis korelasi dan regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kehadiran Syzygium, yang ditandai dengan jumlah individu Syzygium sebagai variable tak bebas-Y dengan faktor lingkungannya. Faktor lingkungan yang digunakan meliputi berjumlah 13 variabel sebagai variable bebas-X, yaitu: luas rumpun bambu, jumlah individu semai, jumlah individu pancang, jumlah individu tiang, jumlah individu pohon, jumlah rumpun bamboo, intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara, pH tanah, kelembaban tanah, kelerengan , dan ketinggian tempat altitude. Kesemua data variabel ditransformasi dalam bentuk ln 1+n. Hal ini dilakukan untuk memastikan sifat kenormalan data yang digunakan. Hasil analisi korelasi Pearson pada α=5 yang dilakukan antara variable jumlah individu Syzygium dengan variabel faktor-faktor lingkungannya menunjukkan hasil korelasi yang signifikan hanya hubungan antara jumlah individu Syzygium dengan variabel kelembapan tanah dan ketinggian tempat. Nilai korelasi Pearson untuk tiap variabel tersebut adalah: kelembapan tanah tanah sebesar – 0,19, dan ketinggian tempat sebesar 0,27 semua nilai P- value 5. Hubungan korelasi antar variabel-variabel lainnya terjadi secara tidak signifikan, yang ditandai dengan P-value yang lebih besar dari 5. Data lengkap hasil analisis korelasi ditampilkan pada lampiran. Analisi regresi linear berganda selanjutnya dilakukan untuk menganalisis hubungan antara jumlah individu Syzygium sebagai variabel Y dan ketiga belas variabel-variabel lingkungan lainnya sebagai variabel x. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jumlah individu Syzygium dengan beberapa variabel lingkungannya. Hasil regresi yang dilakukan memperoleh persamaan regresi sebagai berikut: ln Y = - 9,02 + 0,06 ln x 1 + 0,08 ln x 2 + 0,07 ln x 3 + 0,11 ln x 4 – 0,03 ln x 5 – 0,20 ln x 6 – 0,01 ln x 7 + 0,62 ln x 8 + 0,12 ln x 9 – 0,13 ln x 10 – 0,62 ln x 11 – 0,09 ln x 12 + 1,79 ln x 13 Keterangan : Y = jumlah individu Syzygium individu petak pengamatan x 1 = luas rumpun bambu pada tiap petak pengamatan m 2 x 2 = jumlah individu semai dan tumbuhan bawah pada tiap petak pengamatan individu x 3 = jumlah individu pancang pada tiap petak pengamatan individu x 4 = jumlah individu tiang pada tiap petak pengamatan individu x 5 = jumlah individu pohon pada tiap petak pengamatan individu x 6 = jumlah rumpun bambu pada tiap petak pengamatan rumpun x 7 = intensitas penyinaran lux x 8 = suhu udara o C x 9 = kelembapan udara x 10 = pH tanah x 11 = kelembaban tanah x 12 = kemiringan lereng x 13 = ketinggian tempat m dpl Persamaan regresi ini menujukkan hasil yang tidak ideal, karena terjadi multikolinearitas di antara variabel-variabel bebasnya. Hal ini diketahui dari nilai VIF Variance Inflation Factor yang lebih besar dari satu VIF 1 untuk semua variabel bebasnya Iriawan dan Astuti 2006. Untuk itu perlu dilakukan penyederhanaan model persamaan dengan menggunakan metode Regresi Stepwise. Hasil persamaan regresinya adalah sebagai berikut: ln Y = - 6,34 + 1,28 ln x 13 – 0,15 ln x 6 Hasil ini menunjukkan bahwa variabel ketinggian tempat x 13 dan jumlah rumpun bambu x 6 memiliki pengaruh terhadap jumlah individu Syzygium. Kedua variable tersebut menyederhanakan dan mewakili variabel-variabel lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengujian parameter model berdasarkan pada nilai P-value yang dihasilkan mengindikasikan bahwa variabel ketinggian tempat dan jumlah rumpun bambu memiliki makna dalam model persamaan tersebut. Kedua nilai P-value untuk variabel tersebut 0.05 yang berarti bahwa keduanya berpengaruh terhadap jumlah individu Syzygium. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara linear, variabel ketinggian tempat dan jumlah rumpun bambu adalah variabel lingkungan yang mempengaruhi jumlah individu Syzygium di TWA Gunung Baung. Kenaikan sebesar 1 meter ketinggian tempat dari atas permukaan laut, tanpa terjadi penambahan jumlah rumpun bambu akan mengurangi kehadiran Syzygium sebanyak 5,06 individu. Semakin tinggi tempat, maka kemungkinan untuk menjumpai Syzygium semakin berkurang. Hubungan ini hanya dapat diterangkan sebesar 11,71 dari data yang diperoleh, selebihnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya. Spesies Syzygium banyak dijumpai pada kisaran ketinggian tempat antara 401-450 m dpl 156 individu. Pada ketinggian 450 mdpl hanya dijumpai sebanyak 18 individu. Spesies pohon yang banyak dijumpai pada daerah-daerah puncak bukit adalah Schoetonia ovata walikukun, Streblus asper kayu serut, dan Emblica officinalis.

5.12. Potensi dan Pemanfaatan Syzygium

Syzygium cumini, S. polyanthum, dan S. samarangense adalah spesies Syzygium yang telah umum dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatannya secara tradisional terutama digunakan untuk dikonsumsi buahnya, sebagai bahan bumbu masak, sebagai bahan baku obat tradisional atau kayunya digunakan sebagai bahan perabot rumah tangga dan bangunan. Sebagai penghasil buah, S. samarangense adalah salah satu spesies Syzygium yang mengalami proses teknik budidaya “paling maju” dibandingkan spesies lainnya. Hingga saat ini telah dihasilkan banyak kultivar dari spesies ini. Bahkan tidak jarang hal tersebut menyebabkan terjadinya spesies baru akibat campur tangan manusia. Widodo 2007 menyebutkan bahwa kegiatan hibridisasi untuk menghasilkan varietas unggul baru merupakan salah satu proses spesiasi yang terjadi pada kelompok marga Syzygium. Setidaknya terdapat 9 kultivar Syzygium samarangense yang telah dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cahyono 2010. Pemanfaatan S. cumini secara tradisional antara lain adalah buahnya untuk bahan pembuatan selai atau sebagai buah konsumsi, kayunya digunakan sebagai bahan baku perkakas rumah tangga dan bahan bangunan, serta daun dan bijinya untuk obat tradisional. Penelitian-penelitian yang intensif tentang potensi kandungan zat aktif dalam spesies ini menunjukkan bahwa banyak manfaat medis yang diberikan oleh spesies ini. Salah satunya adalah sebagai penghasil bahan baku obat diabetes militus. Kandungan asam oleanolic pada tanaman ini pada kulit batang, daun, dan terutama dibagian biji berkhasiat untuk menurunkan kadar glukosa darah hipoglikemik dan bersifat sebagai zat anti diabetikum Tjirosoepomo 1994; Mas’udah et al. 2010. Istilah simplisia yang digunakan untuk jenis ini antara lain: S.cumini cortex untuk kulit batang dan S. cumini semen untuk biji, Dalimartha 2003. Lestario 2003 mengemukakan bahwa buah duwet merupakan sumber antioksidan yang berguna bagi kesehatan. Zat ini dibutuhkan oleh tubuh untuk mencegah penyakit degeneratif. Pemanfaatan S. polyanthum secara tradisional adalah daunnya digunakan sebagai bahan bumbu dan obat serta kayunya digunakan sebagai bahan bangunan. Spesies ini sering digunakan sebagai bahan obat diare, asam urat, dibetes dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Potensi yang lebih besar sesungguhnya dimiliki oleh spesies ini yang tidak hanya terbatas pada pemanfaatan secara tradisional. Beberapa penelitian tentang kandungan kimia yang dimiliki oleh spesies ini mengemukakan bahwa spesies ini berpotensi sebagai penghasil tannin, flavanoid dan esensial oils 0,05. Asam citric dan eugenol juga termasuk di dalamnya Sumarno dan Agustin 2008. Daun salam S. polyanthum mengandung zat kimia yang berpotensi digunakan sebagai obat anti diare. Wiryawan et al. 2007, mengemukakan bahwa pemberian tepung daun salam sampai 3 pada ransum pakan ayam, mampu meningkatkan bobot badan ayam, serta menekan kematian ayam dan menurunkan populasi bakteri Escherichia coli penyebab penyakit diare pada ayam. Kandungan zat kimia yang terdapat dalam daun salam antara lain: minyak atsiri, triterpenoid, saponin, flavaniod dan tannin. Ketiga spesies lainnya, S. littorale, S. pycnanthum dan S. racemosum belum banyak diketahui pemanfaatan dan potensi kegunaan lainnya. Ketiga spesies ini masih liar dan belum dibudidayakan. Secara tradisional masyarakat memanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar. Belum banyak penelitian yang menggali potensi dari spesies-spesies ini. Heyne 1987, mengemukakan bahwa S. pycnanthum, yang disebutkan dengan nama Eugenia densiflora Duthie, memiliki beberapa kegunaan antara lain sebagai bahan kayu bakar, pemberi warna coklat untuk kain yang diperoleh dari pengolahan kulitnya, serta bunganya dapat dimakan sebagai lalapan dan sayur. Buahnya dapat dimakan namun tidak lazim karena rasanya yang tidak enak. Penelitian yang dilakukan Wahidi 2001 menunjukkan bahwa daun S.